Lalisa POV
Sambil menunggu minumanku dihidangkan aku dibuat terkejut oleh situasi di bar ini. Mendadak semua lampu mati dan menggelap. Lalu diarah panggung Cahaya merah pun menyala, dengan kabut asap yang harum yang mereka semburkan.
Ada sebuah tiang ditengah panggung itu, lalu berjalanlah seorang wanita berambut panjang sepinggang. Ia membawa sebuah kipas ditangannya, menutupi wajahnya dengan kipas, hanya sorot matanya yang tajam ia perlihatkan. Penuh penasaran dan tanda tanya.
Kebetulan Meja bar berada dekat dengan panggung, seketika perhatianku teralihkan setelah melihat sesosok itu naik keatas panggung. Ia mengenakan Kimono berwarna merah, Rambutya tergerai bebas begitu saja. Satu hal yang aku sadari, gadis itu punya mata yang sungguh atraktif.
Jemarinya dengan gemulai menyentuh tiang besi yang tertancap ditengah panggung. Ia membelai tiang itu seolah benda besi itu adalah dagu seorang pria yang siap ia taklukan. Lalu setelahnya jarinya yang lentik itu mulai menarik tali ikat kimono yang berada di pinggangnya.
Slussshh... Kimono berwarna merah itu lemah tak berdaya, jatuh pasrah keatas panggung tanpa Ikhlas meninggalkan tubuh yang dibalutnya. Semua orang bersorak ria, terutama kaum adam, mereka menggila. Setelah melihat tubuh seorang wanita yang benar benar seksi.
Proporsi badannya sempurna. Kedua dadanya itu seperti mangkuk nasi keramik yang mulus, bulat dan kokoh. Pinggulnya seperti lekukan buah Peach yang indah, bulat, berisi dan naik. Perutnya datar, terlihat pula bentuknya.
Dihadapanku dia mulai meliuk liuk, masih menutupi wajahnya dengan kipas itu. Ia mempermainkan rasa penasaran yang sungguh besar. Membuat semua orang tak sabar untuk melihat betapa indahnya wajahnya itu.
Ia naik keatas tiang itu, bergantungan dengan seksi dan erotis, gerakan yang teramat sakit ketika ia mulai menari dengan tiangnya. Para pria menggila, mereka memuja wanita itu. Dia sungguh penampil yang berbakat. Gerakannya tak erotis, tetapi dia lah erotis itu.
Banyak pria yang melemparinya dengan segepok uang keatas panggung. Tak sedikit yang ingin membelinya dengan uang, untuk menikmati tubuh itu, agar gadis itu menyingkirka kipas tradisonal yang terus menutupi wajahnya.
Namun ia tak hirau, ia tak ingin di beli. Ia hanya fokus untuk menunjukkan seni. Ia adalah penampil yang berbakat, diatas panggung itu aku tidak melihat seorang penari erotis, Melainkan aku sedang melihat seorang penari yang memamerkan kepiawaiannya.
Selama 30 menit ia menari. Selama itu pula aku terpukau. Aku bukanlah tipikal orang yang menyukai tontonan seperti ini. Tetapi aku terpukau karena kepiawaian dan Bakat yang dimiliki oleh gadis itu. Tak terasa pipiku pun terasa panas setelah menyaksikan penampilannya. Sampai usai ia tampil aku mendapati diriku tak berkedip.
Hingga aku tak sadar Bar Tender telah selesai membuatkan minuman yang aku pesan. "Nona ? Ini jus jeruk pesanan aja" Ucapnya.
"Oh terimakasih" Aku pun memberinya tip atas minuman yang telah aku pesan. Lalu aku meminum Jus yang baru saja datang itu, sembari aku melihat si Penari tadi kembali kebelakang panggung. Sayang sekali, penampilannya telah usai. Karena ia, aku sempat lengah sejenak dan malah lupa akan alasanku datangku kemari.
Aku pun turun dari kursiku, berniat untuk naik kelantai dua dan mencari tau lebih jauh soal seluk beluk bar ini. Aku ingin tahu apa saja yang mereka jual disini dan apa saja yang mereka hidangkan dan lakukan. Ada sebuah anak tangga menuju lantai dua bar.
Tangganya tak begitu berliku apalagi jauh, Namun aku heran, mengapa dadaku terasa sangat bergemuruh dan dadaku berdebar debar. Tubuhku terasa aneh, setiap langkah yang aku lalui sungguh mendebar debarkan.
Kupikir bar ini kecil, ternyata tidak. Sekatnya pun banyak dan membingungkan. Ada lusinan pintu pada Lorong di lantai dua. Dan masing masing banyak memiliki keanehan. Lorong pertama yang aku lalui, adalah bagian Karaoke. Bedanya, orang orang yang berkaraoke di setiap ruangan bertelanjang dan ditemani oleh Caraoke Lady yang tidak berpakaian sehelai benangpun. Dan para tamu bebas ingin melakukan apa dan menyentuh bagian mana yang mereka mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Lili of the Valley (TAMAT)
RomantizmSeseorang yang berjuang melawan traumanya atas pelecehan yang ia rasakan dimasa kecil, hingga ia saat ini berprofesi sebagai seorang Dokter. Lalisa Manoban, adalah seorang dokter jiwa dirumah sakit Seoul. Namun, suatu ketika ia mendapatkan seorang p...