4 : The Good and The Evil

307 34 26
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Ketakutan mengepal di perutnya, tapi dia tidak bisa ragu. Dengan tekad yang baru, dia mempercepat langkahnya, mengikuti suara langkah kaki. Lorong itu tampak berkelok-kelok tanpa henti, seakan sengaja dirancang untuk membingungkan dan membuat bingung. Namun, Lisa terus maju, bertekad untuk tidak membiarkan rasa takut menguasainya. Langkah-langkah kaki itu semakin keras, ritmenya mantap dan terarah. Dia dapat merasakan dirinya semakin dekat dengan siapa pun yang ada di depan, antisipasinya bercampur dengan rasa khawatir.

Saat ia berbelok di tikungan lain, lorong itu terbuka ke sebuah ruangan yang lebih luas, bermandikan cahaya lembut dan halus. Sinar cahaya bulan yang pucat masuk melalui celah-celah di langit-langit, menerangi ruangan itu dengan keindahan dunia lain. Dan di sana, berdiri di tengah ruangan, ada sesosok tubuh yang diselimuti kegelapan.

Nafas Lisa tercekat di tenggorokannya, tidak yakin apakah ini teman atau musuh. Tapi dia tahu bahwa tetap bersembunyi di dalam bayang-bayang bukanlah sebuah pilihan.

Dia melangkah maju, suaranya bergetar namun penuh dengan tekad. "Siapa kau?" dia berseru, kata-katanya bergema di dalam ruangan yang luas itu.

Sosok itu menoleh ke arahnya, cahaya bulan memancarkan cahaya yang menakutkan di wajah mereka. Sosok itu adalah seorang pria dengan mata biru tajam yang memancarkan keteguhan dan keletihan. Dia melangkah mendekat, sedikit tanda pengenalan muncul di tatapannya.

"Aku ----," jawabnya, suaranya dicampur dengan rasa mendesak. "Aku telah melacakmu, Saintess. Kita tidak punya banyak waktu."

"Pahlawan?"

Tiba-tiba, suara gemuruh di kejauhan bergema melalui dinding, seperti erangan kota yang tertatih-tatih di tepi kehancuran. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, sebuah pengingat keras akan bahaya yang mengintai di atas. Partikel-partikel debu berjatuhan dari langit-langit, menambah suasana yang sudah menyesakkan. Lisa dan pahlawan saling bertukar pandang, mata mereka menyampaikan perpaduan antara urgensi dan tekad.

"Kita harus mencari jalan keluar, dan secepatnya," kata pahlawan, suaranya tegas.

Lisa mengangguk, jantungnya berdebar-debar di dadanya saat dia mengikuti langkah pahlawan. Labirin itu tampak semakin menyeramkan setiap saat, kedalamannya yang tersembunyi memperlihatkan jalan yang berliku-liku dan buntu. Namun tak satu pun dari mereka yang goyah. Dengan setiap langkah, ikatan mereka semakin kuat, didorong oleh tujuan bersama untuk bertahan hidup.

"Anomali harus dihapuskan. Bunuh saintess"

Saat kata-kata itu bergema di seluruh ruangan, Lisa dan pahlawan membeku, mata mereka membelalak kaget dan tidak percaya. Sebuah suara, dingin dan menyeramkan, meresap ke dalam udara, kebencian di baliknya terasa jelas. Pikiran Lisa berkecamuk, mencoba memahami wahyu itu. Bagaimana mungkin seseorang mengincarnya, mendorong kematiannya bahkan di tengah-tengah kekacauan?

Red Thread: The SinnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang