T I G A P U L U H T I G A

7.3K 314 16
                                    

tandain ya kalau ada typo💞
selamat membaca😚

Hari sudah sore, mulai terlihat cahaya hangat dari arah barat. Waktu terus berjalan, dan Daren menggunakan waktu beberapa jam hanya untuk berdiam diri. Daren berusaha mengatur emosi meski keinginannya saat ini adalah menghantam sesuatu yang keras dan meledak sejadi-jadinya. Pria dengan mata coklat gelapnya itu mulai terpejam, pegangan pada pembatas balkon semakin erat, ia kembali teringat percakapan dengan Reano beberapa jam lalu.

Setelah melewati waktu beberapa saat, akhirnya Daren berhasil menghubungi Reano. Pria dengan marga Heaven itu sangat sibuk sekali, jadi susah untuk sekedar dihubungi.  Beruntung Daren mempunyai nomer asisten pribadi milik Reano yang sudah dikenalnya sejak SMA.

"Itu sebagai peringatan aja," kata Reano dalam telpon saat itu.

Daren yang kesal bukan main langsung mencaci, melontarkan umpatan yang sejak tadi ditahan-tahan.

"Peringatan apa bangsat?! Lo temen gue bukan sih njing? Kalau lo nggak suka sama gue, usik gue jangan Gea."

"Peringatan biar lo lebih fokus ke cewek lo aja. Gue tau ya, selama ini Leana deketin lo."

"Terus maksud—"

"Dan gue juga tau kalau lo diam aja. Bilangnya lo nolak Leana, tapi lo sama sekali nggak bertindak."

"Leana punya power. Nggak mungkin gue bunuh dia meski rasanya pengen gue lakuin! Gue nggak mau membusuk dipenjara!"

"Ya tapi lo bisa ngelakuin apapun buat jauh dari Leana, Ren! Lo tau gue disini lagi mikir cara biar bisa balik lagi sama Leana. Dan lo malah mengacaukan semuanya dan bikin Leana jauhin gue!"

"Kok malah salah gue sih? Salahin Leana lah bangsat! Dia yang keganjenan. Heran, kok bisa lo suka sama cewek murahan kayak dia."

"Jaga mulut lo ya anjing!"

"Apa? Emang bener kok."

"Dari pada lo cuma dapet bekas."

"Bajingan."

Helaan napas kasar keluar begitu saja. Daren lantas memutuskan untuk menutup pintu balkon. Menarik gorden agar cahaya dari matahari sore tak mampu masuk. 

Daren suka kegelapan. Baginya ketika ia bisa menghindar dari cahaya, hidupnya terasa lebih tenang, Daren tak perlu bingung untuk berekspresi. Daren bisa memasang wajah murungnya dalam kegelapan tanpa takut ada yang melihatnya. Daren bisa terlihat menyedihkan dalam kegelapan, tanpa takut sebagian orang menatapnya dengan pandangan menyedihkan.

Pria itu berjalan menuju kamarnya lalu bersandar pada bagian bawah kasur, membiarkan bagian tubuh bawahnya terkena dinginnya lantai.

Baru satu hari rasanya ia berpisah dengan Gaia. Terpisah antar benua dengan jarak yang begitu jauh. Angannya menerawang, sedang apa Gaia sekarang. Apakah perempuannya berhasil menjalankan operasi selaput dara?

Ia terkekeh miris. Selain Daren, ada satu orang yang nampaknya begitu menyedihkan. Gaia tentu saja menjadi bagian paling menderita. Dan itu jelas karenanya.

"Setelah dengan nggak sopannya kamu ninggalin ruangan Daddy, sekarang kamu murung di dalam kamar begini?"

Tanpa menoleh, tanpa menerka, Daren sudah tau siapa yang berani masuk kamarnya tanpa permisi begitu. Skala masih mengenakan baju yang sama meski tatanan rambut ayahnya sudah berbeda, terlihat sedikit berantakan dan memberikan kesan santai.

"Ada apa?" tanya Daren langsung. Ia benar-benar malas diganggu. Yang pria itu harapkan sekarang adalah berdiam diri, menjauh dari peradaban dan hingar-bingar manusia, menjauh dari segala hal kerumitan tentang manusia. Ia benar-benar ingin menjauh.

Darenio [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang