Terkadang, Lisa berpikir tentang bagaimana anak-anak digereja sangat pandai berbicara. Mereka sangat dewasa dan tidak seperti anak kecil yang harusnya menangis dan bermain. Namun, dia sadar bahwa dia tinggal digereja. Anak-anak harus bekerja untuk hidup, mendewasakan diri mereka sebelum waktunya. Ini sebabnya para suster dan pendeta tidak pernah mempertanyaan bagaimana Lisa bertindak 'dewasa' sebelum waktunya. Mengingat itu, Lisa merasa sedih karena tidak memiliki kekuatan apapun untuk mengubah hal ini.
Menjadi kecil menyenangkan, namun Lisa menyukai dirinya yang tumbuh besar. Dua belas tahun telah berlalu semenjak dia ditunjuk menjadi saintess, kini dia telah menginjak usia tujuh belas tahun. Meskipun tingginya tidak bisa menyamai tinggi Januar, dia senang akhirnya tumbuh besar. Kini kakinya tidak lagi pendek, dia mampu berjalan cepat dan menjadi lebih ahli dalam melarikan diri.
Tidak ada pengalaman berarti selama dua belas tahun kebelakang. Dia hanya lebih sering dimarahi oleh suster Jennah dan Uskup Agung karena menjadi saintess yang pemalas.
Masalahnya, keluarga kerajaan memanggil utusan gereja ke istana sehingga Lisa tidak bisa melarikan diri untuk bermalas-malasan. Dia harus memberikan berkat pada pewaris tahta.
Lisa menghabiskan beberapa menit berikutnya didandani oleh Roseanne yang telah menjadi suster. Dia memakainkan Lisa jubah yang paling indah namun sangat berat dan Roseanne juga merapikan rambutnya menjadi kepangan yang rapi. Lisa tidak pernah gugup, dia mengantuk.
Suster Jennah dan Uskup Agung telah melatihnya selama berminggu-minggu tentang protokol dan etiket yang tepat untuk menyapa bangsawan, dan Lisa dapat merasakan tatapan tajam mereka menusuk punggungnya saat dia berjalan menuju ruang singgasana.
Saat masuk, Lisa segera melihat pangeran dan putri muda, yang mengenakan jubah emas yang rumit, berdiri dengan penuh perhatian di kaki singgasana. Lisa menarik napas dalam-dalam dan perlahan-lahan berjalan ke arah ahli waris kerajaan, mempersembahkan sekeranjang buah-buahan dan membungkuk hormat. Sang putri memberikan senyuman hangat, tetapi sang pangeran memberikannya senyuman miring mengarah ke mesum.
Lisa mengerut, seharusnya ada tiga, mengapa hanya dua?
Dia dengan cepat menjernihkan pikirannya dan mulai mengucapkan ritual pemberkatan, merasakan kata-kata mengalir dengan mudah dari bibirnya. Saat dia selesai, dia dapat merasakan kekuatan energi ilahi yang melonjak di sekelilingnya, membentuk realitas itu sendiri sesuai dengan hukum kuno.
Tiba-tiba, kilatan cahaya membutakan Lisa untuk sesaat, dan dia mendapati dirinya berdiri di sebuah ruangan yang didekorasi dengan mewah, dikelilingi oleh permadani berornamen dan kursi empuk. Dia melihat sekelilingnya, dan menyadari bahwa dia tidak lagi berada di ruang singgasana. Detak jantungnya meningkat saat dia dengan panik bertanya-tanya apa yang telah terjadi; apakah dia pingsan dan terbawa ke suatu tempat? Kemudian dia mendengar suara di belakangnya:
"Tenanglah, saintess, kau telah melakukannya dengan baik."
Lisa menoleh dan mendapati seseorang berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan ekspresi mencurigakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Thread: The Sinner
FanfictionSaat berusia 5 tahun, Lisa bermimpi tentang kematian tragisnya di depan umum, sebuah takdir yang tanpa henti menghantuinya. Meskipun berusaha mengabaikan mimpi tersebut, Lisa malah dihantui oleh serangkaian mimpi lain yang semakin nyata. Seperti pet...