Gus Kaivan Berulah

252 24 1
                                    

Kaizan dan sang Ayah kini tengah duduk di antara keluarga perempuan yang akan menjadi calon istri Kaizan. Ayah dan anak itu dijamu secara hormat dan spesial. Bahkan orang tua dari perempuan yang akan dinikahi Kaizan tak bisa melepas pandangan dari dirinya. Tak lain adalah karena ketampanan wajah Kaizan.

Di ruang tengah itu hanya ada mereka berempat, Kaizan dan sang Ayah, serta kedua calon mertua Kaizan. Sedangkan perempuan yang akan menjadi calon istri Kaizan belum memperlihatkan batang hidungnya sedari tadi.

"Kaizan, coba tanya siapa nama calon istri kamu," celetuk Kyai Daris diiringi tawa renyah.

"Maklum, anaknya pemalu," lanjutnya menepuk akrab punggung Kaizan.

"Hahaha," balas tawa juga dari kedua calon mertua Kaizan.

Sementara Kaizan terlihat memaksakan senyum, raut wajahnya jelas menggambarkan jika ia ingin melarikan diri dari perkumpulan itu.

"Nama calon istri kamu Mutia. Dari yang ibu dengar kalian seumuran, betul kan Kyai?" tutur ibu dari perempuan itu tiba-tiba.

"Sebentar lagi Mutia ke sini, kalian bisa mengobrol lebih jauh nanti," lanjutnya dengan senyum yang tak kunjung lekang dari wajah. Sedangkan Kaizan hanya balas tersenyum sekedarnya.

"Dengar-dengar nak Kaizan punya saudara kembar. Apa betul itu Kyai?" sekarang giliran Ayah si perempuan yang ambil alih pembicaraan.

"Oh iya, betul sekali. Saya punya dua anak, satu lagi Kaivan namanya, saudara kembar Kaizan. Dan kebetulan Kaizan ini Abangnya, walaupun beda hitungan menit saja-- haha," sambut Kyai Daris penuh semangat dan riang.

"Kaivan juga mondok di pesant--"

"Bukan ... bukan, Kaivan bersekolah di SMA Unggul Nusa Bakti," sambar Kyai Daris memotong kalimat Ayah si perempuan.

Lantas, kedua orang tua si perempuan nampak tercengang, "Loh, sekolah di SMA UNB. Kenapa tidak mondok saja Pak Kyai?" tanya Ayah si perempuan begitu penasaran.

"Ya, begitulah. Saya pun sudah memaksa, tapi apa boleh buat jika dia memang tidak bersedia. Toh, setelah dipikir-pikir, semua sekolah itu sama saja, sama-sama memberi pendidikan untuk anak didiknya," terang Kyai Daris seperti mencoba membela putra bungsunya.

"Assalamualaikum," tiba-tiba suara halus menyapa di tengah perbincangan mereka.

"Eh, Mutia. Sini duduk, nak," sang Ibu menarik perempuan itu duduk di sebelahnya, yang ternyata adalah Mutia, calon istri Kaizan.

Raut wajah Kaizan mendadak berubah kala perempuan itu tiba, seolah ada sesuatu yang terkejut dalam dirinya.

"Mutia, ini Kaizan. Calon suami kamu," sang Ibu mengenalkan penuh antusias.

Perempuan yang bernama Mutia itu memasang senyum lebar. Bagaimana tidak tersenyum lebar jika calon suaminya tampan paripurna begitu, "Pagi, Gus," sapanya dengan perasaan menang.

Kaizan hanya mengangguk sedikit tanpa menatap wajah perempuan itu.

"Umi, apa boleh Mutia bawa Gus Kaizan berjalan-jalan di sekitar sin--"

"Assalamualaikum," tiba-tiba ada suara memotong kalimat Mutia, kali ini terdengar sangat akrab.

Semua orang di ruangan itu menoleh heran, terutama sang Ayah. Perasaannya langsung tak enak setelah melihat kedatangan Kaivan.

"Masya Allah, ini ya kembaran nak Kaizan?" sambut Umi Mutia terkagum kala melihat wajah Kaivan yang tiada bedanya dengan Kaizan. Hm, mereka belum tau saja betapa jahilnya seorang Gus Kaivan.

"Mau apa anak itu ke sini," batin Kyai Daris mencium bau-bau pembrontakan.

"Hai Om, Tante," sapa Kaivan riang. Dan dilanjut dengan sorot matanya yang menatap aneh wajah calon istri Kaizan.

"Ini calon istri Bang Kaiz?" ucapnya dengan nada tak yakin.

Sang Ayah sudah memejamkan mata terlebih dahulu, bersiap menerima kekacauan yang akan diledakkan Kaivan.

"I-iya, saya calon istri Gus Ka--"

"Kok gitu," Benar saja, belum apa-apa Kaivan sudah menyerocos lebih tajam dari pisau.

Kaizan langsung mencubit diam-diam punggung Kaivan yang duduk di sebelahnya.

Gus jahil itu memang tidak berterus terang, namun dari caranya menatap saja semua orang bisa tahu ke mana arah lontaran itu.

Takut Kaivan berulah semakin jauh, Kyai Daris lekas meminta pulang dan menjadwal ulang pertemuan, dengan alasan ia tiba-tiba tidak enak badan.

Gus KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang