Darka menatap kepergian para sahabatnya yang langsung akan pulang ke kota X sedangkan dia dan Delin akan pergi ke desa langsung.
Delin dan Darka masih di bandara, menunggu jemputannya.
"Duduk." Darka mendudukan Delin di sofa yang di sediakan di ruang tunggu VIP.
Darka terlihat sibuk dengan ponsel dan Delin sibuk dengan puding coklatnya.
Darka hanya membuka mulut saat Delin menawarkan puding dan Delin tidak keberatan menyuapinya walau agak salah tingkah.
Delin masih malu sendiri dengan tingkahnya semalam. Mabuk membuatnya astaga! Delin berusaha melupakannya.
"Pak Darka,"
Delin dan Darka mendongak pada orang suruhan keluarga Darka. Mereka segera membawa koper dan menunjukan jalan di mana mobil berada.
"Delin?"
Delin dengan cepat menoleh membuat langkahnya berhenti, Darka pun sama. Darka melirik orang suruhan, mengkodenya pergi ke mobil duluan.
"Deril!" Delin melotot kaget. "Kamu kok—"
"Aku baru pulang, Lin. Harusnya bulan lalu tapi baru bisa sekarang," Deril terlihat ramah dan tak menyangka bertemu teman satu desa dengannya.
Delin menoleh kaget saat pinggangnya dibelit posesif. Darka menatap datar Deril.
"Oh iya, ini kak Darka—" Delin menelan ludah, dia melupakan Darka. "Pa-pacar aku," lanjutnya dengan senyum canggung.
"Ha? O-oh.." Deril tersenyum formal agak kaget mendengar kabar itu.
Deril pikir kabar yang di sampaikan orang tuanya hanya candaan. Tapi, ternyata benar. Dia mencoba biasa.
"Saya, Deril.. Teman satu desa dan teman Delin dari kecil,"
Darka hanya mangut sopan.
"Eum.. Aku harus buru-buru, mobil jemputannya kak Darka udah nunggu," Delin ingin segera pergi, situasinya terasa aneh.
"Oh iya, Lin."
"Eh kamu mau pulang kita—"
"Kita duluan." potong Darka mangut sopan untuk pamit, lalu menyeret Delin untuk pergi menuju mobil.
Darka mendorongnya agar segera masuk, Delin agak terkejut namun dia paham. Darka dengan cemburu dan posesifnya.
Darka menutup pintu mobil kasar. "Jalan!" perintahnya pada sopir lalu menatap Delin.
"Lo tadi mau ajak dia bareng?" tanya Darka dingin.
"A-anu engga gitu," Delin menunduk salah. Dia memang ingin mengajaknya tanpa sadar.
Darka mendekatkan wajahnya ke wajah Delin dengan cepat. "Mata lo cuma boleh liat gue!" Darka menatap serius penuh ancaman.
Delin terhenyak takut. Dia seperti melihat Darka yang dulu. Darka yang satu tahun lalu. Darka yang Delin benci.
"Kak," panggil Delin lembut, mencoba menelan rasa takutnya. "Dia cuma temen kok, maaf kalau bikin kak Darka marah," dengan bergetar ragu Delin membelitkan lengannya pada Darka.
Memeluknya yang mulai terengah emosi.
Semenjak Selena berulah. Darka berubah menjadi begini. Ditinggalkan membuatnya takut sampai rasanya gila. Delin menjadi korban perubahan itu.
Darka memejamkan matanya, mencoba menghentikan pikirannya yang begitu berisik, lalu membalas pelukan Delin.
Pelukan pertama, Delin yang memeluknya duluan.