Gemercik air langit terdengar samar di pagi ini, rintik semu menghantam gemulai atap rumah jalma di berbagai sudut kota.
Cakrawala semalam harapan sirna, sekarang arunika bahkan enggan menampakkan diri.
Jarum pendek menunjuk angka 06.00 WIB kini. Hawa teramat sejuk di pagi ini, gerimis di luar jendela rupanya.
Sesekali sang bayu bertiup lembut, menambah dingin nuansa pagi. Kacau, ini membuat semua orang akan enggan tuk lekang dari kasur empuknya.
Tidak dengan keluarga Kyai Daris, hujan atau panas, sakit atau sehat, semuanya harus tetap beraktivitas mulai dari tibanya waktu subuh.
Sekarang, Kyai Daris dan Gus Kaizan tengah duduk berhadapan di meja makan. Semuanya sudah disiapkan oleh Mang Beni, pembantu rumah tangga mereka.
Meskipun Mang Beni adalah seorang laki-laki, namun ia orang yang sangat piawai dalam melakukan pekerjaan rumah. Sudah hampir 16 tahun ia bekerja di rumah itu, terhitung sejak istri Kyai Daris meninggal dunia saat melahirkan Kaizan dan Kaivan.
Tentunya ada alasan besar kenapa Kyai Daris mempekerjakan laki-laki sebagai pembantu rumah tangganya. Benar, karena statusnya yang sudah menduda. Ia tak ingin menimbulkan fitnah dan mengundang hura-hara setan kala satu rumah bersama perempuan bukan mahram.
"Gus," tiba-tiba Kyai Daris menyeletuk saat Kaizan menikmati sarapan.
"Iya, Ayah," sambutnya sopan.
"Gimana menurutmu soal Adikmu itu. Apa mungkin dia bersedia menikah?"
Kaizan sontak tersenyum kecil, "Entahlah Ayah, kalau menurut Kaizan sih ini bakal susah."
"Ayah juga mikirnya begitu, Gus. Perjodohan kamu saja dia batalkan, apalagi perjodohannya sendiri nanti,"
Kaizan tak bisa menyembunyikan tawa ulah kalimat sang Ayah. Kalau dipikir-pikir tingkah Kaivan memang ada-ada saja, selalu di luar prediksi. Makanya heran rasanya jika dia tiba-tiba disukai jin begini. Kok bisa jinnya betah, gitu loh.
"Menurut Kaiz kan, Ayah. Mending kita tunggu aja ya beberapa hari ini. Kalau emang jin itu makin suka sama Kaiv, Ayah terpaksa harus carikan dia jodoh," tutur Kaizan serius kembali.
Sang Ayah manggut-manggut saja pertanda setuju. Ia memang sangat mempercayai putra sulungnya itu. Selama ini apa pun yang terjadi, hanya Gus Kaizan lah yang bisa ia ajak bertukar pikiran. Sedangkan Kaivan cenderung lebih ke mendatangkan masalah.
"Pagiiii... Ayah, Abang Kaiz," tiba-tiba Kaivan muncul dengan riangnya. Ia terlihat begitu bugar. Perihal masalah semalam ia sudah lupa sepenuhnya karena Kyai Malik menutup ingatan itu.
"Pagi juga anak Ayah," sambut Kyai Daris manis sekali. Biasanya ia hanya tau mengomel jika sudah berhadapan dengan yang namanya Kaivan.
"Anak Ayah sekolah hari ini?" sambung Kyai Daris merayu sekali.
Lagi dan lagi Kaizan terlihat menahan tawa. Sedangkan Kaivan menatap geli Ayah mereka itu. Tidak biasanya Ayah mereka bersikap manis. Aishh, sangat tidak cocok untuknya, gerutu Kaivan dalam hati.
"Gak usah sekolah dulu ya nak hari ini," lanjut sang Ayah.
Kaivan jelas menatap semakin bingung Ayahnya itu, "Emangnya kenapa, Ayah?" ucapnya yang sudah tak tau apa-apa. Kejadian semalam sepenuhnya hilang dari ingatannya, termasuk sosok si santriwati cantik.
"Oh, enggak. Ayah cuma takut kamu lagi gak enak badan."
"Lah, Kaiv sehat aj..."
"Ayah berangkat dulu. Kalian hati-hati sampai tujuan masing-masing ya," Kyai Daris langsung melarikan diri, takut bila dia akan salah bicara.
Setelahnya, tak berapa lama pun Kaizan berangkat ke pesantrennya dan Kaivan juga menuju sekolahnya.
Setibanya di sekolah, Kaivan tak ingin melipir ke mana-mana dulu, ia hanya akan beristirahat di dalam kelas.
Dan tumben juga hari ini dia datang cepat, tersisa 15 menit lagi untuk bel berbunyi. Biasanya dia selalu sampai saat gerbang akan ditutup, sehingga sudah menjadi kebiasaan bagi anak itu bernegosiasi dengan satpam penjaga gerbang.
"Kaivannn," teriak segerombolan siswa perempuan dari belakang sana.
Kaivan yang sudah tiba di ambang pintu kelasnya terpaksa menoleh kembali ke arah belakang.
"Aish!" gerutunya tampak gusar kala melihat siapa orang yang memanggil namanya.
Mereka adalah Pemuvan, perempuan pemuja Kaivan. Terdiri dari 4 orang, Laura, Rachel, Wini, serta Disty. Padahal mereka berempat adalah sahabat, namun memutuskan untuk mengejar cinta Kaivan secara sehat.
Pemuvan ini bahkan sudah ada sedari mereka kelas 1, dan sekarang mereka sudah duduk di bangku kelas 3. Dan selama tiga tahun ini, satupun dari mereka belum ada yang berhasil mendapatkan hati Kaivan.
Masalah rupa tak perlu ditanyakan, semuanya berwajah simetris, tidak ada yang kelihatan penyok saat memakai kamera belakang.
Seperti prinsip Kaivan jika cinta itu harus setara. Jadi orang yang berhak menyukainya hanyalah orang-orang yang jelita saja. Serasa wajahnya akan terhina jika disukai seorang yang tak good looking.
"Kaivan kenapa gak masuk udah tiga hari ini?" rengek keempat Pemuvan dengan wajah diimut-imitkan.
"Sayangku sakit ya?" tambah Rachel ingin menarik perhatian lebih
"Aihs, apaan sih kalian. Hus..hus, sana pergi," sambar Kaivan merasa geli dan langsung menutup pintu kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Kembar
Teen FictionBercerita tentang seorang kyai yang memiliki putra kembar dengan segala kepribadian berbeda.