iii. ➷Sean's problem

66 13 0
                                    


[ iii ] Masalah Sean.

[8 Februari 2023]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


[8 Februari 2023]

.

.

Hujan di sertai petir menjadi suasana sore hari ini, Renafi yang masih berada di kelasnya tengah memainkan laptopnya. Meskipun petir terus menyambar, ia sama sekali tidak ketakutan, namun setelah petir disertai kilat seperti ingin menghampirinya, ia lantas mematikan laptopnya itu. Ia tidak mau bermain-main dengan ajal.

Bel pulang sudah berbunyi 30 menit yang lalu, namun Renafi memutuskan untuk singgah sejenak di kelas karena sinyal yang kuat berada di sekolah. Alhasil ia terjebak hujan di kelasnya sendirian.

Sembari merapikan laptop dan menaruhnya di tas ia menatap jam dinding di kelasnya. Pukul 17.00 tepat, ia lantas berdiri dan menggendong tas miliknya itu.

Ia berjalan dengan mulut yang berkomat kamit, bernyanyi lirih sepertinya. Ia juga mengintip satu persatu kelas. Hingga langkahnya terhenti di depan kelas 11 MIPA 2.

"Sean. Kok belum pulang" Renafi melangkahkan kakinya memasuki kelas tersebut. Tumben sekali seorang Sean jam segini belum pulang, apakah dia ada masalah?

'Jder'

'jder'

Petir masih tetap bergemuruh, bebarengan dengan Sean yang menolehkan pandanganya ke arah Renafi.

Renafi mematung, aura Sean berwarna—biru.
Dia  sedang sedih?

Ia menghampiri Sean yang masih duduk di kursi sembari menepuknya. "Ayo pulang, gue anter." Katanya lagi, sembari mendudukan diri di kursi.

Sean menggeleng, "Gue bawa mobil tadi."

"Terus kenapa nggak pulang, Yan?"

Sean termenung sejenak. "Nilai gue jelek"
"—Dan gue, benci itu."

Mendengar ucapan Sean, Renafi menghela nafas panjang, Renafi sudah sangat paham tentang keluarga Sean yang sangat menuntut Sean untuk mendapat nilai tinggi dan membanggakan mereka.

"Lo bisa jelasin ke mereka, dengan lo kayak gini, Yan. Yang ada lo makin di marahin nanti" Ucap Renafi sambil menepuk bahu Sean.

Sean menundukan kepalanya. "Tapi gue takut."

Renafi memejamkan matanya.

"Gimana, gue bakal di marahin nggak?" Tanya Sean, saat melihat Renafi memejamkan matanya.

"Nggak. Kan udah gue bilang nggak!" Renafi berucap sambil mendirikan tubuhnya itu. Ia menarik tangan Sean dan mengajaknya untuk segera keluar kelas. Ia ingin cepat-cepat pulang!

"Emang bener Ren? gue nggak di marahin?" Tanya Sean dengan wajah berbinar.

"Nggak"

Setelah itu, mereka kembali melangkahkan kakinya menuju parkiran. Renafi di buat heran, kenapa hujan tadi sudah berhenti? padahal tadi masih sangat deras.

Ya tapi syukurlah, Renafi jadi tidak kehujanan.

"Pulang bareng gue aja, Ren" Sean mengajak Renafi sembari membuka pintu mobil miliknya itu.

Renafi yang melihat itu menggeleng. "Nggak usah, gue bawa motor."

"Ya udah, gue duluan!" Sean memasuki mobilnya dan bersiap akan menjalankan mobil miliknya itu.

Sedangkan Renafi memakai helm nya, ia sudah sangat lapar. Ingin cepat-cepat makan masakan ibunya, ia akan segera pulang.

.

.

.

.

.

"Assallamualaikum. Nafi pulang!"

Renafi memasuki rumah bercat putih dengan tampilan minimalist, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.

Renafi melepas sepatu dan kaus kakinya lalu ia taruh di rak sepatu depan rumahnya.

Saat ia melangkahkan kakinya masuk rumah tersebut, atensinya jatuh pada ibunya yang tengah duduk di sofa ruang tamu dengan handphone yang sedang Ia mainkan.

Renafi menghampiri dan menyalami tangan ibunya itu.

"Ren, temen sekelas kamu ada yang meninggal tragis?" Tanya Ibu Renafi.

Renafi yang mendengar itu mendudukan tubuhnya di sofa. "Iya bu, ada."

"Kamu udah tau kan, kalo dia bakal meninggal?"

Pertanyaan dari Ibunya itu membuat Renafi mematung. "Iya, Nafi udah tau."

Ibu Renafi menghela nafas. "Sampai kapan? sampai kapan kamu mau biarin orang yang akan meninggal gitu aja, padahal kamu udah tau yang akan terjadi. Naf" Ibu Renafi berucap sembari meletakan Handphonenya dan menatap Renafi penuh harap.

"Nafi nggak bisa ubah takdir Tuhan."

Ibu Renafi mendengus, "Bahkan setelah nanti kamu lihat orang tersayang kamu, kena petaka di depan kamu? kamu nggak mau berbuat apa-apa?"

Renafi mengendikan bahunya, "Tergantung, bu"

Ibu Renafi yang melihat tingkah anaknya itu lantas menggeleng tidak percaya, "Kamu sama Ibu itu sama, apa salahnya kita coba nolong Naf? ada banyak nyawa yang dulu ibu tolong. Dan itu malah sangat membantu mereka."

"Nafi cuma nggak mau ubah takdir Tuhan bu, udah itu aja." Ucap Renafi sembari berdiri.

"Ya udah kalo gitu." Ibu Renafi menggantungkan ucapanya, kala melihat Renafi yang sudah berlari menaiki tangga.

"— KALO MAU MAKAN LAUKNYA ADA DI DAPUR, DI LEMARI YA NAF!"  Ibu Renafi berteriak di akhir kalimat karena melihat Renafi yang sudah berada di lantai atas. 

"IYA BU." Ucap Renafi berteriak sembari memasuki kamar miliknya.

.

.

.

.

.

[3]Future; Renjun (✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang