Perjalanan ke Egralon membutuhkan waktu satu minggu.
Satu minggu bukanlah waktu yang sebentar. Sebagai kesatria suci yang baru dilantik, Januar memiliki tanggung jawab pada tugas-tugasnya, termasuk latihan berpedang. Tentu saja dia tidak bisa bersantai dan melupakan latihannya.
Januar telah memegang pedang sejak umurnya lima tahun, namun dia merupakan orang yang tidak beruntung. Sejak kecil, yang bisa dia lakukan hanyalah mengayunkan pedang karena dia tidak memiliki seseorang yang dapat mengajarkannya.
Meskipun tidak memiliki pendidikan pertarungan pedang yang memadai, Januar memiliki bakat alami yang tidak dapat diajarkan. Ayunan pedangnya sangat anggun, namun cepat dan kuat. Dia telah menggunakan bakatnya yang luar biasa untuk mengatasi lawan yang tak terhitung jumlahnya selama menjadi peserta latihan, dan sekarang sebagai kesatria suci kerajaan, dia harus menggunakannya untuk menyelesaikan tugasnya, apa pun itu.
Dia merasakan otot-ototnya mengendur dan nafasnya semakin dalam, saat dia memasuki kondisi meditasi. Suara ranting yang patah tiba-tiba menariknya keluar dari pikirannya. Dia berputar, pedang siap sedia, untuk menemukan sosok dengan rambut permen dengan aura mengesankan berdiri dibelakangnya.
"Sir Javiar" dia memicing "Apa yang kau lakukan?"
Javiar mengangkat kedua tangannya keudara ketika pedang Januar berada di lehernya, dia tersenyum lebar "Santailah sedikit"
Januar menurunkan pedangnya dengan hati-hati, matanya tertuju pada Javiar. "Apa yang membawamu kemari?" tanyanya, masih dengan pedang yang siap sedia.
Javiar melangkah mendekat, aura kebesarannya masih terasa, namun tidak terlalu membebani. "Aku datang ke sini untuk menawarkan bantuan," katanya, senyumnya masih melekat di bibirnya.
Pria itu selalu menjadi sebuah teka-teki, dan Januar tidak pernah bisa membacanya.
"Bantuan seperti apa?" Januar bertanya, suaranya pelan dan penuh kehati-hatian.
Javiar tertawa kecil, tampak geli dengan ketidakpercayaan Januar. "Tenang, Januar." Dia berjalan mendekati kesatria yang lebih muda dan meletakkan tangannya di bahu Januar "Aku hanya ingin berbicara sebagai sesama kesatria."
Januar sempat ragu-ragu, tidak yakin apakah ia harus lengah di hadapan Sir Javiar. Namun, ada sesuatu tentang kehangatan yang tulus dalam suaranya yang membuatnya mempertimbangkan tawaran itu. Dengan sebuah anggukan, ia menyarungkan pedangnya dan memberi isyarat kepada Javiar untuk melanjutkan.
"Kalau begitu, bicaralah, Sir Javiar," kata Januar, suaranya masih dibumbui sedikit keraguan. "Kata-kata bijak apa yang kau punya untukku?"
Javiar terkekeh, dia mengabaikan nada Januar "Selama beberapa hari ini, aku telah mengamati latihanmu dan dapat aku melihat potensi besar di dalam dirimu," dia mulai "Kau baik, namun kau hanya berputar-putar pada gaya pedang biasa yang diketahui semua orang. Gerakanmu terlihat seperti professional, namun pengetahuanmu tentang teknik terlihat sangat amatir"
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Thread: The Sinner
FanfictionSaat berusia 5 tahun, Lisa bermimpi tentang kematian tragisnya di depan umum, sebuah takdir yang tanpa henti menghantuinya. Meskipun berusaha mengabaikan mimpi tersebut, Lisa malah dihantui oleh serangkaian mimpi lain yang semakin nyata. Seperti pet...