'Disclaimer part ini mengandung adegan yang tidak cocok untuk pembaca di bawah umur. Terdapat adegan sensitif yang bisa merusak pikiran. Bijak lah dalam membaca, karena setiap adegan yang dibuat semata-mata hanya untuk penambah konflik. Tidak ada unsur yang menyimpang. Semoga maksud dan tujuannya bisa sampai dengan baik di hati kalian semua.'
— N I S K A L A —
Daffa dan Haris berdiri di ambang arena, menahan napas sejenak sebelum kembali membuka langkah. Suara alas sepatu yang memantul di lantai kayu sekilas menepis gundah. Sementara dari arah tribun, sorak sorai penonton semakin terdengar memekakkan telinga. Keduanya sama-sama merasakan ketegangan yang luar biasa.
Dalam hitungan menit, momen pertandingan yang dinanti-nanti akan segera tiba.
Dengan langkah mantap, Daffa, Haris beserta tim inti yang lain mulai memasuki area pertandingan. Sorak sorai histeris penonton langsung terdengar bersahutan, menciptakan gelombang semangat di sekeliling mereka. Tim pandu pun tak mau kalah. Ikut menyapa dengan senyuman dan aplaus hangat. Memberi suntikan semangat sebelum pertandingan benar-benar dimulai. Mata mereka berkilauan, memancarkan asah tak terbantahkan. Masing-masing anggota saling tatap, seolah siap mengukir kisah seru selama beberapa menit ke depan.
"GARUDA JAYA!"
"SIAPA KITA?"
"GARUDA JAYA!"
Gema teriakan tim pemandu membuat Daffa tersenyum hambar. Ini adalah kali pertama Daffa bermain tanpa sang kembaran. Biasanya, di saat-saat begini, ia dan Daffi sudah saling rangkul. Menepis rasa gugup dengan cara saling menguatkan. Namun, kali ini berbeda. Rasanya begitu hampa ketika berada di tengah arena tanpa ada Daffi di sisinya.
"Daffa! Daffa! Daffa!"
Daffa menoleh ke arah tribun sisi barat, mengumbar senyum seraya membungkuk kecil. Sontak pekikan histeris terdengar. Daffa yakin, cewek-cewek itu adalah penggemar berat Daffi yang selalu setia menonton mereka di mana saja. Ah, Daffa jadi teringat akan ucapannya tadi pagi dengan Daffi.
Sejenak, Daffa edarkan pandang ke seluruh penjuru stadion. Ternyata seluruh pendukung Garuda Jaya sudah duduk rapi menggunakan kaus hitam di sisi barat. Senyumnya semakin merekah kala melihat ada mami juga di sana. Melambaikan tangan sambil melakukan lompatan-lompatan kecil. Ah, wanita itu memang selalu begitu.
Namun, tunggu dulu.
Dimana Daffi?
Untuk memastikan, Daffa coba menyipitkan mata. Mengabsen satu persatu orang-orang yang berjejer di sekitar mami. Ada papi, mas Elang dan Mas Gio saja di sana. Lalu, dimana Daffi? Apa anak itu tidak ikut? Mengapa?
Daffa sedikit mengeluarkan debas kecewa. Padahal ia berharap betul Daffi ikut serta. Tak perlu bersusah payah memekikkan kata semangat, cukup dengan melihatnya ada saja, Daffa sudah bahagia.
"Fa, ayo, Fa."
Tepukan di punggung membuat Daffa terpaksa kembali pada euforia. Meski ia tahu, ini tidak akan semenyenangkan biasanya.
"Siap?" Haris mengabsen satu persatu wajah tiap-tiap anggota. Mereka sudah membentuk lingkaran, saling manautkan tangan. "Fokus, atur pernapasan, jangan gegabah," ujarnya kemudian.
"Siap, kapten!"
"Fa, lagi mikirin sesuatu?"
Daffa sedikit tersentak saat Haris tiba-tiba menegurnya. "Enggak, aman."
"Fokus, Fa. Gue denger sekolah lawan kali ini cukup populer di kalangan sekolah menengah karena potensinya. Jangan sampe mereka ambil kelemahan kita."
"Siap, mengerti, Kapten," jawab Daffa mantap. Meski hatinya sudah kehilangan semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Niskala
Ficção Adolescente#Sicklit #TeenFiction #AJ #JJ ⚠️Jangan dibaca. Cerita ini banyak lukanya.⚠️ Kata Daffa, Daffi itu Niskala. Kokoh, kuat dan perkasa. Meski nyatanya, Daffi hanya manusia biasa yang rentan terluka. Most Impressive Ranking: 🏅1 in •Sicklit• [31/12/2023]...