Bab-7

10.4K 722 30
                                    

Vote Sebelum Membaca!!

***

Weekend adalah hari yang paling ditunggu para pelajar maupun para pekerja kantoran.

Setelah kegiatan menguras tenaga dan pikirannya selama seminggu, Mereka menggunakan weekend itu sebaik mungkin untuk melepaskan rasa penat.

Seperti ada yang beristirahat diam dirumah selama seharian, ada juga yang memanfaatkan hari itu untuk bersenang-senang sebagai melepas penat.

Beda hal dengan Nindy yang sekarang sedang mencari pekerjaan untuk membayar SPP uang sekolah.

Sudah dari jam 08:00 pagi ia berkeliling kesana-kemari untuk mencari pekerjaan sampai siang pukul jam 13:00 belum dapat. Karena tidak ada yang mau menerima dirinya yang statusnya masih sebagai pelajar. Berkerja yang hanya bisa pada sore hari sampai malam hari saja.

"Harus kemana lagi, gue capek hiks," ujar Nindy yang sedang duduk di trotoar jalan lumayan sepi. Ia tak perduli walaupun bajunya kotor atau dikira gembel. Karena kakinya bener-benar sakit akibat jalan kaki kesana kemari dari pagi.

Menyeka keringat di dahinya yang cukup banyak akibat panasan. Nindy lantas memegang perutnya yang baru saja berbunyi.

"Memang sepertinya gue gak ditakdirkan untuk bahagia," gumamnya tersenyum kecut meratapi nasibnya.

Bangkit dari duduknya, kemudian Nindy menepuk-nepuk bajunya yang lumayan kotor.

Brum berumm brummm

Suara deruan motor mengalihkan atensi Nindy yang tadi sedang membersihkan bajunya.

Ia Mengernyit heran kepada pengendera motor yang berhenti tepat di depannya ini. Masalahnya ia berhenti tapi tidak mematikan mesin motornya, dia malah mengegas beberapa kali motornya sehingga menimbulkan suara deruan nyaring. Bahkan knalpot nya sampai mengeluarkan asap.

Nindy yang kesal pun langsung menghampiri pengendara motor tersebut.

"Woy kalau mau main-main jangan di sini" ucap Nindy berkecak pinggang

"SUARA MOTOR LO, BIKIN GENDANG TELINGA GUE RUSAK!" teriaknya kala tadi sang pengendara tak merespon ucapannya.

Dan berhasil. Orang itu mematikan motornya dan tak lama membuka hlem nya.

"Lo ternyata gembel ya," ucap seorang laki-laki dengan wajah tengilnya, yang membuat mata Nindy melotot karena ia kenal dengan pemuda ini.

"Jamet sekolah!" cetus Nindy yang membuat laki-laki tersebut mendelikan matanya.

"Gue bukan Jamet ya sialan!" kesalnya

"Tapi gaya lo kaya Jamet," ujar Nindy santai

"Gaya gue itu keren bukan Jamet, dasar gembel!" sahut laki-laki itu. Nindy yang mendengar itupun hanya memutar bola matanya malas, ia akui pasti semua orang juga akan menganggap dirinya gembel, jika dia tadi duduk di trotoar seperti itu.

Malas debat dengan Jamet satu ini, Nindy pun memutuskan untuk pergi. Tapi belum sempat pergi tangannya malah lebih di cengkal dulu sama Jamet ini.

"Ck, lepasin Jamet" kesal Nindy

"Udah beberapa kali gue bilang kalau gue bukan Jamet!" balasnya kesal.

"Nama gue Mohan Zepray, ingat itu!" kata laki-laki tadi yang mengaku bernama Mohan

"Gue ngak nanya nama lo btw!"

"Terserah lah, gue tadi lihat lo kayak orang frustasi, karena sebagai teman sekolah yang baik cerita saja sama gue, siapa tau gue bisa bantu?" ujar Mohan dengan wajah yang mulai serius

Nindy menatap laki-laki didepannya ini dengan lekat, mengamati penampilan yang ternyata di sekolah maupun luar sekolah tetap kayak Jamet. Ia pun jadi bingung, apa orang kayak gini bisa membantu masalahnya?

Menghela nafas pelan.

"Gue lagi cari kerjaan tapi sampai sekarang belum ketemu!" ujar Nindy memutuskan memberi tau Mohan, siapa tau laki-laki itu bisa membantu dirinya.

"Cocok, pas banget sumpah, gue butuh orang buat bersih-bersih basecamp bos gue."

"Lo mau ngak? Tenang aja, tugas lo cuma bersihin basecamp seminggu cuma 3 kali," lanjutnya menatap antusias pada Nindy.

"Basecamp apa'an?" tanya Nindy was-was, ia takut jika yang ada dirinya malah terjebak dalam rombongan laki-laki berandalan. Apalagi yang menyarankan cowok Jamet di depannya ini.

"Geng motor, tapi tenang aja teman-teman gue di basecamp semuanya baik-baik kok, jadi gausah khawatir, karna Geng kita enggak kayak geng lainnya yang suka tawuran dan melakukan hal yang meresahkan orang-orang" jelas Mohan ketika melihat wajah takut Nindy.

Nindy yang mendengar itupun sedikit bernafas lega. Tapi apakah ia harus menerima pekerjaan itu? Jika tidak tapi dia sangat butuh uang. Dan kayaknya jika mencari pekerjaan lain pasti akan susah, belum tentu lagi ia akan menemukannya.

"Oke gue terima, tapi masalah gaji gimana?" tanya Nindy. Ia harus tau gajianya dulu berapa.

"Naik aja dulu sini, masalah itu nanti bos gue yang gaji, tapi tenang aja. Bos gue kaya jadi pasti gajinya gede" ujar Mohan yang di angguki Nindy.

"Oh ya sebelum itu nama lo siapa" lanjut Mohan.

"Nindy."

****************

Terlihat dua orang laki-laki yang berbeda usia sedang menatap datar satu sama lain,
Tidak biasanya kedua lelaki itu bisa duduk berhadapan seperti ini di ruang santai keluarga.

Ruang keluarga yang seharusnya memberi kesan hangat dan nyaman tentang sebuah anggota keluarga, kini tidak dengan yang satu ini. Ruang keluarga itu penuh aura suram dingin dan mencekam.

"Tumben biasanya walaupun weekend anda tetap sibuk mengurus pekerjaan anda dan tidak ada waktu untuk sekedar duduk santai di rumah seperti ini," cetus seorang pemuda yang tak lain Dewa menyindir ayahnya yang tumben berada di rumah. Karena biasanya ayahnya selalu sibuk walaupun weekend.

"Ayah juga kadang penat dan butuh untuk mengistirahatkan tubuh ayah ini son!" jawabnya menatap anak tampan nya itu.

"Cih"

Melihat anaknya menatap acuh dan berdecih sinis begitu Jayden merasa jika tidak bisa lagi untuk menggapai anaknya itu, karena ia rasa anak lelaki nya ini seperti memberi benteng tinggi terhadap dirinya agar tidak mendekat.

Tapi itu memang salah dirinya yang selalu sibuk mengurus pekerjaan. Bukan tanpa sebab dirinya begitu, karena dengan kesibukannya itu membuat dirinya sedikit melupakan kejadian masalalu. Kejadian yang mengakibatkan dirinya seperti kehilangan separuh nyawanya.

Tapi ia seolah melupakan jika kesibukannya itu membuat seorang anak yang masih membutuhkan sosok dari ayahnya itu terabaikan.

Ia menyesal dan berharap anak laki-lakinya itu suatu saat akan menerima kehadiran dirinya sebagai ayahnya lagi.

Bersambung.

Protagonist Girls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang