Kaivan Jatuh Hati?

204 17 0
                                    

"Kaivan," sang Abang tiba di hadapan Kaivan dengan raut wajah khawatir. Karena yakin jika Adiknya itu pasti sudah membuat masalah.

"Gus," sapa beberapa santri lain kepada Kaivan yang mengetahui statusnya sebagai anak Kyai Daris.
Mereka adalah teman sekelas Kaizan,  hendak berjalan bersama tadi menuju kelas sebelum akhirnya bertemu Kaivan di taman.

"Iya, hai," balas Kaivan tersenyum paksa. Ia memang terkenal sebagai anak yang sombong.

Hampir semua santri ponpes Al-Huda mengenal siapa Kaivan meskipun tidak bersekolah di sana. Selain karena statusnya yang sebagai putra pemilik ponpes, ia terkenal sebab begitu sering berkunjung ke ponpes itu.

Tujuannya datang ke ponpes bukan untuk hal lain seperti menggoda para santriwati, bukan. Ia berkunjung hanya untuk melihat sang Abang semata. Rasanya sangat tidak bisa jika dalam sehari saja tidak melihat wajah Kaizan.

Kaivan begitu menyayangi Abangnya, bermanja dengannya adalah rutinitas yang tak boleh terlewatkan di setiap harinya. Meskipun Kaizan tak jarang menanggapinya dengan reaksi dingin.

"Kamu ngapain ke sini?" selidik Kaizan sudah yakin ada yang tidak beres.

Kaivan malah balas cengengesan, memperlihatkan barisan gigi rapinya yang teramat putih, "Enggak kok Bang, mau main aja."

"Oh, jadi kamu sama perempuan tadi udah jadi teman main sekar--"

"GAK!" secepat kilat Kaivan menutup mulut sang Abang dengan jemari jenjangnya. "Apaan coba," lanjutnya menggertakan gigi begitu kesal.

"Lah, sendirinya yang bilang mau main ke sini," Kaizan jelas menahan tawa. Sengaja ingin merisak Adiknya itu.

Bukan hanya Kaizan, santri lain di belakangnya juga turut mengkulum senyum di wajah masing-masing.

"Atau jangan-jangan kalian emang udah ada hubungan sebelumnya, makanya kemarin kam--" tak disangka-sangka Kaizan malah lanjut seantusias mungkin menggoda sang Adik.

"GAKKK, GILA APA!" teriak Kaivan tersulut murka dan tak terima.

"Nyesal udah bantuin kamu," ocehnya berlanjut, lalu berbalik meninggalkan sang Abang beserta teman-temannya dengan wajah merah padam, semarah itukah dia dicocokkan dengan Mutia.

Kaizan tak mencegat, malahan ia dan semua temannya itu turut mengiringi langkah Kaivan dengan senyum jahil masing-masing dari tempat mereka berdiri.

"Apaan-apaan coba mereka, kurang ajar emang semua. Dikira orang sudi apa digandengin sama tuh betina!" dumel Kaivan di sela langkahnya yang mengayun lumayan tinggi dan begitu cepat.

"Amit-amit, jangan sampai aku dijodohin sama cewe model git--"

Brug ---

Awh ---

Seorang santriwati tersungkur kasar di hadapan Kaivan. Langkah Kaivan yang tak hati-hati telah menabrak perempuan itu hingga membuatnya terpental beberapa centi.

Seragam putihnya kotor, buku di tangannya habis berserakan, serta wajah cantik itu meringis kesakitan.

"Sini,"

Sungguh tak disangka Kaivan tau bagaimana caranya mengulurkan tangan di waktu yang tepat, meski pun dia adalah dalang dari jatuhnya perempuan itu.

Namun ini adalah suatu kemajuan dari sifatnya yang selama ini semena-mena terhadap orang lain. Alih-alih membantu, ia justru memaki balik korban kejahatannya dengan alasan sudah menyita waktunya.

Kaivan terus memperhatikan wajah si santriwati itu, "Mau gak aku bantu?" lanjutnya karena perempuan itu mengabaikan uluran tangannya sedari tadi.

Santriwati itu mendongak sekilas dan merekahkan senyum tipis, sangat indah sekali, "Tidak usah," suaranya terdengar sopan dan lembut. Setelahnya, ia berdiri dengan keadaan baju yang sudah kotor di mana-mana.

"Saya permisi dulu, -- Gus," ucapnya pelan dan seperti ragu, seraya berlalu tanpa menoleh. Ternyata ia mengenal siapa Kaivan sampai ia menggunakan panggilan itu.

Kaivan menarik kembali uluran tangannya melihat si santriwati yang juga sudah berjarak beberapa meter di hadapannya, "Apa aku harus mondok di sini?" lirihnya terdengar samar, kemudian berjalan dengan senyuman kecil di sudut bibirnya.

Gus KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang