Lisa perlahan membuka matanya, mengerjap dalam kebingungan ketika mendapati dirinya dikelilingi oleh cahaya putih yang begitu terang, seakan ruangan ini tidak memiliki sudut gelap sama sekali. Rasanya seperti sebuah kamar, tetapi bukan kamar yang pernah ia kenali. Dinding, lantai, dan langit-langit semuanya memancarkan cahaya yang lembut dan tenang, berwarna putih murni tanpa cela, tanpa bayangan sedikit pun.Dengan tubuh yang masih terasa berat, Lisa berusaha duduk. Matanya tertuju pada sebuah jendela besar di sudut ruangan. Tanpa berpikir panjang, ia berdiri, melangkah mendekati jendela tersebut dengan rasa ingin tahu yang mendesak. Namun, yang dilihatnya di balik jendela membuat darahnya berdesir.
Di luar sana, waktu seakan terhenti. Miguel masih berada di sana, melawan Belzeebub dengan ekspresi penuh tekad, tapi tidak bergerak, seolah ia dan Belzebub adalah patung hidup yang terjebak dalam api abadi. Api yang membakar seluruh kota Egralon membeku di udara, menciptakan pemandangan yang tak bisa dijelaskan oleh kata-kata. Suatu kehancuran indah yang tampak mengerikan dan tidak nyata.
Lisa menghela napas panjang, merasa ketidaknyamanan menjalar dari ujung jari hingga ke hatinya. "Ini... apa yang terjadi?" gumamnya pada dirinya sendiri, perasaan bingung bercampur ketakutan menyelimuti pikirannya. Dia tidak pernah melihat yang seperti ini dalam kehidupan-kehidupannya sebelumnya.
Dalam 99 siklus kehidupan yang ia jalani, tak satu pun yang membawanya ke tempat seperti ini.
"Apakah aku... mati?" tanyanya dengan sedikit senyum, mencoba memahami dengan mencubit tangannya namun terasa sakit.
Dia kecewa.
"Bajingan" gerutunya. Ruangan ini begitu hening, seolah menyerap setiap suara yang keluar dari bibirnya.
Lisa mencoba mengingat. Ingatan terakhirnya adalah... Kematian Pahlawan dan Saintess yang ingin membunuhnya.
Kengerian merambati pikirannya. Tempat ini, ruangan ini, terasa seperti sebuah penjara yang dibuat dari kedamaian yang memaksa, tanpa jalan keluar, tanpa suara, tanpa waktu yang bergerak.
Perlahan, Lisa menekan tangannya pada kaca jendela, merasakan permukaan dinginnya seolah mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini nyata. Napasnya tertahan, rasa dingin menjalar di telapak tangannya. Pikirannya terbang pada Miguel yang membeku di sana.
"Ini sangat aneh... ck! Apakah Dewa bajingan itu melakukan sesuatu yang aneh lagi?"
Detik demi detik berlalu, namun Lisa menyadari bahwa tak ada waktu di sini—ia tak tahu berapa lama ia berdiri di depan jendela, menyaksikan kehancuran yang tertahan di luar sana. Hatinya dipenuhi pertanyaan, ketakutan, dan rasa frustrasi. Mengapa sekarang, dari semua kehidupannya? Mengapa ia harus terjebak di tempat ini, terisolasi dari dunia?
Mendadak, seberkas cahaya lain muncul di dalam ruangan, kali ini lebih terang dan hangat. Cahaya itu bergerak perlahan, membentuk sosok yang samar-samar ia kenali. Lisa mundur sedikit, namun matanya tak bisa berpaling dari cahaya yang memancarkan aura penuh kedamaian dan kuasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Thread: The Sinner
FanfictionSaat berusia 5 tahun, Lisa bermimpi tentang kematian tragisnya di depan umum, sebuah takdir yang tanpa henti menghantuinya. Meskipun berusaha mengabaikan mimpi tersebut, Lisa malah dihantui oleh serangkaian mimpi lain yang semakin nyata. Seperti pet...