Daren mengorbankan hidupnya. Dengan bekal tangan kosong dan segenap darah yang sudah mendidih, Daren berlari menyusuri lorong perumahan kuno yang biasa digunakan sebagai markas para preman jalanan.
Ia berhenti berlari ketika melihat segerombolan pria bertubuh kekar berpakaian seperti preman. Banyak tato yang terpampang, telinga ditindik, dan bau nikotin terbakar yang menguar.
Tentu tidak akan mudah melewati segerombolan pria bertubuh kekar yang mengepungnya. Mereka membawa bedan-benda tajam seperti celurit, balok, linggis, dan golok. Jumlahnya ada sekitar 8 orang.
"Nyari mati ni anak," ujar preman paling bongsor diantara yang lain, ada luka yang memanjang melintang menghubungkan dagu dan alis.
"Gue nggak ada urusan sama kalian. Gue cuma mau ketemu Leo," kata Daren dingin.
"Gaya-gayaan pake acara mau ketemu si bos," kata salah seorang preman dengan tato di sekujur tubuhnya kecuali wajah.
"Sikat nggak nih?"
"Gas!"
Preman bertubuh bongsor maju terlebih dahulu, menyabetkan celuritnya yang sempurna dihindari Daren. Lagi, preman itu menyabetkan celurit dengan brutal dan hampir menebas leher Daren. Tapi beruntung, sejak kecil Daren sudah dilatih Skala bela diri dan teknik menghindar seperti ini bukan hal yang sulit baginya.
Merasa tak terima karena serangannya berhasil lolos, preman itu memberi kode kepada temannya agar menyerang Daren dari belakang.
Dua preman bawahan si bongsor langsung memukul punggung Daren menggunakan balok hingga Daren menunduk untuk meringis sejenak. Suara dentuman yang ditimbulkan begitu keras hingga terdengar memilukan.
Beruntung tulangnya tidak patah. Karena pukulan dengan balok di punggungnya benar-benar keras.
"Sialan."
Memanfaatkan keadaan beberapa detik yang digunakan Daren untuk meringis, preman bertubuh bongsor langsung mengayunkan celurit hingga mengenai lengan atas Daren yang hanya berbalut kaus hitam tipis. Aroma darah segar mulai menguar. Dagingnya terkoyak hingga cairan merah berlomba-lomba keluar.
Meringis pelan, Daren memegang lengannya yang terasa perih bukan main. Matanya yang tajam menggelap, aura disekitarnya langsung berubah drastis, sejenak preman tadi tertegun sesaat sebelum kembali memasang kuda-kuda untuk bersiap.
"Tangan kosong kalau berani. Udah keroyokan, pake senjata lagi. Banci lo?" kata Daren sembari melirik preman bertubuh gempal lewat ekor matanya.
Agaknya preman-preman tadi terprovokasi, mereka sontak melempar senjata lantas memilih untuk berkelahi secara jantan.
"Bagus."
Tanpa memberi mereka ancang-ancang Daren segera berlari menerjang preman bertubuh bongsor hingga limbung, kepala preman itu terhantam beton dengan keras hingga mengeluarkan darah. Ketika preman itu berusaha bangkit, Daren langsung menendang wajahnya menggunakan kaki hingga terjatuh kembali.
"BANGSAT! KALIAN JANGAN DIAM AJA! BUNUH ORANG GILA INI SEKARANG!" teriak preman bertubuh bongsor sebelum kepalanya kembali menghantam beton karena Daren mendorongnya kuat, membenturkan kepala itu berkali-kali hingga dirasa preman itu tak sadarkan diri.
Satu telah tumbang.
Saat berbalik dan ingin menghadapi sisa preman, Daren langsung dihadiahi pukulan keras menggunakan linggis hingga mengenai kakinya. Lelaki itu berteriak berteriak kencang sekaligus marah. Rasanya sakit sekali, sampai ia merasakan cairan pekat mulai merembes dan tak terlihat di celana hitamnya yang kini terkoyak.
Mereka kembali dengan senjata masing-masing. Melupakan tentang bertarung secara jantan. Nyatanya ketika mereka memilih bertarung jantan, pimpinan mereka malah terkapar menyedihkan dengan kepala yang sudah retak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darenio [ON GOING]
RandomDaren itu posesif, ia tak akan pernah membiarkan apa yang telah menjadi miliknya pergi. Tidak akan. Gaia juga tau, bersama Daren seperti membiarkan duri menancap tajam. Tapi kini tergantung Gaia, ia akan membiarkan duri itu kian menusuknya atau be...