E M P A T S A T U

5.3K 223 15
                                    

Bantu revisi ya, belum aku revisi soalnya hoho

Daren demam.

Hal yang paling Daren benci. Ketika kecelakaan besar ia berubah bak super hero tahan banting, tubuhnya cepat beregenerasi. Tapi ketika suhu tubuhnya naik beberapa derajat saja ia nampak seperti mayat yang tak berdaya. Sudah beberapa hari direpotkan dengan jet lag yang membuat kepalanya pening bukan main, kini pria berusia 22 tahun itu harus berurusan dengan demam. Tubuhnya lemas bukan main, ia tak kuasa bergerak untuk sekedar turun ke lantai dasar. Daren terus merengek, menyusahkan para pelayan yang ditugaskan untuk menuruti permintaan Tuan Muda selama kedua orangtuanya pergi.

"Kalian itu digaji buat kerja. Pecus masak nggak sih? Gue mintanya bubur ayam tapi ayamnya pakai ayam kate. Ngerti nggak?"

"Ya?"

Sudah terhitung dua belas kali para pelayan rumah itu harus bolak-balik menuju dapur, menghabiskan banyak bahan, mengulang masakan, melakukan banyak hal hanya untuk memastikan Tuan Muda banyak mau itu menyuapkan makanan.

"Ayamnya harus kate. Kalau nggak gue nggak mau makan. Kalau gue sakitnya lama, lo semua gue pecat."

Daren menarik selimut hingga sempurna menutup kepala, pertanda bahwa ia tak ingin diganggu plus keinginannya harus dituruti tanda protes. Setelah suara langkah para maid dan pintu tertutup, Daren menurunkan selimut. Ia berdiam lama, menatap langit-langit kamar berwarna putih gading. Helaan napas lolos begitu saja. Ia kesal, tidak suka dengan kepala yang kini terasa berat sekali.

Ia mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas, menghubungi Gaia yang kabarnya sudah berada di Jakarta.

"Sayanggggg."

"Kenapa-kenapa? Sebentar, aku lagi ngasih makan Milo."

"Milo siapa?"

"Hmm? Bentar Daren, tunggu 5 menit ya?"

"GEA! SIAPA MILO?!"

"Eh, Milo itu kucingnya Om Atlas, tadi habis dititipkan. Om Atlas mau pergi ke Swiss, bareng Reano juga katanya."

"Om Atlas? Ke rumah?"

"Huum, baru aja pulang tadi."

"Kucingnya cowok apa cewek?"

"Eh? Nggak tau ya, aku cek dulu."

"JANGAN! Nanti kalau dia cowok kamu lihat itunya."

"Ya?"

"Sayang aku sakit."

"Sakit apa?"

"Demam. Kesini ya? Aku udah nggak kuat. Kayaknya aku udah nggak lama lagi."

"HAH?"

"Sayanggg, buruan jenguk aku. Aku di rumahnya Skala. Ingat alamatnya kan? Aku panggilin supir perempuan buat jemput kamu, ya?"

"Tapi kucing—"

"Kamu sayang aku apa kucing sih?!"

"Tapi Papa lagi nggak di rumah. Kata Om Atlas suruh jaga kucingnya, suruh nemenin biar nggak tantrum."

"Bawa aja. Aku tunggu ya sayang."

Daren mematikan sambungan, ia lantas menaruh asal ponselnya. Pening kembali hadir, merenggut senyum yang beberapa menit lalu hadir. Daren memilih untuk memejamkan mata, berharap saat bangun nanti ada Gaia yang menjadi objek pertama yang dilihat.

Dan benar, tidak perlu menunggu lama, Gaia hadir dengan kucing anggora berbulu lebat dengan kalung berlian sebagai liontin pengganti kerincing. Mata kucing itu berwarna biru menyala, eksis dengan tingkah menggemaskan yang akan membuat siapa saja ingin bermain dengan si anabul, tapi tidak dengan Daren. Semenjak kedatangan Gaia bersama kucing milik Atlas (ayah Reano), raut wajah Daren sudah tak bersahabat, alisnya menukik dengan mata tajam.

Darenio [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang