Bulan Desember.
Tak ada hentinya hujan mengguyur ibu kota. Berita-berita mengenai banjir sudah mulai merebak di mana-mana. Dibalik awan yang menangis, banyak pula manusia di bawahnya yang turut menitihkan air. Termasuk Gaia.
Dalam diam, Gaia menangis. Menatap takut pria di depannya yang sudah sangat berantakan. Kemeja pria itu sudah ditanggalkan dari tadi, tampak sempurna tubuhnya yang atletis, perutnya menampakkan lengkungan sejajar, dan tato naga yang melingkar di lengan itu semakin menambah aksen garang.
Ini bukan saatnya untuk mengagumi paras pria itu!
Ruangan ini tampak kacau, pecahan gelas ada di mana-mana. Siapa lagi kalau bukan ulang Daren.
"Gue sering bilang kalau gue nggak suka nunggu, Gea."
Gaia semakin menunduk dalam, tak kuasa menatap Daren yang menatapnya nyalang. Hanya dengan membuka mata, kita semua tau siapa pendominasinya.
"Maaf ...."
Daren tak mendengarkan, ia terus menambah langkah membuat gadisnya semakin mundur.
"Gea. Lo tau gue nggak suka diabaikan." Jari Daren menarik dagu Gaia yang sudah pucat pasi. "Liat aku sayang."
Gaia menuruti perintahnya. Dengan takut ia mulai menatap Daren. Matanya yang tadi menatap nyalang kini berubah dalam sekejap. Kobaran api yang tadinya tampak kini mulai padam. Bibirnya mulai tertarik ke atas membentuk senyum. Daren sadar ia tak bisa untuk tersenyum dengan baik. Kini, ia terlihat seperti menyeringai.
"Kenapa nggak bales telfon? Aku udah hubungi kamu 29 kali."
"Aku tadi ketiduran, Daren. Hpku mati."
Daren mengangguk pelan, ia semakin merapatkan diri. "Aku jadi kepikiran buat tinggal bareng kamu."
Gaia menggeleng kuat. Satu atap dengan pria seperti Daren? Yang benar saja, hidup bersamanya saja sudah membuat beban di pundaknya berat.
"Lo nggak mau tinggal bareng gue?" Daren mulai berkata dingin, ia kesal.
"Hng ... bukan gitu. Maksud aku ... nanti papa marah kalau aku nggak di rumah," jawab Gaia.
"Aku bisa izin ke papamu."
"Jangan Daren."
"Tuh kan! Lo emang nggak mau tinggal sama gue."
Gaia menggeleng lemah. Dia bingung sejarang. Menjawab salah, diam juga salah. Posisinya serba salah. Ibarat kata, maju kena mundur juga kena.
Gadis bersurai sebahu itu hanya bisa diam saja ketika Daren semakin mendekat hingga tubuh mereka tak ada jarak lagi. Ia memejamkan mata ketika Daren mengecup lembut bibirnya.
"Jangan nakal lagi Gea. Aku nggak suka," ujarnya tepat di telinga gadis itu, dilanjutkan dengan menggigitnya lembut.
Ini akan mejadi cerita yang mengisahkan sosok Gaia dengan segala tekanan yang diberikan pria sinting bernama Daren. Entah ini bisa disebut prolog atau tidak. Tak tau pula mengenai awal mula yang manis, tapi yang jelas Gaia tak akan mendapatkan kata manis dalam hidupnya jika ada nama Daren di sampingnya.
terima kasih sudah baca sampai sini. ini pertama kalinya aku buat cerita romance begini. biasanya action, jadi sowwwry ya kalau ga ngefeel
love💥
17 Desember 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Darenio [ON GOING]
RandomDaren itu posesif, ia tak akan pernah membiarkan apa yang telah menjadi miliknya pergi. Tidak akan. Gaia juga tau, bersama Daren seperti membiarkan duri menancap tajam. Tapi kini tergantung Gaia, ia akan membiarkan duri itu kian menusuknya atau be...