Benjamin Franklin mengatakan bahwa 'Waktu adalah Uang'. Kalimat itu seolah menjadi pedoman bagi para pebisnis untuk memanfaatkan setiap detik yang dilalui dengan melakukan hal-hal yang menguntungkan.
Oh Sehun adalah pribadi yang sangat menghargai waktu. Ia tidak akan mau membuang waktu yang berlalu dengan sia-sia. Pemuda Oh tersebut akan melakukan sesuatu yang bermanfaat dalam setiap detik waktu yang berjalan.
Sehun tidak suka menyia-nyiakan waktu dan ia tak menyukai orang yang melakukannya. Disiplin waktu dalam bekerja adalah suatu keharusan. Karena itu dirinya sangat kesal sekarang, sebab seseorang sudah membuatnya menunggu.
Meski Sehun sudah mencoba bersabar dan mengalihkan kekesalannya dengan berkas-berkas perusahaan yang harus ia pelajari, tapi pemuda Oh itu tetap merasa resah. Seseorang yang dinantinya telah terlambat tiga puluh menit lamanya. Padahal ia sudah tidak sabar untuk membicarakan sesuatu yang akan membuatnya mencapai tujuan.
Sehun menghembuskan nafas keras. Berkali-kali melirik pintu masuk disela kegiatannya mempelajari berkas perusahaan sama sekali tidak membantu. Yang Sehun harapkan untuk muncul dari balik pintu tersebut masih tidak terlihat hilalnya.
Sehun menggebrak meja karena kesabarannya sudah mencapai batas. Kemudian meraih gagang telephone guna menghubungi sekretarisnya.
"Jemput laki-laki itu dan bawa kemari!"
Seruan berupa titah yang disuarakan dengan nada kesal itu nyatanya malah membuat sang sekretaris menautkan kedua alisnya. Jelas bahawannya tersebut tidak mengerti siapa laki-laki yang bosnya maksudkan.
"Kenapa diam saja? Kau akan menjemputnya atau tidak?"
Tanya Sehun karena tidak mendapatkan jawaban dari seberang sambungan.
"Maaf Sajangnim, siapa laki-laki yang anda maksud?"
Tanya sang sekretaris yang terdengar kebingungan. Dan Sehun menyadari kesalahannya yang memberi perintah dengan kurang jelas.
"Laki-laki itu.. Office Boy dengan perut kotak-kotak seperti roti sobek!"
Terangnya yang makin terdengar tidak jelas.
"Ye? Roti.. sobek?"
Kekesalan Sehun semakin memuncak, dan karena itu ia menutup sambungan telephone dengan kasar.
"Apa untuk hal seperti ini aku harus turun tangan sendiri?! Sial, dimana para office boy berada pada jam segini?"
Yang Sehun tunggu sudah pasti Chanyeol. Dan pemuda itu tidak berada di gedung agency sekarang. Hari ini adalah jatah liburnya, jadi untuk apa pergi ke tempat kerja?
Chanyeol memanfaatkan hari liburnya dengan beristirahat dirumah. Setelah melakukan pekerjaannya sebagai pengantar koran subuh tadi, Chanyeol kembali menjatuhkan tubuh ke kasur untuk melanjutkan tidur. Staminanya memang kuat, tapi tetap saja ia juga bisa merasakan lelah.
Terlebih mimpi buruk itu menjadi lebih sering datang akhir-akhir ini. Waktu tidur Chanyeol benar-benar terganggu karenanya. Hal tersebut disebabkan karena wajah Oh Sehun yang mengingatkannya pada sosok sang sahabat. Memang, selama ini, ia sudah bertemu banyak orang dengan wajah yang mirip dengan wajah sahabatnya, tapi wajah Oh Sehun sungguh mempengaruhinya.
Oleh sebab itulah Chanyeol enggan menemui bosnya tersebut pagi ini seperti yang sudah diperintahkan. Meski Chanyeol khawatir akan di pecat, tapi biarlah hal itu ia pikirkan nanti setelah lelahnya hilang.
Rasanya baru sebentar Chanyeol memejamkan mata, tapi suara pintu yang di ketuk secara brutal berhasil membuatnya gagal terlelap. Chanyeol mencoba mengabaikannya dengan membungkus kepalanya menggunakan selimut tipis miliknya. Namun suara ketukan yang semakin keras membuatnya frustasi bukan kepalang.
KAMU SEDANG MEMBACA
On Rainy Days
FanfictionDi hari hujan ia menyaksikan kematian sang sahabat. Dan dihari hujan pula ia melihat raut wajah familiar yang tak pernah ia lupakan. Wajah yang terus mengingatkannya akan masa lalu yang kelam. Melukai hatinya dengan penyesalan setiap kenangan buruk...