23. Darka Terpikat

61.9K 2.5K 23
                                    

"Aku ga mau, kak.." Delin memberanikan diri menolak. "Aku capek, ga bohong," lirihnya dengan menatap Darka memelas plus takut.

Padahal Darka hanya ingin ciuman, tapi sepertinya Delin berpikir sudah kejauhan. Di satu sisi Darka agak kaget, tumben sekali Delin bisa menolak.

"Lo udah berani lawan ya?" Darka memasang wajah galaknya, dia jadi ingin menguji Delin. Jujur saja, Darka merasa senang dengan penolakannya.

"Kata kak Darka, aku bisa bilang mau kalau mau dan nolak kalau ga mau," suara Delin semakin memelan.

Tetap saja mentalnya lembek walau ada kemajuan bisa menolak.

Darka terkekeh pelan lalu tersenyum miring. Ternyata otak Delin sudah berpikir yang tidak-tidak. Berkat itu Darka berterima kasih karena Delin jadi berani memproteskan sesuatu yang dia tidak mau.

Untuk saat ini Darka tidak marah karena Delin menolak melakukan itu walau sebenarnya Darka tidak berpikir ke sana.

Delin gugup dan menegang saat wajahnya di bingkai Darka dengan kedua jemarinya yang besar.

Delin melotot samar saat wajahnya ditarik sampai berhadapan dengan wajah Darka. Delin merasa Darka akan murka.

"Good, girl." Darka mengecup kening Delin sekilas seraya mengusap kepalanya.

Delin mengerjap. Darka memujinya? Soal? Apa penolakannya? Darka tidak marah?

"Siap-siap! Malem ini lo ikut kita, sekarang gue keluar sebentar," Darka pun pergi meninggalkan kamar.

Darka akan minum kopi dulu dengan Dikta di lantai satu sambil berdiskusi soal Dikta yang ingin gabung dalam bisnisnya.

Darka sebenarnya ragu. Dia kurang setuju membawa orang kenalan dekat, keluarga atau sahabat. Takutnya kelak hubungan mereka tidak akan baik.

Delin tidak banyak protes lagi. Entah akan kemana yang jelas Delin harus memakai gaun Pembelian darka.

"Jangan bilang mau lamar!" pekiknya heboh sendiri.

Padahal Darka sudah menjelaskannya. Mereka akan bermain ke sebuah tempat untuk bersantai dan menikmati musik.

Delin masih belum ngeh soal Darka yang mengajaknya ke club.

***

Delin membiarkan rambutnya tergerai alami. Rambutnya begitu hitam dan sehat tanpa pernah di sentuh bahan kimia selain shampoo. 

Delin menatap ragu lipstik yang dibelikan Darka. Warnanya merah maroon. Apakah tidak terlalu menor?

Delin asyik sendiri.

Darka yang santai meminum kopi mulai mengajak Lana untuk membantu Delin berias.

"Gue siap-siap dulu, nanti ke tempat lo sama Delin.." balas Lana.

Darka pun kembali ke kamarnya sendirian.

Delin tersentak kaget di tempatnya. Dia tidak berani menatap Darka karena malu. Dia merasa aneh dengan riasannya.

Darka menautkan alisnya, kenapa Delin terlihat gelisah dan memunggunginya. Apa yang dia lakukan?

"Ngapain?" tanya Darka semakin menekuk alisnya dan berusaha mengintip walau Delin berpaling terus.

Darka sontak semakin penasaran dan menahan bahu Delin agar berhenti menghindar.

Darka membalik Delin agak kesal namun wajahnya dengan cepat berubah. Bibir Darka berkedut dan detik selanjutnya terbahak dengan lepas.

Delin cemberut dengan bibir merahnya yang tidak rapih, ada beberapa titik yang meliuk melintasi garis bibirnya.

Delin berubah menor bagai badut. Darka begitu puas tertawa sampai berguling-guling di kasur.

Sedangkan Delin sangat malu dan sedih. Dia tidak bisa berdandan. Apa sejelek itu sampai ditertawakan Darka?

Delin menatap Darka berkaca-kaca. Wajahnya ditekuk sedih.

Darka meliriknya lalu mulai memelankan tawa. Darka kembali mendekat, membingkai wajah Delin dengan senyuman geli.

Darka menyeka bibir merah Delin yang belepotan. Menyeka air matanya juga.

Delin semakin tidak percaya diri sebagai perempuan.

"Lana bentar lagi ke sini, dia akan bantu, minta ajarin dia," Darka mengeluarkan ponsel dan menyiapkan kamera.

Darka memeluk leher Delin, merapatkan pipinya ke pipi Delin lalu mulai memotret kelucuan Delin.

Delin tidak jelek, justru lucu. Tapi mulutnya memang dasar tidak bisa di rem.

"Jelek banget," gemasnya sambil mengecupi pipi Delin hingga basah, bahkan menyesapnya gemas.

Delin semakin menekuk wajahnya. Ternyata benar-benar jelek. Pikirnya.

Darka menatap setiap perubahan di wajah Delin.

"Udah lama gue ga ketawa selepas tadi," Darka menggendong Delin seperti koala lalu duduk di sofa membuat Delin duduk di pangkuannya.

"Lo udah bikin gue ketawa," Darka mengecup bahu Delin.

Delin yang memegang bahu Darka dan menyimpan dagu di bahu Darka agak merona walau terhalang perona riasan.

"Gue terhibur, makasih, sayang.." bisiknya.

Delin merinding dan meremang berdebar. Biasanya saat mereka bercinta gila-gilaan baru Darka akan memanggil sayang sesekali.

Tapi kini.

"Sini," Darka menarik wajah Delin agar bertatapan dengannya.

Delin pun menatap dengan bibir merah darahnya menekuk. Darka tengah menahan tawanya lagi.

Darka memilih membenamkan wajahnya di leher Delin, mengendus dan mengecupnya sampai bisa bertahan untuk tidak tertawa.

***

"Astaga!" pantas saja Darka mengiriminya pesan untuk tidak tertawa. Delin akan semakin tidak percaya diri jika Lana ikutan.

"Dia yang giniin kamu?" Lana malah marah pada Darka, menuduhnya yang membuat Delin jadi badut.

"Dia sendiri." respon Darka malas, dia asyik bermain ponsel di sofa.

Delin hanya diam malu saat Lana mulai membersihkan wajahnya dengan pembersih make up.

"Ajarin dia, Lan.. Biar setiap hari bisa pake sendiri,"

"Jangan, Delin bagus natural, sesekali aja kalau mau dandan.. Kulitnya sehat banget, sayang kalau rusak.."

"Setuju!" Darka jelas akan setuju. Dia baru ingat, jika Delin cantik, saingannya akan menjadi banyak.

Delin terlihat fokus menatap pantulannya sendiri. Dia melihat sambil belajar. Lana begitu jago mendandaninya sampai sebagus itu.

Darka melirik sekilas lalu memusatkan fokusnya ke Delin lagi. Rambutnya di rapihkan, bahkan kini lurus.

Delin sangat cantik dan mempesona. Darka jadi berat membawanya ke club.

Setelah selesai Lana pamit, meninggalkan Delin yang canggung karena terus di tatap Darka lekat seolah sangat terpikat.

Delin menelan ludah saat Darka mendekat, menatapnya kian Lekat.

"Gue tahu, lo akan secantik ini," Darka membelai bibir Delin yang berminyak, terlihat semakin menggiurkan.

Dark Obsession (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang