16: Master of Masters

117 26 16
                                    

Victory dan pasukannya yang tersisa bergerak cepat menuju Egralon, meski kelelahan telah merayap di setiap langkah mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Victory dan pasukannya yang tersisa bergerak cepat menuju Egralon, meski kelelahan telah merayap di setiap langkah mereka. Mereka baru saja bertarung tanpa henti di perbatasan, melawan binatang-binatang iblis yang tampaknya tak ada habisnya. Banyak dari mereka yang terluka parah, darah menetes dari pelindung mereka yang kini penuh retakan dan noda, namun semangat pantang menyerah membuat mereka tetap tegak berdiri. Victory, berada di barisan depan, wajahnya penuh tekad meskipun jubahnya robek dan darah membasahi perisainya.

Victory berdiri di tengah kekacauan, tubuhnya terasa semakin berat seiring dengan napas yang tersengal-sengal. Di hadapannya, api merah yang tak pernah padam terus melahap kota yang dulunya indah dan damai. Egralon, kota salju abadi, kini berubah menjadi neraka di bawah kuasa Belzeebub. Victory merasakan rasa sesak yang jauh lebih dalam dari sekadar lelahnya tubuh—ini adalah rasa kehilangan yang menghancurkan.

Dulu, Egralon dikenal sebagai permata dunia utara. Salju yang turun sepanjang tahun melapisi setiap sudutnya dengan lapisan putih bersih, memberikan kesan abadi dan damai. Benteng-benteng batu esnya yang kuat, dengan ukiran detail dari zaman kuno, adalah simbol ketangguhan dan kecemerlangan. Tapi kini, salju itu tak lebih dari uap yang hilang di tengah panasnya neraka yang melahap kota. Salju yang selama ini melindungi Egralon telah menyerah pada api yang begitu kuat—api yang dibawa oleh iblis Belzeebub.

Victory berdiri tegak, meski dengan tubuh yang nyaris roboh. Matanya memandang jauh ke arah reruntuhan Egralon, tempat api berkobar tanpa ampun. Setiap rumah, setiap menara, setiap jalan yang dia kenal, yang pernah dihuni oleh teman-teman, keluarga, dan rakyatnya, kini tidak lebih dari abu dan api yang mengamuk.

Victory mengeraskan rahangnya, memaksa dirinya tetap fokus. Dia tahu betapa genting situasinya—api Belzeebub tidak bisa dimatikan dengan cara biasa. Hanya satu cara yang tersisa, dan itu adalah dengan menggunakan jimat Flamebane, jimat yang sebelumnya disarankan oleh Lisa. Lisa telah meyakinkannya untuk menyimpan jimat itu, mengatakan bahwa suatu hari ia akan membutuhkannya. Dan hari itu telah tiba.

"Sial, mereka tidak memberi kita waktu untuk istirahat," Victory bergumam, matanya menyipit melihat kobaran api yang makin membesar.

Di sisi lain, dia bisa melihat Pahlawan bertarung sendirian melawan Belzeebub, sosok iblis raksasa yang menguasai api neraka itu. Namun di sekitarnya, monster-monster kecil yang dipanggil Belzeebub mulai menyebar, merusak kota dengan lebih ganas.

Victory menarik napas dalam, lalu berbalik menghadap pasukannya yang tersisa. Mata mereka kosong, namun ada sedikit kilatan harapan saat mereka melihat ke arah pemimpin mereka. "Kita tidak punya banyak waktu," suara Victory lantang, penuh dengan otoritas dan kekuatan yang menggetarkan. "Kita harus memadamkan api ini sebelum seluruh Egralon hangus. Kalian tahu apa yang harus dilakukan. Gunakan Flamebane!"

Pasukannya mengangguk dengan tegas meskipun rasa lelah merundung tubuh mereka. Mereka tahu ini mungkin kesempatan terakhir untuk menyelamatkan kota. Jimat-jimat Flamebane yang diberikan kepada mereka mulai bersinar saat para prajurit menggenggamnya erat, siap memadamkan api neraka dengan kekuatan magis yang tersimpan di dalamnya.

Red Thread: The SinnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang