.
.
.
.
.
"Jadi gini ya, suasana di Malioboro?" Gumam Renafi sembari menoleh kanan dan kiri, setelah melakukan perjalanan dari bandara menuju Malioboro yang menempuh waktu setengah jam. Mereka langsung bergegas menuju Plaza Mall di Malioboro, karena mereka ingin segera membeli baju dan peralatan untuk mereka beberapa hari kedepan.
"Gue udah sering kesini tau, Ren." Ungkap Sean sembari menyantap es krim yang tadi ia beli di Mall Malioboro.
Jaendra sudah menguap beberapa kali karena merasa mengantuk, padahal langit belum sepenuhnya menggelab, Malioboro dengan langit petang sangat cocok untuk menenangkan fikiran. Namun karena tubuh mereka yang merasa lelah. Javio mengajak mereka untuk segera pergi ke hotel.
"Mau ke hotel mana ini?" Tanya Javio setelah duduk di dalam mobil, ia membuka handphone miliknya, mencari hotel yang dapat mereka singgahi.
Jaendra yang berada di kursi belakang sudah tertidur dengan pulas, hal itu mengundang gelengan dari Renafi setelah melihat tingkah Jaendra.
Sean menoleh ke belakang sembari menunjukan handphone ke wajah Javio. "Hotel Lafayette Boutique, " Katanya.
Javio membulatkan mata, "Itu semalem 1,5 juta Njir?" Teriak Javio.
Renafi yang sedari tadi melihat ke arah jendela seketika langsung merampas handphone Sean dengan kasar. "Gila! ini kemahalan, cari yang murah aja, Yan. " Katanya.
Sean menggeleng, "Lebih memudahkan mantau Saka, lagi juga nggak apa-apa kali. Nggak seberapa kok." Katanya sembari mengibaskan tangan.
Renafi mendengus kesal. Ia sudah menghabiskan uang 500 ribu hari ini untuk membeli baju dan peralatan lainnya saja sudah sayang luar biasa. Walaupun sebenarnya sebagian keperluanya juga di bayar oleh Sean, sih.
.
.
.
.
Setelah menempuh waktu 20 menit dari pusat kota, mereka telah sampai di depan hotel Lafayette, Renafi di buat takjub dengan bangunan tinggi yang megah ini, bangunan bergaya eropa dengan lampu yang mengelilingi sudut hotel. Mereka melangkahkan tungkainya menuju meja resepsionis loby utama.
Sean lantas mengisi beberapa form tentang identitas mereka, lalu ia melakukan check in untuk kamar yang akan mereka tempati.
Tidak butuh waktu lama mereka mendapatkan 2 kartu untuk membuka kamar yang telah mereka booking."Ayo, " Ajak Sean sembari memasukan kartu tersebut ke dalam kantong seragam pramukanya.
Jaendra yang tengah main handphone lantas langsung berdiri. Begitupun dengan Javio dan Renafi.
Javio mengedarkan pandangannya ke setiap area hotel ini, ingatanya melayang pada 2 tahun yang lalu, hingga ia menjetikan jarinya. "Oh iya, gue juga pernah ke sini, lupa sumpah. Pantes kayak nggak asing." Ungkapnya sembari mengangguk.
"Sama siapa ke sini nya Jav?" Renafi bertanya penasaran.
Javio berfikir sejenak. "Sama ortu gue kalo nggak salah, ngurus bisnis. " Katanya.
Renafi lantas mengangguk sebagai jawaban, tidak heran jika Javio pernah kesini karena ayahnya adalah CEO sekaligus kepala sekolah di SMANSA.
Sekarang ke empat remaja itu telah berada di lantai 5, mencari nomer kamar 246 dan 245 kamar mereka bersebelahan ternyata.
"Nih, kartunya." Ucap Sean memberikan kartu tersebut kepada Javio, karena Javio akan sekamar dengan Renafi. Dan Sean akan bersama Jaendra, itu karena permintaan Jaendra, ia sedang malas bersahabat dengan Javio, entah kenapa.
Javio lantas menerima uluran tangan Sean, ia menempelkan kartu tersebut ke arah pintu, dan pintu tersebut langsung terbuka.
"Gue ke kamar dulu ya, Ren." Pamit Jaendra ke arah Renafi yang tengah memainkan handhone, sekarang hanya tinggal mereka berdua yang ada di depan kemar, karena Javio dan Sean sudah masuk ke kamar masing-masing.
Renafi mendongak. "Oh iya, Ndra." Ujarnya sembari melangkahkan kakinya memasuki kamar.
Setelah melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar atensinya langsung beralih pada nuansa kamar di hotel tersebut, dinding yang bercat putih, dengan jendela besar dan lantai yang di balut karpet. Kamar hotel ini besarnya adalah 2 kali kamar Renafi. Ia menggeleng heran, "Worth it sih, satu malam 1.5 Juta." Gumamnya sembari mendudukan diri.
Atensinya lantas beralih pada Javio yang tengah membuka banyak sekali belanjaanya, bukan hanya baju. Ia juga membeli banyak camilan untuk bertahan hidup, katanya.
"Buset dah Jav, kita di sini cuma 2 hari. Lo mau buka warung apa gimana," kesal Renafi, ia menghampiri Javio yang tengah membuka plastiknya, pantas plastik Javio tadi besar sekali, ternyata berisi camilan semua.
"Duh, sisir gue mana dah njir." Gumamnya masih mengeluarkan semua isi tas yang ia bawa, begitupun dengan plastik berisi makanan tersebut.
Renafi menggeleng, tidak berniat membantu. "Gue mau mandi ajalah. " Katanya, ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi setelah mengambil baju ganti yang baru tadi sore ia beli.
.
.
.
.
.
Jaendra menjatuhkan tubuhnya di karpet, setelah mereka membersihkan diri, Jaendra dan Sean langsung melangkahkan kakinya menuju kamar 246, karena ada hal yang akan mereka bahas.
Teringat mereka belum makan nasi sejak tadi siang, karena terakhir tadi mereka memakan mie di bandara, alhasil Jaendra sudah sangat lemas dan tengah berpura-pura pingsan di karpet.
Javio menggeleng melihat tingkah Jaendra, ia mengangkat handphonenya dan menatap dua temannya itu, ia sudah membuka aplikasi grabfood untuk mengantarkan mereka makanan.
"Mau pesen apa, gue pesenin nih. " Ujar Javio, Sean dan Renafi tetap fokus ke arah laptop yang tengah menyala itu.
"Gue bayarin."
Jaendra yang sedari tadi memejamkan mata lantas langsung terduduk sembari berucap. "Gue pesen nasi goreng nggak pedes aja. Nasgor spesial. " Ungkapnya dengan semangat sembari mengangkat jari telunjuknya.
Sean dan Renafi yang melihat Jaendra langsung bersemangat itu hanya menggeleng. "Samain aja gue Jav. " Kata Renafi, begitupun dengan Sean yang mengangguk bahwa ia juga sedang ingin makan nasi goreng.
Javio mengangguk, ia mencari toko nasi goreng terdekat dan memesan disana, dimanapun kaki melangkah, pesanan akhir yang mereka cari tetaplah nasi goreng.
.
.
.
.
.
.・。.・゜✭・
Defini sultan yang selalu merendah dan tidak mau melangit?
Pangeran Sean.
。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆
Sean said : Bu pesen cilok ya!
.
KAMU SEDANG MEMBACA
[3]Future; Renjun (✔️)
Fantasía[COMPLETED] Renafi mengetahui masa depan! hal itu menjadi sebuah keuntungan, dan sebuah kerugian secara bersamaan bagi Renafi. Karena ia tahu masa depan apakah ia akan menggagalkan rencana atau takdir yang akan terjadi? itu bukan hal yang akan Renaf...