Berakhir?

116 13 0
                                    

Drttt ... drtttt,

Hp di tangan ayah Alsya berbunyi, di saat pria paruh baya itu tengah asik menikmati secangkir kopi malam di teras rumah.

"Apa benar ini dengan keluarga saudari, Alsya?"

Deg ..., perasaan sang ayah langsung tak enak mendengar suara itu.

"I-iya benar, saya orang tuanya."

"Baiklah, pak. Jadi begini, kami ingin mengabari jika saudari Alsya mengalami kecelakaan dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit Mutiara Kasih."

Pranggg ...

Hp di tangan ayah Alsya langsung terjatuh.

"Mahhhhh," teriaknya berlari panik ke dalam rumah.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam kini. Hujan yang turun di sore tadi belum berhenti sampai sekarang.

Kaizan kembali memantau ke depan pintu setelah selesai melaksanakan solat isya di beberapa menit yang lalu. Hatinya tak bisa lagi tenang melihat Kaivan dan Alsya belum juga tiba di rumah sampai sekarang.

Tak bisa tinggal diam, akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi Kaivan.

"Kalian di mana?" tanya Kaizan memburu kala telepon itu sudah tersambung.

"Lagi di bioskop, bentar lagi pulang,"

Perasaan Kaizan langsung melega setelah mengetahui keberadaan Kaivan dan Alsya, benaknya.

Kaizan memutus cepat sambungan telepon karena tak ingin mengganggu waktu pasutri muda itu.

Drtt drtt ...

Hp Kaizan bergetar kembali sesaat setelah telepon dari Kaivan mati.

"Halo, nak Kaiz,"

Suara ayah Alsya menyapa dari seberang telepon sana.

"Ha-halo, pak. Ada ap ..."

"Bilang sama ayah segera ke rumah sakit Mutiara Kasih, Alsya kecelakaan."

Tut ... sambungan telepon langsung diputus sepihak oleh ayah Alsya.

Kaizan bak setan kebingungan di tengah derasnya hujan. Pasalnya yang ia tahu barusan Alsya sedang bersama Kaivan.

"Loh! Apa jangan-jangan mereka berdua kecelakaan," batin Kaivan malah menalar semakin jauh.

"Ayahhhh," dengan kalang kabut ia berlari ke kamar sang ayah agar segera menyusul ke rumah sakit.

Kyai Daris hampir terjatuh mendapat kabar itu. Semuanya terasa galap kala memikirkan anak dan menantunya sedang tidak baik-baik saja.

Tidak ada yang perduli mau seberapa deras hujan turun di luar rumah, Kyai Daris dan Gus Kaizan langsung tancap mobil menuju rumah sakit.

Sementara kedua orang tua Alsya, kini sedang duduk cemas di depan ruang UGD tempat Alsya ditangani. Sepertinya memang ada luka yang serius, pasalnya sudah hampir setengah jam tim Dokter berada di dalam.

Taph ..

Taph ..

Tak lama kemudian terlihat Kaizan dan Kyai Daris yang berjalan cepat menghampiri orang tua Alsya.

"Bagaimana keadaan anak-anak?" tanya Kyai Daris memburu, begitu sampai di hadapan orang tua Alsya.

"Alsya masih ditangani Dokter dari setengah jam yang lalu, pak," terang ayah Alsya terdengar sopan dan cemas bersamaan.

"Lalu, Kaivan bagaimana?" sambung Kyai Daris yang belum tahu apa-apa.

Ayah Alsya sontak menatap bingung dan tak mengerti, "Kaivan?"

"Bukannya Kaivan ada di rumah makanya kami mengabari ke sana," lanjutnya mulai tak enak.

"Loh, Kaiz--" Kyai Daris langsung menatap Kaizan, netranya seolah meminta penjelasan.

Kaizan yang juga tak mengerti apa-apa pun merasa ciut seketika, "Se-sebentar Kaiz coba cari tau," ia lalu menjauh dari sana sambil merogoh hp di saku bajunya.

Dengan perasaan campur aduk Kaizan mencoba menghubungi nomor Kaivan. Dan untungnya telepon itu cepat terhubung.

"Kamu di mana?" Kaizan tak butuh bertele-tele, bahkan ia sampai lupa mengucap salam.

"Ini mau pulang, bang. Lagi neduh bentar nunggu hujan red ..."

"Sama siapa?" nada Kaizan sudah terdengar dingin.

"Ada nih sama Zahira," jawab Kaivan merasa biasa saja, karena pikirnya sang abang juga tahu jika ia dan Zahira berteman sejak kecil.

"Pulang, Alsya kecelakaan," hanya itu kalimat yang lolos dari bibir Kaizan.

Entah kenapa ia merasa sangat marah dengan kelakuan adiknya itu. Ingin rasanya ia memarahi Kaivan, tapi hatinya berkata tak sanggup.

Tangan Kaivan langsung terhempas lemas mendengar kalimat terakhir dari sang abang.

Tanpa memeperdulikan Zahira lagi, ia menerobos lautan hujan di detik itu juga.

"Eh .. eh, Kaivvvv!" teriak Zahira kepanikan melihat Kaivan yang meninggalkannya begitu saja.

Kaivan tak hirau, ia dengan cepat mengendarai motornya dari sana.

Apa yang dipikirkannya saat ini? Apa iya dirinya pantas mengkhawatirkan keselamatan Alsya di saat kecelakaan itu terjadi karena ulah kebodohannya sendiri.

Sementara itu, Kaizan sampai rela berbohong demi menjaga nama baik sang adik.

"Kaiv lagi otw ke sini, ia sama sekali belum tau karena baru selesai kerja kelompok barusan," tuturnya begitu berat hati.

Siapa yang bisa marah mendengar alasan yang begitu masuk akal, para orang tua itu lalu mengangguk paham terhadap apa yang dijelaskan Kaizan.

Setelah beberapa menit berlalu, Kaivan tiba dengan pakaian yang basah kuyup.

Ceklek ...,

Kedatangan Kaivan bersamaan dengan Dokter yang keluar dari dalam ruang rawat Alsya.

Dokter itu menghampiri keluarga Alsya, begitu juga Kaivan merapat ke antara mereka.

"Alhamdulillah, pasien sudah sadarkan diri. Tidak ada luka yang cukup serius, hanya beberapa luka jahitan di bagian lengan sehingga prosesnya sedikit lama barusan," terang sang Dokter dengan wajah sumringah.

"Alhamdulillah," serentak lega dari keluarga. Kecuali Kaivan, ia hanya terdiam mematung di tempat itu.

"Boleh dilihat sekarang, pasien juga sudah bisa diajak bicara," lanjut Pak Dokter kemudian, bersamaan dengan ia yang juga melangkah pergi.

"Kaiv masuk duluan, mau bicara bentar," ucap Kaivan tiba-tiba dan mencegat langkah riang keluarga yang hendak membesuk.

Orang itu melempar pandang satu sama lain, lalu tersenyum ke arah Kaivan sebagai sinyal persetujuan. Maklum suami istri, benak mereka masing-masing.

Kaivan berjalan menghampiri pintu, memberanikan diri bertemu Alsya.

Alsya membuang pandangan kala mendengar ada langkah kaki yang memasuki ruangan, seolah ia tahu jika orang itu adalah Kaivan.

Kaivan terus mendekat, ruangan itu semakin hening dan canggung.

"Aku minta maaf," lirih Kaivan terdengar jelas.

Netranya terus menatap Alsya yang memunggunginya, seolah mengaku bahwa ia bersalah sepenuhnya.

"Ayo kita pisah,"

Suara Alsya menyambut parau. Bahkan air matanya jatuh tanpa sekehendaknya.

Gus KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang