Fate (17) END

401 34 11
                                    

Lima tahun kemudian, Jaehan yang baru saja selesai berdoa bergerak mundur sambil merogoh ponsel yang ada di saku celananya, yang sedari tadi bergetar tak ada hentinya.

Nama Shin Yechan dengan tanda love hijau tertera disana. Membuatnya langsung sumringah. "Halo, Yechanie?"

"Hyung, kau dimana? Aku baru meninggalkanmu sebentar dan kau menghilang."

Jaehan terkekeh.

Hari ini, tepat dua minggu lagi hari pernikahannya bersama Yechan. Dengan semua hal yang telah mereka persiapkan, tingkat kematangan mereka bahkan sudah memasuki 99%. Dan pagi ini, seperti hal-hal random yang biasa Jaehan minta darinya, ia minta di temani Yechan ke pasar tradisional yang bahkan baru Yechan sambangi seumur hidupnya. Jadi saat Yechan pamit ingin membeli gulali kesukaan Jaehan, dan menyuruh Jaehan menunggunya disana, ditempat mereka berpisah, Yechan di kejutkan dengan tidak adanya Jaehan setelah ia kembali.

Yechan bahkan tidak tau jalanan ini mengarah kemana.

Dengan frustasi, ia kembali bertanya pada Jaehan yang tidak menjawab. "Hyung, jangan menakutiku. Kembalilah ke tempat tadi, aku menunggu. Ku mohon."

Tepukan di bahu Yechan rasakan, yang langsung menoleh dan bernapas lega saat menemukan Jaehan menampilkan cengirannya yang lebar. Jaehan menarik benda pipih itu dari telinganya, menggoyangkannya tepat di depan wajah Yechan, dan mematikan sambungan telfon mereka. Diikuti Yechan.

Tangkupan di kedua pipi gembul Jaehan rasakan dari tangan gemetar yang terasa dingin milik Yechan. Tidak peduli pada banyak orang yang sekarang memperhatikan mereka. "Dari mana saja? Kau tau rasanya aku ingin mengobrak-abrik tempat ini untuk menemukanmu?"

Jaehan meringis. Cengirannya hilang, saat wajah Yechan menampilkan kekhawatiran yang sangat kentara. Ia menggenggam kedua tangan dingin Yechan di pipinya, memberikan kecupan di telapak tangan kekasihnya. "Mian, Yechanie, aku sudah lama tidak mampir ke Kuil yang ada disana, dan lupa untuk memberitahumu."

Pasar ini, sering kali Jaehan lewati saat ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Berbeda dengan sekolah menengah atas yang mengharuskannya naik angkutan umum, di sekolah menengah pertama Jaehan lebih sering berjalan, karena letak sekolahnya yang bisa menembus dari pasar ini.

Sekaligus, tempat pertama kali ia menemukan cinta pertamanya. Yang Hyuk, yang sedang berkumpul bersama teman-temannya, dengan berjalan menyamping membentuk pagar, membuat mereka di marahi oleh orang-orang yang jadi tidak bisa lewat lantaran mereka halangi. Saat anak-anak lain tertawa dan berusaha kabur dari kemarahan itu, hanya Hyuk yang tetap tinggal. Dengan senyumnya yang tampan, ia menangkupkan kedua tangan di depan dada, "Maaf, Pak, Bu, kami berjanji tidak akan melakukannya lagi." yang langsung membuat kemarahan orang-orang disana, terutama ibu-ibu, hilang sudah. Pesona ketampanan Hyuk memang membuat semua orang bertekuk lutut dibuatnya.

Jadi, alih-alih masuk Kuil, Jaehan justru terpaku di tempatnya. Dengan bibir menganga, ia menatap Hyuk yang semakin lama semakin menjauh. Merangkul teman-temannya kembali dan memiting kepala mereka, dengan bibir yang sekarang bergumam seakan memarahi. Jaehan menaruh satu tangannya di jantung yang sekarang berdegup lebih cepat dari biasanya. Tanpa sadar, ia bergumam. "Anak itu... kenapa memiliki senyum yang membuatku tenang dan nyaman?"

"Melamun lagi?" cubitan di pipi Jaehan diberikan oleh Yechan. Di setiap kali kesempatan, jika Yechan tidak menyadarinya, Jaehan akan menunjukkan keterdiamannya. Melamun dengan pikirannya yang berkelana entah kemana. Yechan tidak marah. Yechan tidak bertanya. Ia hanya akan kembali mengajak Jaehan mengobrol seolah Jaehan tidak pernah melamun. "Hyung ke Kuil? Meminta apa?"

Kedua mata Jaehan membentuk bulan sabit, saat bibirnya tersenyum lebar. Sesuatu yang sangat disukai Yechan, dan ingin disimpannya selalu di dalam hati. "Kau pasti tertawa."

Fate☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang