"Kita ketemu lagi ya?"
Gaia terperanjat lantaran mendengar suara berat milik pria yang membuatnya kaget. Gaia yang tengah sibuk memilah novel bahasa Jerman yang akan dibacanya pun urung. Ia berbalik, pandangannya langsung dihadapkan oleh pria tegap yang ditemuinya kemarin.
Lelaki itu mendekat, memangkas jarak antara ia dan Gaia. Pria itu masih mengenakan hoodie hitam dengan tudung kepala yang menutupi rambut ikalnya.
"M-mau apa lo?"
Pria berhoodie hitam itu berhenti melangkah lalu tertawa seolah Gaia adalah objek paling lucu di sini. "Mau apa? Hmm ... gue belum kepikiran. Nanti bisa lah gue pikir-pikir dulu."
"Jangan ganggu gue, kita nggak ada urusan apapun!" teriak Gaia ketika pria itu terus melangkah mendekatinya.
"Jangan takut. Gue cuma mau kenalan," katanya dengan nada yang terdengar lebih normal. "Gue Leo, kelas 12 MIPA 1."
Gaia berusaha untuk tenang meski jam tangannya kembali berdenyut memberinya peringatan halus. Ia berspekulasi bahwa wajar saja apabila pria di depannya ini kemarin menanyakan keadaan Daren, karena mereka satu kelas.
"Iya kita sekelas," kata Leo seolah mengetahui isi pikiran Gaia.
"Ha?"
Tersenyum tenang pria itu menjawab. "Gue sama Daren sekelas. Kita berteman."
Gaia merasa aura di sekitarnya berbeda saat pria itu berkata 'berteman'. Ia kembali teringat tentang ocehan Leo kemarin yang mengatakan temannya diculik lalu mayatnya dibuang ke sungai.
"Gaia Lovanka, nama lo lucu juga. Kayak Dewi Gaia mitologi Yunani." Leo berjalan mendekat sementara Gaia masih mematung, terperangkap dalam tatapan Leo yang menggelap. "Harusnya lo berkuasa, bukan malah jadi bonekanya Daren."
"Maksud lo?"
Leo tidak menjawab ia hanya menarik sudut bibirnya ke atas, membuat senyum manis yang sebenarnya mengerikan. Pria itu menggerakkan bibirnya, menanyakan hal yang mampu membuat Gaia menegang. "Nyokap lo udah meninggal ya?"
Sebenarnya gadis itu tidak mengerti maksud dan tujuan pria di depannya ini mengatakan seperti ini. "Nggak jelas! Minggir gue mau lewat."
Leo menahan lengan Gaia yang hendak melewatinya. "Sekarang kita teman kan?"
Gaia tidak bisa mendengar apapun lagi secepat Leo merengkuhnya dari belakang, menghimpit lehernya menggunakan lengan. Paru-parunya terasa terhimpit seiring benda hitam seperti sapu tangan membekap mulut dan hidungnya hingga kesadaran gadis itu terkikis lalu sirna, digantikan kegelapan.
Leo tertawa kecil. Ia melirik sekitar perpustakaan yang sudah sepi. Hari sudah menunjukkan pukul 5 sore, sekolah sudah hampir tutup. Leo buru-buru melepas jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan Gaia lalu memasukkan benda itu ke dalam saku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darenio [ON GOING]
De TodoDaren itu posesif, ia tak akan pernah membiarkan apa yang telah menjadi miliknya pergi. Tidak akan. Gaia juga tau, bersama Daren seperti membiarkan duri menancap tajam. Tapi kini tergantung Gaia, ia akan membiarkan duri itu kian menusuknya atau be...