19. Gundah

979 113 3
                                    

"Hemm enak banget sumpah."
Aran makan dengan lahapnya seperti tak ada hari esok. Setelah dari rumah Gino tadi, Aran mengajak Zeeco makan di kedai sate langganannya. Sekalian mau cerita-cerita katanya. "Hmm benar." Berbeda dengan Zeeco yang memakan satenya dengan anteng, kalem, ganteng pula duh.

"Jadi Zee, elu udah suka Chika dari pertama kali ketemu?" tanya Aran disela-sela makan mereka.

"Awalnya sih masih ragu ya, tapi seiring berjalannya waktu gua jadi yakin kalau beneran suka sama kak Chika."

"Apasih yang elu suka dari Chika?"

"Emm, dia cantik, baik, perhatian, penyayang, lembut-" Aran seketika memotong omongannya Zeeco,
"Lembut? mana ada Chika lembut."

"Ada! dia kalau sama gua lembut, terus dia pengertian juga dan-"

"Besar." Lagi-lagi Aran memotong omongan Zeeco.

"Ha? Besar? kok besar? apanya yang besar?" Zeeco bingung dengan perkataan Aran. "M-maksudnya itu Chika punya ambisi dan tekad yang besar, kalau seandainya dia pengen suatu hal dia bakalan ngejar itu sampai dapet."

"Oh jadi gitu, gua baru tau."

"Nahkan elu dapet tambahan informasi lagi tentang Chika, makanya soal informasi lo banyakin tanya-tanya ke gua deh, karna tanpa lo tau gua itu yang paling deket diantara temen-temen yang lain."

"Jadi lo deket ama kak Chika?"

"He'em bisa dikatakan bestielah, jadi kalau elu mau nyari tau tanya ke gua, tapi gini-gini gua juga ada yang belum tau tentang dia sih, tapi tenang gua bakalan tetep nyari tau buat bantu elu," ungkap Aran.

"Makasih bang," ucap Zeeco.

"Iya tapi ada syaratnya."
Senyum miring terbit diujung bibir Aran.

"Syarat?"

"Iya, syaratnya elu harus nraktir makan gua kalau mau tau informasi lanjutan," kata Aran lalu memasukkan daging ke dalam mulutnya. "Kok gitu?" tanya Zeeco.

"Ya swerah elu, pwilihwan ada dielu swendiri," Aran menjawab dengan mulut yang terisi penuh.

Huft~

Zeeco menghela napas pelan. "Oke gua setuju, tapi lo beneran harus ngasih informasi ya."

"Gwampang itu. Kalau gini kan sama-sama enak, win-win solution." Aran tersenyum senang karna dia bakalan sering ditraktir Zeeco. Mereka melanjutkan makan sampai habis. Aram meminum habis minumannya lalu bersendawa. "Zee bayar."

"Kok gua yang bayar?" Heran Zeeco.

"Eits! elu lupa kesepakatan kita tadi? elu udah dapet informasi tentang Chika kan yang punya ambisi dan tekad besar? jadi sekarang bayar."
Aran dengan tak ada akhlaknya meninggalkan Zeeco di kedai. Dia berjalan ke motor dan menunggu Zeeco di sana.

Baru juga pertama, gimana kedepannya nanti bisa-bisa misquen gua, huft...oke tak apa demi kak Chika. Batin Zeeco.

Akhirnya dengan lapang dada Zeeco membayar apa saja yang dia dan Aran makan. "Habis ini harus ngrayu daddy nih," pikirnya sambil melihat uang didompet yang menipis. Zeeco menghampiri Aran yang duduk di atas motornya sambil memainkan hp.

"Udah? anterin gua pulang," pinta Aran, karena dia tak ada motor. Zeeco mengangguk mengiyakan permintaan Aran.

***

Hari demi hari informasi-informasi tentang Chika mulai terkumpul. Mulai dari tempat yang dia sukai. Apa yang sering dia lakukan dan hal-hal lainnya lah. Hal itu membuat Zeeco senang dan menumbuhkan rasa ingin semakin cepat menjadikan Chika kekasihnya. Zeeco sekarang sedang merenung di taman belakang sekolah.
Dia berpikir apa dia akan tetap mulai mengutarakan perasaanya pada Chika pada saat selesai Ujian atau secepatnya yang otomatis sebelum ujian terlaksana.

Dor!

"Aaaa!" Teriak Zeeco terkejut. Sang pelaku tertawa sampai ngik ngik karna berhasil membuat Zeeco terkejut.

"Bang Gino, jantungan nih gua," keluh Zeeco kesal.

"Maaf maaf," ucap Gino saat tawanya mulai reda. "Lagian elu, gue cariin kemana-mana malahan nglamun sendirian di sini. Kesambet hantu ati-ati lu," lanjut Gino.

"Heh, jangan ngomongin hantu, nanti kalau dianya nggak terima karna namanya disebut-sebut gimana?"

"Ya palingan kalau nanti hantunya muncul, elu yang gue jadiin tumbal terus guenya kabur nyelamatin diri," jawab Gino santai.

"Jahat banget," ucap Zeeco.

"Eh iya, gue nyariin elu karna mau ngomongin sesuatu," kata Gino mulai serius.

"Ngomongin apa?"

"Itu gue dapet informasi kalau si Chika akhir-akhir ini lagi deket ama cowo," ungkap Gino.

"Cowo siapa?" tanya Zeeco.

"Ya mana saya tau ko tanya saya."

"Lo dapet informasi dari siapa?" tanya Zeeco.

"Gua sempet pergi main ke rumah Chika, tapi dianya ga ada dirumah katanya Mamanya lagi pergi sama temennya dan temen nya itu cowo. Gua terus sering pergi ke rumah Chika, tapi tetep ga pernah nemuin karna lagi pergi," jelas Gino.

"Terus?"

"Terus kemarin Zee kemarin." Gino memegang kedua bahu Zeeco dan menggoyangkannya kedepan dan kebelakang. "Iya kemarin kenapa?"

"Kemarin gua liat dia lagi jalan ama cowo. Mereka pergi ke pasar malem. Gua semalem kebetulan juga lagi disana nemenin anaknya kakaknya emak gua. Dan gua liat mereka kayak mesra banget gitu," ungkap Gino.

"Lo liat muka si cowo nggak?" tanya Zeeco semakin penasaran.

"Nggak, si cowo pakai baju serba item terus pakai jaket, topi, terus masih pakai masker item juga. Dah kayak ninja aja si dia," jelas Gino lagi.

"Terus gimana bang, gimana kalau itu cowo yang disuka sama kak Chika?" pikir Zeeco takut.

"Ya gue juga bingung Zee, Chika itu kadang orangnya susah ditebak. Kadang bilang suka ini eh tiba-tiba berubah jadi suka ini. Ga nentu orangnya."

"Terus guanya harus gimana?Kalau ternyata itu cowo pacarnya kak Chika gimana?"

"Gue juga bingung Zee." Kini perasaan gundah melanda Zeeco. Dia bingung harus bagaimana sekarang.

Siapa cowo itu? Apa itu kekasih Chika atau hanya sekedar teman?

Tapi jika diingat-ingat. Dia dan Chika khir-akhir ini jarang berkomunikasi dan jarang juga pergi bersama. Pulang pun Chika dijemput dan terkadang juga pulang bersama temannya karna ada tugas yang harus dikerjakan.

Apa itu hanya alibi Chika supaya ia bisa bertemu dengan cowo yang Gino ceritakan?

"Emm Zee, gimana kalau elu mending sesegera mungkin ungkapin perasaan elu ke Chika," saran Gino.

"Maksudnya?"

"Kan target elu katanya mau nembak Chika nanti pas abis ujian kenaikan nantikan? nah, tapi karna ini darurat elu mending cepet-cepet ungkapin aja deh. Takut Chikanya malahan diembat orang lain. Terus nanti kalau urusan ditolak ataupun diterima biarlah urusan nanti. Yang penting elu udah ungkapin perasaan elu," jelas Gino.

"Gua takut."

"Elu mah takut mulu, kalau takut terus elu bakalan tetep stuck di sini kagak ada kemajuan, terus Chikanya juga ga bakalan tau. Mau gua yang bantu bilangin ke Chika kalau lo suka, tapi Chika ga bakal percaya kalau bukan elu sendiri yang ngomong ke dia langsung." Zeeco terdiam memikirkan omongan Gino. Dia benar-benar bingung sekarang.
Apa dia harus bertindak lebih cepat sekarang?

"Mending elu pikirin dulu bener-bener Zee, tapi juga jangan terlalu dibawa serius dulu, takut-takut elunya nggak kuat malahan jadi gila."

"Kenapa jadi gila dah," kesal Zeeco.

"Yakan takut aja. Udahlah gua pergi dulu ya mau makan laper, keburu masuk nanti." Gino beranjak meninggalkan Zeeco sendiri yang masih gundah memikirkan apa yang harus dia lakukan setelah ini? Apa dia harus mengikuti perkataan Gino?



















Maraton nih keknya.

Dah gitu aja maap buat typo.

ZEECO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang