.
.
.
.
[10 Februari 2023]
.
.
Pagi ini acara rutin sebelum berangkat sekolah, Renafi sudah duduk di meja makan rumahnya. Tubuhnya telah di balut seragam pramuka ciri khas hari Jum'at. Di tengah kegiatan makan, ia teringat akan rencananya sore hari ini.
"Bu, Yah. Renafi sore nanti mau ke Jogja." Ujar Renafi.
Ibu Renafi yang mendengar itu lantas membulatkan matanya, "Ngapain Ren? liburan? Sama siapa?"
Pertanyaan runtut itu terlontar, "Ini urusan hidup dan mati temen Nafi, Bu. Sama temen-temen."
Ayah Renafi yang mendengar percakapan ibu dan anak itu mengerutkan dahinya. "Temen mu si Jaendra Javio dan kawan-kawannya itu, toh?" Tanya Ayah Renafi menatap Renafi.
Renafi menyuapkan nasi terakhirnya. Ia mengangguk sebagai jawaban.
"Iya Fi. nggak apa-apa, kalo itu masalah nyawa seseorang!"
"Ini berkaitan sama kemampuan Nafi, ya?" Tanya Ayah Renafi setelah faham arah pembicaran istrinya itu.
Ibu Renafi mengangguk. "Iya, Yah. Kayaknya Renafi mau berbuat kebaikan, sih" Ujarnya sembari memasang wajah menggoda Renafi.
Renafi mendengus geli. "Jadi boleh nggak, Nafi ke Jogja? tanyanya lagi.
Kedua orang tua Renafi itu serempak mengangguk, menandakan bahwa Renafi di izinkan untuk pergi ke kota tersebut.
"Intinya jaga diri aja di sana, sama tetap jaga kesehatan."
"Siap, Yah."
.
.
.
.
.
"Lo ngapain sih hela nafas mulu dari tadi, mau lahiran?"
Renafi tidak ada hentinya menghela nafas lelah, bahkan Jaendra yang di sampingnya merasa terganggu oleh itu, beberapa menit yang lalu Jaendra melihat Renafi sangat terfokus pada handphone milik Renafi.
Setelah notifikasi dari aplikasi Dana miliknya, yang ternyata Ayah Renafi telah mentransfer uang dengan nominal yang cukup besar. Sebenarnya Renafi tahu, bahwa ayahnya itu uangnya banyak. Tetapi seperti buang-buang uang jika memberikan uang dengan nominal besar kepada Renafi, padahal tujuan Renafi ke Yogja bukan untuk bersenang-senang melainkan untuk misi penyelamatan.
"Nggak, jir. Cuma lagi capek aja." Ungkapnya sembari menenggelamkan tubuhnya di meja.
Pagi menjelang siang, pelajaran kali ini adalah Biologi, kelas xi MIPA 1 di haruskan untuk pergi ke laboratorium, dan Jaendra yang datang telat—akibat ada rapat dadakan terpaksa harus duduk di sebelah Renafi.
Guru Biologi Bu—Aya, tengah menjelaskan tentang ciri-ciri virus, namun dua manusia ini sama sekali tidak mendengarkan. Renafi yang menenggelamkan kepalanya di meja, dan Jaendra yang tengah membaca proposal sekbid.
Hingga atensi Bu Aya teralih pada dua manusia yang duduk di pojok belakang, ia menatap intens dua manusia itu. "Jaendra! coba kamu berikan satu contoh perbedaan virus sama bakteri!"
Jaendra yang merasa di panggil lantas terlonjak kaget, ia menutup proposal yang sedari tadi ia baca dengan kasar. "Eee—itu bu virus lebih kecil dari bakteri, bentuk virus juga lebih beragam dari bakteri, Bu." Kata Jaendra dengan spontan.
Bu Aya mengangguk, sebenarnya ia bertanya seperti itu hanya agar kedua manusia itu fokus mendengarkan dan tidak sibuk dengan dunianya sendiri.
"Baik, selanjutnya saya berikan tugas di halaman 25, jika sudah selesai, lalu segera kumpulkan."
Renafi menegakan tubuhnya dan menatap Jaendra intens. "Lo kok bisa jawab?" Tanyanya tidak percaya.
Jaendra memasang wajah sombong miliknya. "Gue kan emang pinter."
Setelah mendengar ucapan itu, Renafi membuang muka dan kembali fokus pada buku LKS yang berisi banyak pertanyaan tersebut.
Buku tulis beserta pulpen Renafi yang beragam namun tidak di taruh tempat itu menyebar ke meja, bahkan pulpen itu sudah mengenai proposal milik Jaendra.
"Duh, sanaan sih proposal lo, bikin sempit meja, Ndra." Renafi mendorong LKS milik Jaendra, bahkan proposal milik Jaendra yang di agung agungkan itu ikut terjatuh di lantai.
Jaendra mendengus kesal, ia mengambil proposalnya yang terjatuh, "Bjir Ren. Ini proposal kematian loh, berharga banget buat gue." Ucapnya sembari memasang wajah dramatis, ia mencium proposal tersebut.
Bahkan Renafi yang melihat hal itu bergidik. "Udahlah, ayo selesain ini tugasnya terus istirahat."
.
.
.
.
"Iya, beneran sekocak itu muka Jaendra tadi pas tiba-tiba di panggil sama Bu Aya. Muka dia kayak gini nih."
Saka terbahak mendengar Javio menceritakan hal yang terjadi di kelas xi MIPA 1, bahkan ia juga meragakan apa yang ia lihat tadi di kelas.
Jaendra sudah memasang wajah emosi seperti ingin memukul Javio sampai babak belur saat itu juga.
Sean yang mendengar itu juga ikut tertawa dan menepuk bahu Jaendra yang lemas. "Makanya, Ndra. OSIS nggak di bawa mati" Katanya, sembari tertawa.
Mendengar tawa dari kedua temannya Renafi yang sedari tadi fokus dengan soto miliknya, lantas mendongak. "Iya emang bener sih, apa yang di bilang Sean. Muka lo itu, Ndra. Udah kayak nggak tidur 1 tahun gara-gara ngurus event. " Ujar Renafi sembari menyuapkan nasi ke mulutnya.
Sekarang ke lima remaja itu tengah berada di kantin, karena bel istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu. Namun, mereka lebih memilih menistakan Jaendra terlebih dahulu, daripada untuk mengisi perut mereka.
Saka yang sedari tadi terbahak lantas menyeka air matanya yang keluar karena terlalu lama tertawa."Gue mau pamit pulang nih ke BK."
Semua atensi terarah ke Saka yang sekarang tengah memegang handphone berwarna putih itu. "Ngapain?"
"Siap-siap, gue mau OTW Jogja, udah di jemput sama supir gue soalnya. " Katanya sembari memasukan handphone ke kantung celana.
Sean menatap Saka sejenak, kemudia mengangguk sebagai jawaban, "Oh oke. Hati-hati Sak." Katanya.
Setelah itu Saka berdiri dan melambaikan tangan ke arah 4 sahabatnya.
Jaendra yang menatap punggung Saka yang sudah tidak terlihat itu lantas menoleh ke arah Sean, "Saka ke sana naik pesawat apa?" Tanyanya.
Merasa di tatap oleh Jaendra, Sean lantas terdiam sembari memasang wajah berfikir. "Dia kayaknya pake pesawat pribadi."
.
.
.
.
♛┈⛧┈┈•༶༶•┈┈⛧┈♛
Emang Duo S itu sesultan itu guys.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
[3]Future; Renjun (✔️)
خيال (فانتازيا)[COMPLETED] Renafi mengetahui masa depan! hal itu menjadi sebuah keuntungan, dan sebuah kerugian secara bersamaan bagi Renafi. Karena ia tahu masa depan apakah ia akan menggagalkan rencana atau takdir yang akan terjadi? itu bukan hal yang akan Renaf...