22

59 12 9
                                    

Sepasang kelopak mata terbuka dengan mengerjap pelan. Khisca menatap langit-langit kamar, mengamati ruangan yang dirasanya asing. Meski temaram, matanya perlahan dapat melihat benda-benda di sekitarnya, termasuk Icha yang masih memeluk anak bungsu Reiza itu.

Khisca melepaskan pelukan dari wanita yang baru dikenalnya kurang dari 24 jam itu. Khisca tetap melaksanakan ibadah subuh meski fajar sudah menyingsing.

Ketika sinar matahari sudah menembus celah gorden di kamar Kaika, penghuni di dalamnya yang baru terbangun, tersadar bahwa Khisca sudah tidak ada di ranjang mereka.

Seketika Kaika terperanjat, matanya jadi segar begitu tak mendapati putri Reiza yang semalam tidur diantara dirinya dan sang istri. Dengan tergesa-gesa Kaika menuruni ranjang, tangannya hampir mencapai pintu namun langkahnya terhenti begitu mendengar suara ceburan dari arah kolam.

Langkahnya berbalik menuju arah balkon, membuka pintu balkon kamarnya yang dibawahnya menghadap kolam. Matanya membulat melihat Khisca sudah menyelam ke tengah.

Mengingat jarak dari lantai dua yang merupakan kamarnya sangat tinggi, Kaika tak berani mengambil resiko untuk terjun langsung ke bawah. Dengan kecepatan penuh, Kaika berlari keluar dari kamarnya menuju kolam renang.

"KIKA!!!"

Kaika hampir melompat ke kolam ketika melihat Khisca dapat mengapung dengan baik di tengah-tengah kolam renang. Melihat raut panik Kaika, Khisca menepi dan naik.

"Seger om. Di hotel Kika nggak puas berenangnya, hehe." Kika merasa bersalah melihat raut panik dan shock di wajah Kaika.

Astaga!

Jantung Kaika rasanya mau copot. Bungsu Reiza itu pandai sekali mengerjainya.

"Om Kai mau ikut berenang juga?" Tanya Khisca polos, kini mulai berenang ke seberang tak ada hambatan di kolam sedalam tiga meter itu. Kaika lupa siapa orang tua gadis cilik yang kini berenang seperti duyung.

"Sarapan dulu, sayang. Nanti kedinginan, jangan sampai keram. Bahaya."

"Ten minutes. I'll take a shower and breakfast."

Icha menghentikan langkahnya menuruni tangga begitu netranya menangkap sang suami sedang berjibaku dengan alat masak, menyiapkan sarapan. Langkah Icha seringan kapas, Kaika sama sekali tak mendengar suara langkah kaki istrinya.

Grep

Kaika menegang sesaat ketika mendapati tangan melingkar di perutnya. Setelah mematikan kompor, Kaika menepuk pelan dan mengelus tangan yang masih melingkar nyaman melingkupi tubuhnya.

"Morning, kak." Sapa Kaika membuka suara lebih dulu. Beberapa tahun tinggal bersama, sudah paham dengan karakter istrinya yang irit bicara, namun begitu vocal dengan physical touch nya.

Kaika melepas pelukan, memberikan jarak. Ia berbalik untuk melihat istrinya dengan wajah segar meski masih memakai gaun tidurnya. Berbeda dengan Kaika yang tak sempat mencuci muka karena panik saat tak ada Khisca di kamar.

Cup

Ciuman di kening Icha dapatkan. Hanya sepersekian detik saja karena Kaika sudah kembali fokus menuangkan makanan dari teflon ke piring, dan berlalu ke meja makan.

Icha belum membalas sapaan Kaika. Icha terlalu larut dalam pikirannya. Dirinya masih bisa merasakan kesedihan dianggap sebagai pasangan formalitas, pasangan hasil perjodohan, pasangan yang belum dapat dicintai oleh pasangannya.

Icha jatuh cinta sendirian.

Terhadap suaminya, kepada pasangan sahnya. Meski perlakuan baik Kaika terhadapnya sebagai istri, namun ia tak pernah diperlakukan dengan perasaan cinta. Melarikan diri tak bisa, namun ia juga tak mau terjebak dengan hubungan tanpa cinta. Icha bisa jatuh sejatuh-jatuhnya, namun suaminya belum dapat ia sentuh hatinya.

YOURS 3; BOTH OF US (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang