Happy Reading...
Mild pulang setelah cukup lama merusuh di apart Mew. Langit sudah menuju hitam, Mew meyiapkan makan malam.
Mew tak pandai memasak, terlebih kesehatan Gulf yang benar-benar drop, akhirnya Mew memesan beberapa makanan dari resto.
Sup hangat dan beberapa makanan lain sudah tersaji di meja makan. Mew sengaja menata seadanya agar Gulf tak perlu melakukan banyak hal.
"Gulf, kita makan dulu! Aku sudah beli sup untukmu." ajak Mew, sedikit berteriak dari pintu kamar.
Ah, ya. Pintu kamar Gulf jadi tak bisa ditutup sempurna setelah ulah Mew tadi pagi.
"Aku tidak lapar."
"Kalau kau tak suka sup, aku juga beli yang lain."
"Aku tidak lapar."
Mew kesal dan berjalan menuju kasur Gulf, berdiri di depan Gulf yang berbaring menyamping. "Kau harus makan, setidaknya lakukan itu agar kau tetap hidup!"
Mew membangunkan Gulf secara paksa hingga Gulf terduduk. "Aku tahu kau sakit hati, mungkin kau juga putus asa. Tapi coba lihat sekitarmu, masih ada Mild. ... Dan aku." suaranya melemah di akhir kalimat.
Mew ingin berjasa untuk Gulf dan sepertinya sudah, kan? Bagaimana dengan penyelamatan saat di sekolah? Ajakan tinggal bersama? Antar jemput sekolah dan kerja?
Gulf yang menunduk lesu sedikit mengangkat kepala, ia menatap wajah Mew yang seperti marah namun juga khawatir.
"Kenapa kau hanya melihatku? Aku mengajakmu makan ..."
Tak selesai, Gulf keburu bangkit berdiri dan langsung memeluk Mew. Gulf mendekap seseorang di depannya seakan ia hanya punya satu manusia yang bersedia berada di dekatnya.
Gulf mulai terisak lagi, "Hei! Kenapa malah menangis lagi?"
Bukan menjawab, tangis Gulf malah semakin kencang. Mew tak tahu harus berbuat apa dalam situasi seperti ini.
Tangannya yang lurus ke bawah, kini bergerak naik ke punggung Gulf, mengusapnya perlahan.
Satu lagi, ia gunakan untuk mendorong tubuh Gulf, sekedar berjarak agar ia bisa melihat wajahnya. "Apa aku keterlaluan?"
Gulf menggeleng.
"Kau mau makan sekarang?"
Gulf menggeleng lagi.
Kedua tangan Mew kini berada di pundak Gulf, "Oke, kau mau apa?"
"Bisakah kau hanya menemaniku saja?"
"Hm?"
Suara Gulf terlalu parau karena kondisinya yang cukup buruk.
"Temani aku saja di sini."
"Oh, baiklah."
Mew menarik Gulf agar duduk di sisi kasur, kemudian memposisikan dirinya sendiri.
Gulf semula hanya diam menatap ubin, sesekali air matanya mengalir tak tertahan.
Saat Mew akan protes karena hanya duduk diam dan mulai merasa bosan, Gulf bicara.
"Saat itu kepala beruangku jatuh dan dia mengambilnya. Dia tak merasa kasihan padaku, malah memberiku semangat."
"Aku memberinya minuman dan catatan kecil setiap hari sampai pernah berakhir di tempat sampah."
"Aku membuatkannya bekal hanya untuk menikmati lebih banyak waktu bersama."
"Sia-sia..."
Gulf terus bicara dengan berusaha menahan desakan di dadanya, ia ingin teriak dan meraung emosi, menangis mengutuk takdirnya namun tak bisa, dan Mew masih mendengarkan.