🐻Eps.45🦊

849 45 12
                                    

                Pernikahan yang harusnya di laksanakan sejak beberapa bulan lalu, namun baru bisa terlaksana hari ini ini. Kini lebih tertutup dari acara yang pertama. Bahkan hanya di datangi dengan keluarga dan teman terdekat saja.

Renjun hanya mengundang kurang dari 50 orang. Juga di tempat yang berbeda dari sebelumnya.

Y/n membuka matanya. Melihat pantulan dirinya di cermin besar lebih dari seukuran badannya.

Gaun kali ini seperti membawa kenangan. Mirip dengan gaunnya ketika menikah dengan Haechan. Ya, walaupun pada akhirnya dia akan tetap kembali pada Haechan, bukan pada Renjun.

Y/n mengusap perutnya yang sudah sedikit membesar. Perasaan bersalah menyeruak memenuhi hati sebab bertekat meninggalkan ayah biologis dari bayi yang di kandungnya.

"Tidak apa-apa."

Berkali-kali dia menggumamkan hal tersebut untuk tidak menggoyahkan hatinya. Ini adalah keinginannya, satu-satunya kesempatan untuk bisa kembali bersama dengan pria yang dia cinta.

Mungkin perasaan ragu ini muncul dari bayi yang dikandungnya. Bagaimana pun juga, setelah ini dia tidak akan pernah bertemu dengan Renjun. Dia juga sudah memutuskan untuk tidak pernah memberitahu anaknya mengenai ayah dari anak tersebut.

Biarkan anaknya itu menganggap Haechan adalah ayahnya. Itu yang akan Y/n rencanakan.

Kriet...

Pintu ruang gantinya terbuka. Masuk seorang wanita yang memakai masker dan topi. Sebenarnya tanpa wanita tersebut membuka masker dan topinya, Y/n sudah mengenali siapa wanita itu.

Tapi wanita itu tetap membuka maskernya.

"Ayo, Y/n," ajak Dami, mengulurkan tangannya.

"Kau yakin ini sudah aman?"

Dami mengangguk. "Kau percaya saja padaku."

Tak mungkin berhenti sampai sini saja. Tak mungkin harus merelakan dirinya hidup bersama dengan pria seperti Renjun. Meski dengan kegelisahan penuh, dia menerima uluran tangan Dami.

Y/n melepaskan high heelsnya agar lebih mudah berlari.

"Aku akan mengantarmu sampai depan gedung. Setelah itu kau berlari ke mobil hitam yang ada di dekat tiang lampu. Haechan sudah ada di sana."

Y/n mengangguk patuh dengan petuah Dami.

Dami menggenggam tangannya erat setelah mereka keluar dari ruangan. Jantungnya berdegup amat cepat, rasanya sudah seperti seorang tahanan yang akan kabur dari eksekusi mati hari ini.

Tidak ada yang lewat di sekitar mereka. Dami membawanya lari dengan cepat sampai Y/n agak kesulitan menyamai langkah wanita itu.

Dami mengantarnya sampai depan gedung. Wanita itu tidak lupa mengatakan pada Y/n untuk langsung menuju mobil yang Dami maksud.

Y/n mengangkat tinggi gaunnya, dengan hati-hati dia menuruni tangga. Dia menoleh mencari mobil hitam yang berada di dekat tiang lampu.

Senyum merekah di wajahnya ketika berlari seraya membayangkan kehidupannya dengan Haechan setelah ini. Tidak ada yang menganggu mereka lagi.

Dengan tergesa-gesa Y/n mendekati mobil tersebut. Dia telah berjanji pada Haechan untuk memulai hidup baru mereka setelah ini dan melupakan semua hal buruk yang pernah terjadi dihubungan mereka.

Dan Y/n segera melaksanakan apa yang dia inginkan selama ini, sejak awal menjadi kekasih Haechan semasa sekolah.

Y/n sudah memegang handle mobil. Hendak membukanya.

Sebelum...

"Y/n!"

Y/n merasa namanya dipanggil. Meski nyaris terdengar seperti sebuah bisikan, dia mengenali suara tersebut. Diedarkan pandangannya ke sekeliling sampai akhirnya terhenti pada seorang pria yang berada di pinggir jalan dan pria itu tengah berlari ke arahnya.

Y/n membelalakan mata.

BRAK!

Kejadian begitu terjadi amat cepat. Secepat kilat menyambar. Sepecepat mengedipkan mata. Secepat membalikan telapak tangan.

Membuat jiwa wanita itu bergetar. Tubuhnya terasa membeku dengan mata terbelalak dan mulut terbuka.

Dia tidak percaya.

Kejadian itu terjadi begitu saja di depannya. Bagai hembusan angin yang tidak nampak oleh mata. Pria itu terlempar begitu saja di depannya.

Orang-orang berlari mengerubungi melihat dari dekat apa yang terjadi.

Y/n ingin menangis detik itu juga. Sungguh. Namun tak ada air mata yang keluar, seakan lupa caranya menangis karena begitu kaget dengan yang terjadi.

Sosok pria lain yang berada di dalam mobil turun menghampiri Y/n, Dia menutup mata Y/n dengan tangannya dan berbisik.

"Tidak apa-apa, Y/n. Ini 'kan yang kau mau? Tidak diganggu lagi oleh pria yang terobsesi padamu itu."

***

6 Tahun Setelahnya

Wanita berusia 34 tahun itu, menatap anak lelakinya dari balik jendela kamarnya yang langsung tertuju ke taman belakang rumahnya.

Dia tersenyum kecil melihat anaknya tampak senang bermain sepeda dengan pengurusnya.

"Chagiya."

Panggilan itu membuatnya menoleh. Dan senyumnya semakin merekah. Dia melangkah mendekati suaminya, dan memeluk erat suaminya.

"Kau merindukanku? Aku baru saja pulang kerja." Pria itu terkekeh, sama sekali tidak keberatan dengan sifat manja istrinya meski sudah bertahun-tahun berumah tangga.

Y/n menariknya menuju jendela. Dia menunjuk anak tunggalnya. "Lihat, anak kita sedang belajar menaiki sepeda roda dua," ujarnya antusias.

Pria itu merangkul pinggang istrinya, mengecup pelan dahi Y/n. "Kenapa kau tidak ikut bermain dengannya, sayang?"

Senyum di wajah Y/n memudar. Jarinya saling bertaut, bergerak gelisah. "Entahlah. Kalau memikirkan ini, aku merasa menjadi ibu yang buruk. Kau... coba lihat anak kita, semakin lama dia semakin mirip dengan ayah biologisnya."

Suaminya itu langsung menoleh ke arahnya. "Kau merasa bersalah dengan Renjun atau apa?"

"Itu seperti membawa kenangan buruk kembali. Padahal kita sudah berjanji untuk melupakan masa lalu."

Suaminya tersenyum miring. "Tidak perlu dipaksa melupakan masa lalu, termasuk masa lalu yang buruk yang sampai detik ini masih menghantuimu. Semakin kau memaksa lupa semakin kau mengingatnya bukan?"

Y/n mengangguk kecil. Wanita itu melepaskan rangkulan suaminya. Dia berdiri menghadap suaminya, melepaskan dasi yang dipakai tersebut.

"Aku merindukan Korea. Apa kita bisa pulang ke sana? Sebentar saja."

Suamianya menggeleng. Dia mengusap lembut punca kepala istrinya, dia memandang istrinya memohon pengertian. "Kita bisa pulang setelah kau sembuh ya."

Y/n mengembungkan pipinya. Kesal. "Sembuh apa, sih? Aku merasa tidak sakit apa pun. Kau selalu berbicara seperti itu dari tahun-tahun sebelumnya. Kau hanya berbohong saja padaku, Haechan."

Pria itu menyinggungkan senyum miring. "Aku tidak pernah berbohong padamu. Kita tidak kembali ke Korea pun untuk kebaikan dirimu. Kau bilang, di mana pun tidak masalah 'kan asal bersama denganku?"

Pandangan mereka bertemu. "Iya, tidak masalah. Asalkan aku bisa bersamamu Haechan, suamiku."

Author Note:

Hai, ini Venus. Cuma mau bilang.
Chapter depan, sudah ending.

Obsessed » Haechan X You X Renjun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang