Siapa Gadis Itu?

144 13 2
                                    

Malam kian larut, udara sejuk menyelimut di sekeliling ruang kamar megah nan rapi. Itu adalah kamar Kaivan, bernuansa grey dengan dekor serba estetik dan mahal.

Sekarang pukul dua dini hari, namun Kaivan masih asik terjaga. Berbaring resah di atas ranjang dengan tatapan menerawang jauh langit-langit kamar. Sepertinya ada sesuatu yang sedang ia pikirkan.

"Hm .. siapa ya kira-kira cewek yang tadi siang. Mana cantik lagi."

Gumam Kaivan terdengar jelas. Ternyata kegelisahannya disebabkan oleh gadis yang tak sengaja ia tabrak di pesantren Abangnya pagi tadi.

"Kalau tanya Bang Kaiz tau gak, ya?" lanjutnya bergumam, bahkan sampai menggigiti kecil jemarinya.

Srep ... Kaivan tiba-tiba duduk dari tempat tidurnya. Bukannya berusaha tidur, malah memusingkan hal yang ada-ada saja.

"Ah, jangan .. jangan. Nanti kalau aku nanya ke Kaiz, artinya dia bakal tau dong soal perempuan itu. Dan udah pasti langsung diaduin ke Ayah. Gak, mending cari tau sendiri aja," bincang pemuda tampan itu heboh sendirian di tengah malam buta begini.

"Okey Kaiv, tenang! Apapun yang terjadi, besok kamu bakal dapat info soal perempuan itu," lanjut Kaivan meyakinkan diri sendiri.

Setelahnya, Kaivan menidurkan kembali tubuhnya di ranjang. Matanya perlahan terpejam. Dan hanya dalam hitungan menit, deru nafasnya sudah berhempus teratur. Pertanda bahwa ia sudah berlayar di pulau kapuk.

Remaja tampan itu tertidur dengan wajah sumringah. Sepertinya sudah tidak sabar menunggu hari esok tiba. Setertarik itukah seorang Gus Kaivan terhadap perempuan yang bahkan pertemuan mereka hanya sekilas.

***

Hari kembali terang, siulan burung saling bersahut di halaman rumah Kyai Daris yang begitu asri dan luas.

Ada Kaivan yang duduk sendirian di meja makan, terlihat semangat sekali menyantap sarapan di pagi ini.

"Tumben cepat siap, Kaiv," celetuk sang Ayah yang ternyata baru tiba di meja makan, serta ada Kaizan juga berdiri di belakangnya.

"Eh .. Ayah," sapa Kaivan ramah. Ternyata sudah berbaikan dengan sang Ayah setelah ia mengacaukan acara perjodohan Kaizan bersama Mutia kemarin.

Baru saja sang Ayah dan Kaizan menduduki bangku, Kaivan malah tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya, "Kaiv duluan ya Ayah, Bang Kaiz," ucapnya tanpa jeda dan langsung berlari secepat kilat.

Tak ada yang sempat dikatakan, Kyai Daris dan Kaizan hanya bisa saling melempar pandang keheranan.

Pun, Kaivan dengan tak sabaran mengeluarkan motornya dari dalam garasi. Seperti keadaan darurat saja sampai ia terengah-engah begitu.

Dengan kecepatan tinggi ia mengendarai motornya, bak diterbangkan angin.

Ya ampun .. bukannya belok kiri ke arah jalan sekolahnya, malah lurus menuju pesantren Abangnya, Kaizan. Ternyata ia serius dengan renungan tadi malam.

Setelah mengendarai motor besarnya hampir 10 menit, Kaivan akhirnya tiba di pesantren Abangnya. Yang sebenarnya juga milik keluarga mereka sendiri.

Jarum jam baru menunjukkan pukul 6 lewat 15 menit. Pesantren itu masih terlihat sepi, bahkan satupun tidak ada santri yang berkeliaran di sana. Kaivan terlalu bersemangat, dan seperti ini jadinya.

Sama sekali tidak ada niat memutar balik motornya, Kaivan justru turun dari atasnya, lalu berjalan memasuki gerbang yang memang sudah terbuka.

Uh ... Kaivan menggesekan kedua telapak tangannya sambil berjalan,

"Kok mendadak dingin gini, ya," ucapnya pelan sambil terus berjalan dan menatap sekeliling lingkungan ponpes yang begitu luas dan hijau.

"Gus Kaivan," tiba-tiba ada suara perempuan memanggil dari arah pohon besar yang berada di dekat bangku taman.

Kaivan sedikit terperanjat, dan langsung menoleh ke sumber suara.

"Wah,"

Yang benar saja, senyum anak Kyai tampan itu langsung merekah sempurna kala melihat si pemilik suara yang memanggilnya barusan.

"Ka-kamu ..!" Kaivan tak bisa lagi berkata-kata. Secepat kilat ia berlari menuju ke arah pohon besar itu.

Benar, entah sejak kapan gadis itu duduk di sana. Siapa lagi jika bukan gadis yang diresahkan Kaivan sedari tadi malam.

"Ka-kamu orang yang kemarin aku tabrak kan?" celetuk Kaivan terlihat sedikit gugup, sesaat setelah ia tiba di bawah pohon besar itu.

Gadis itu hanya mengangguk pelan sambil tersenyum tipis menatap Kaivan, manis sekali.

Gadis itu kemudian menepuk bangku panjang di sebelahnya, memaksudkan agar Kaivan duduk di situ juga.

Deg .. seketika jantung Kaivan berdetak tak normal. Ada apa ini? Salah tingkah? Entahlah, yang jelas udara sekeliling semakin lama semakin dingin.

"Ka-kamu sendirian aja?" Kaivan mulai mengeluarkan jurus buayanya. Jaraknya dengan gadis itu kini hanya sekitar 20 centi meter.

Bukannya menjawab dengan baik, lagi dan lagi santriwati cantik itu hanya mengangguk kecil sambil tersenyum tipis.

Tanpa Kaivan sadari, ada Gus Kaizan yang berdiri entah sudah berapa lama di depan gerbang sana dan terlihat sedang memantau ke arah mereka yang tengah mengobrol di bawah pohon besar.

"Ngapain Kaivan duduk sendirian disana, mana ngomong sendiri persis orang gila," gumam Kaizan tak habis pikir.












Gus KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang