13. Serupa tapi Tak Sama

2.7K 264 43
                                    

Sepulang bekerja, pukul tujuh, Argadana mengajak seluruh anggota keluarga makan bersama dengan kolega bisnisnya. Suasana makan malam kala itu penuh dengan tawa, obrolan, dan aroma lezat dari hidangan yang disajikan di meja panjang restoran elegan.

Argadana, si pemilik utama perusahaan, duduk dengan gagah di ujung meja. Bercerita penuh wibawa tentang proyek-proyek terbaru yang sedang ia garap. Sementara istrinya, Gita, si wanita cerdas pemilik senyum hangat, tampak bercakap-cakap santai dengan istri kolega bisnis tentang kegiatan amal yang sedang ia rintis.

Elang juga ada di sana. Ikut bercerita tengah mengejar gelar tekniknya. Berbincang pada putra putri kerabat sang ayah yang ternyata juga memiliki minat dalam bidang yang sama. Mereka terlihat saling bertukar cerita. Terutama tentang kegiatan-kegiatan kuliah dan teknologi yang sedang marak dibicarakan.

Daffa pula berdiskusi tentang hobi basket dengan dua anak seumurannya. Senyum lebar tak kunjung memudar saat bercerita tentang latihan terbaru timnya dan rencana turnamen mendatang. Haris juga turut menjadi topik obrolan atas pencapaiannya. Anak itu menuai banyak pujian.

Sementara Daffi yang baru pulih dari operasi, terlihat banyak diam. Anak itu lebih memilih mendengarkan daripada ikut larut dalam obrolan. Rasa kepercayaan diri yang terkikis sejak di sekolah semakin habis sebab pertemuan formal ini. Daffi merasa menjadi satu-satunya orang yang tidak memiliki keistimewaan di sana.

Selama makan malam berlangsung, terdengar campuran percakapan serius tentang bisnis, tawa ceria, dan sentuhan hangat dalam dialog yang tercipta. Setiap anggota keluarga Argadana berlomba-lomba menampilkan sisi terbaik dari diri mereka. Seolah menjaga kesan positif keluarga.

Setelah makan malam selesai, mereka pun pulang dengan suasana hati bahagia. Membawa kenangan manis dari malam yang baru saja tercipta. Di dalam mobil, mereka saling berbagi impresi, sambil merencanakan waktu lainnya untuk bertemu dan bersenang-senang kembali.

Terkecuali Daffi.

Remaja kurus semampai yang tampak tampan dengan setelan casual serba hitamnya itu setia bungkam. Menghiraukan ramai yang saudara-saudaranya ciptakan. Bahkan setelah kendaraan yang membawa mereka sampai di rumah pun, Daffi masih enggan buka suara.

Atas permintaan Argadana, kini keluarga yang kerap dijuluki keluarga cemara itu sudah kumpul di ruang keluarga. Berniat bersantai sebelum menjemput waktu istirahat.

"Haris? Kamu beneran lolos tes olimpiade sains?"

Suara berat si kepala keluarga membuat perhatian semua orang tertuju pada anak yang disapa. Haris terlihat gugup, menggaruk leher sembari tersenyum malu.

"Iya, Om. Diajak Daffa kemarin."

"Ya ampun, Tante bangga banget sama kamu, Nak. Kita harus kabarin papa sama mama kamu buat kasih kabar bahagia ini," ujar Gita semangat. Ia yang kebetulan duduk di sebelah Haris mengusap-usap bahu anak itu penuh kasih sayang.

"Nggak perlu, Tan. Mereka nggak akan peduli."

Ucapan Haris barusan membuat orang-orang di sana tertegun. Terutama wanita di sampingnya yang memang memiliki hati lembut.

"Nggak peduli apapun respon mereka. Yang terpenting kamu udah ngelakuin yang terbaik!"

"Iya, Tante. Ini semua juga berkat keluarga di sini yang udah support Haris buat berubah jadi lebih baik."

NiskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang