Bab 7 : Mengenal kamu

6.8K 301 1
                                    

"Ngga perlu tunggu 16 bulan apa lagi 16 tahun, 16 menit udah cukup, kan untuk melanjutkan komunikasi kita?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ngga perlu tunggu 16 bulan apa lagi 16 tahun, 16 menit udah cukup, kan untuk melanjutkan komunikasi kita?"

Sekali lagi terdengar suara cekikik kecil dari si penelpon yang tak lain dan tak bukan adalah Andika Barata.

Nala masih terjebak dalam lamunannya. Dia masih membuka mulutnya lebar sembari mengedip-edipkan matanya. 

Kenapa suara si abang batagor setiap di telepon selalu menggoda semua imannya yang dia miliki. Iman hanya setipis tisu dibagi tujuh tapi harus menanggung beban hasrat dari suara yang terdengar ... seksi dan berat.

"Halo, kamu masih di sana, kan?" ulang Andika karena merasa tidak ada respon balik dari Nala.

"Masih, gue masih di sini. Memang mau minggat ke mana lagi gue?" sahut Nala asal.

"Besok kamu kerja? Kalau saya mampir ke kantor kamu untuk jemput, masalah ngga?" 

Rupanya Andika tengah melemparkan satu manuver awal sebelum dia menembakan satu tembakan nuklir yang memiliki kapasitas ledakan cukup besar.

Sekali lagi Nala tertegun. Ini terlalu membuatnya kaget. Kenapa laki-laki yang sudah satu tahun lebih tidak pernah berkomunikasi dengannya, tiba-tiba ingin menjemputnya di tempat kerja.

"Kalau kamu keberatan, ngga apa-apa. Saya bisa membatalkan pertanyaan tadi."

"Eh ... kalau udah nawarin, ngga boleh dibatalin. Kecuali ada penawaran baru. Ya udah jemput aja. Gue  pulang jam 5 sore.

"Ehm ... ngomong-ngomong lo ngga kerja besok?"

"Besok saya turun piket," celetuk Andika tanpa sadar dan detik itu juga dia menyesali ketelodarannya.

"Turun piket? Maksudnya? Lo kerja apa memang?" selidik Nala.

"Kan tadi saya bilang bekerja biasa. Saya jadi petugas keamanan,"  kilah Andika berharap Nala percaya.

Lagi pula, Andika memang tidak berbohong bukan? Dia memang sebagai petugas keamanan.

"Satpam?" ulang Nala memastikan.

"Iya semacam itu."

"Tapi lo bisa punya mobil sendiri? Gaji satpam di kantor gue aja, cuma bisa buat hidup dan nafas sehari-hari."

"Saya nabung dari pertama kerja. Mobil ini hasil jerih payah saya."

Nala hanya ber-Oh ria. Dia tidak lagi melanjutkan pertanyaan. Matanya juga sudah setengah watt. Untung saja besok dia ada tugas luar, jadi bisa berangkat lebih siang dan tidak harus meninggalkan absen pagi di kantor.

"Ya udah, gue ngantuk banget. Besok masih harus ketemu klien. Kalau lo ngga jadi jemput, kabarin gue ya. Biar gue bisa minta jemput yang lain."

Belum juga Andika menyelesaikan pertanyaannya, Nala sudah terlebih dulu menutup panggilan telepon. Andika masih tercengang mendengar ucapan Nala. Kalau dia tidak bisa jemput, dia bisa minta jemput yang lain.

HELLO, MR. POLICE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang