Kaivan tiba di rumah setelah dengan teganya ia meninggalkan Alsya di tengah jalan begitu saja. Padahal itu adalah jalan yang jarang dilewati oleh orang-orang dan pengendara.
Setelah memarkir motornya di halaman, ia lekas masuk ke dalam rumah tanpa rasa bersalah. Menaiki kamar tidurnya dengan raut wajah sumringah.
Belum sempat mengganti seragam sekolah, ia langsung meraih hp-nya dan menelepon kontak seseorang.
Zahira, itulah nama yang tertera di sana.
Tut .. telepon terhubung secepat itu.
"Halo, Za,"
Terdengar Kaivan menyapa riang seseorang di seberang telepon sana. Netranya teramat memancarkan aura bahagia, bahkan jauh lebih bahagia ketika ia pertama kali melihat Akuji sebagai sosok santriwati cantik.
"Jalan yok, Za. Aku ada film bagus hari ini," sambungnya terlihat berharap. Seolah Alsya tidak ada dalam hidupnya sama sekali.
"Mau ... mau,"
Ternyata perempuan di ujung telepon sana jauh lebih bersemangat.
Dia adalah Zahira, teman Kaivan dan Regan. Mereka bertiga berteman baik sudah sedari kecil. Orang tua mereka juga memiliki hubungan pertemanan yang dekat satu sama lain.
"Langsung siap-siap ya, bentar lagi aku jemput. Filmya dimulai sore ini."
"Eh, tapi aku belum mak ..."
"Nanti aja sekalian makan di luar."
"Oh, yaudah kalau gitu. Tutup aja teleponnya biar aku cepat siap-siap."
"Dandan yang cantik, kalau gak .."
"Kalau gak apa? Kalau gak, kamu bakal malu jalan bareng aku kan!"
"Haha, itu tau."
"Dasar, mandang fis ..."
Tut.. Kaivan memutus sambungan telepon tanpa membiarkan Zahira melanjutkan ucapannya.
Sementara itu, ada Alsya yang tengah kebingungan mencari jalan pulang.
Hampir setengah jam ia berjalan menyusuri jalan itu, berharap ada pengendara yang lewat di sembari ayunan langkahnya yang mulai sakit. Namun nyatanya nihil, satupun tidak ada orang yang melintas. Mungkin gadis itu akan terjatuh jika ia harus berjalan kaki sampai rumah.
Andai saja tadi ia sempat membawa tasnya saat ditarik Kaivan, pasti akan mudah baginya menelepon ayah atau pacarnya untuk menjemputnya.
Sayangnya ini hari yang sangat sial baginya, tasnya tertinggal di Garden Cafe, dan hp-nya berada di dalam tas.
Kini gadis cantik itu hanya bisa pasrah, sembari mengingat wajah Kaivan yang sangat menyebalkan.
Sungguh ia akan merobek wajah Kaivan habis-habisan saat tiba di rumah nanti, benaknya menggerutu.
Alsya bukan tipe perempuan yang lemah, ia tak akan menangis jika hal itu belum benar-benar menyakitinya.
"Kaivan babi!" dumel Alsya penuh emosi, bersamaan dengan ia yang mendudukkan bokongnya di atas rerumputan di tepi jalan. Sangat kelelahan pastinya.
Wajah itu juga mulai terlihat pucat. Bagaimana tidak pucat jika seharian ini ia belum ada makan sama sekali. Niatnya tadi ingin mengisi perut di Garden Cafe, namun ia sudah ditarik keluar oleh Kaivan saat makanan yang ia pesan bahkan belum sampai.
Brum ... tiba-tiba ada suara motor dari kejauhan.
Srep ...,
Alsya langsung berdiri semangat saat ia dengar suara motor itu menuju ke arahnya. Ternyata Tuhan masih menyayangiku, pikirnya sangat bahagia.
Alsya hampir melompat kegirangan saat motor itu memang benar-benar menuju arahnya.
"Bangggg, tolong saya ba ..."
Kalimat Alsya seketika berhenti kala melihat siapa orang yang ada di atas motor itu. Benar, Kaivan dan Zahira.
Sedikitpun Kaivan tak menoleh ke arah Alsya, padahal dari kejauhan ia melihat keberadaan Alsya di sana. Entah dari apa hatinya terbuat sampai bisa sebegitu teganya.
Jika tidak mau mengasihani Alsya sebagai seorang istri, setidaknya ia bisa mengasihani sebagai seorang perempuan. Namun ternyata tidak, hatinya terlalu angkuh.
Alsya terdiam, ia juga tidak berselera lagi memaki Kaivan.
Entah kenapa hatinya terasa sangat sakit melihat Kaivan jalan bersama perempuan lain di saat dirinya yang sebagai istri diperlakukan tidak lebih dari sebuah sampah.
Tanpa ingin berkata apa-apa, Alsya melanjutkan langkahnya menyusuri jalan pulang yang begitu panjang. Sekarang rasa letihnya sudah hilang diganti dengan rasa sakit hatinya.
Sementara Kaivan, ia terlihat sangat bahagia bersama Zahira. Gadis itu juga sama, ia bahkan terlihat tidak segan merangkul erat pinggang Kaivan di atas motor.
Berlalu sekitar 10 menit, mereka akhirnya sampai di bioskop yang Kaivan maksud.
Keduanya tidak langsung masuk, sesuai kesepakatan awal, mereka harus mencari makan dulu karena Zahira belum makan.
Byur ....,
Hujan deras akhirnya turun, setelah hampir seharian ini langit terlihat mendung.
Kaivan dan Zahira memilih tempat duduk di sebelah jendela, sengaja ingin menikmati suasana hujan sambil ditemani makanan enak.
Sementara dengan Gus Kaizan, sedari tadi ia sibuk mengelilingi seisi rumah mencari keberadaan Alsya. Tentu saja tidak menemukannya di mana-mana.
Namun pikiran buruk itu berusaha ia tepis melihat Kaivan juga tidak ada di rumah. Barang kali mereka sedang menghabiskan waktu berdua, batin Kaizan malah merasa tak nyaman.
Andai saja Kaizan tau jika orang yang dipikirkannya sedang kesusahan luar biasa.
Alsya ternyata tidak sekuat itu, kini air matanya bercampur satu dengan derasnya guyuran hujan.
Bukan hanya capek sekarang, ia juga mulai takut melewati jalan itu karena keadaan sekitar yang menggelap ulah derasnya air hujan yang turun.
Srep ...,
Tanpa Alsya sangka-sangka, lampu sebuah mobil tiba-tiba menyorot ke arahnya.
Alsya langsung menoleh ke arah cahaya itu, ia tersenyum girang melihat pertolongan yang datang.
Alsya mendekati tengah jalan sambil melambaikan tangan, berharap mobil itu akan melihat ke arahnya.
"Pak, tolong sayaaaa pak," teriak Alsya begitu bersemangat.
Mobil itu semakin dekat, dan Alsya tambah bersemangat menghampiri ke tengah jalan.
"Tolong saya pakkk, tolonggg sa....."
Brugh ...,
Bukannya berhenti menolong, mobil itu malah sengaja mempercepat dan menyerempet tubuh Alsya.
Jangan lupa dikomen yaw biar semangat, hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Kembar
Teen FictionBercerita tentang seorang kyai yang memiliki putra kembar dengan segala kepribadian berbeda.