Siang ini begitu terik, tanah pijakan serasa tandus. Burung-burung bahkan enggan berkeliaran di atas jumantara.
Sudah pukul tiga sore sekarang. Ramai terlihat siswa SMA yang bergegas pulang.
Semua siswa dengan seragam putih abu berlarian kala melewati panas, takut jika kulitnya disengat terik.
Kaivan tidak termasuk di antara orang-orang itu, ia terlihat duduk santai di koridor kelas.
"Halo, ayah."
Suara Kaivan terdengar tiba-tiba. Ternyata sedang menelepon sang ayah sedari tadi.
"Ayah, jemput Kaiv sekarang. Bel udah bunyi dari 10 menit yang lalu loh ayah,"
Anak itu terlihat menggerutu di bangku tempatnya duduk sekarang ini. Seakan ia benar-benar tidak bisa mengandalkan dirinya sendiri.
"Ayah lagi di pabrik sawit. Suruh bang Kaiz jemput, mobil emang sengaja ayah tinggalkan di ponpes," suara sang ayah terdengar memburu dari ujung telepon sana.
"Ayah .. ish!" anak itu semakin menggerutu.
Tut ...
Sang ayah memutus sepihak sambungan telepon, tanpa perlu mendengarkan rengekan putranya yang memang sudah remaja itu.
Mau tidak mau, Kaivan akan menelepon Kaizan sekarang juga. Padahal jika boleh jujur, ia sedang tidak suka melihat abangnya itu sejak kejadian tadi pagi.
"Kenapa, Kaiv?"
Suara khas Gus tampan itu langsung menyapa begitu telepon terhubung.
"Kata ayah antar Kaiv pulang. Mobil ditinggal di ponpes, sekarang ayah lagi di pabrik," terang Kaivan, mendadak lesu dan tak berselera.
"Loh, abang juga gak pulang. Mau nginap di asrama buat malam ini."
"Lah, terus Kaiv gimana dong?"
"Numpang sama Regan dulu emang gak bisa, Kaiv?"
"Regan udah pulang," balas Kaivan singkat dan jelas marah.
Terdengar deru napas Gus Kaizan yang menghela berat.
"Tunggu di sana, abang otw," putusnya selalu mengalah.
Tanpa mau membuat sang adik menunggu lama, Kaizan dengan segera berlari mengambil mobil.
"Kaizzz ..."
Kaizan sontak menoleh kala suara itu menggemakan namanya. Pelakunya adalah Alsya. Sedang apa gadis itu berkeliaran di halaman ponpes kala cuaca terik begini.
Kaizan dengan senang hati menunda langkah tergesanya, membiarkan Alsya menghampiri dirinya.
"Mau kemana?" tanya Alsya begitu tiba di hadapan Gus tampan itu.
"Mau ke rumah bentar, nanti kesini lag--"
"Aku ikut," sambar Alsya dengan tatapan memaksa.
Entah apa yang membuat Gus Kaizan mendadak gelisah begitu, "Eh, ta-tapi Sya, ini mau jemput Kaivan sebenarnya. Nanti ka-kam--"
"Bodo amat, orang kami gak ada hubungan apa-apa lagi kok. Eh, lebih tepatnya emang gak pernah ada hubungan sama sekali!" sarkas Alsya yang sepertinya paham apa maksud Gus Kaizan.
Namun tetap saja Kaizan merasa bahwa itu tidak nyaman, "Tapi, Sya.."
"Aku ikut!" Alsya memasang wajah cemberut sebagai senjata ampuh.
Apa lagi yang harus Kaizan perbuat jika sudah begini keadaannya, "Ayo kalau gitu."
"Maaciw," Alsya kegirangan, seraya memeluk sekilas pinggang ramping Kaizan dan berlari secepat kilat mendahului Kaizan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Kembar
Teen FictionBercerita tentang seorang kyai yang memiliki putra kembar dengan segala kepribadian berbeda.