Darka membuka matanya saat tidak terasa pagi sudah menyapa. Tunggu?! Dimana Delin? Darka segera bangun.
Apakah Delin sudah dibawa pergi?
Ceklek!
Darka urung turun dari kasur saat melihat Delin sudah segar dengan pakaiannya kemarin. Delin tersenyum tipis menyambut Darka.
"Pagi, kak.."
Darka menghela nafas. "Apa mereka berusaha cari kamu?" tanyanya tanpa mengubah posisi.
"Ibu cuma telepon sama kirim pesan, engga tahu soal mereka cari ke sini atau engga, Deril juga belum pulang ke desa, jadi mungkin mereka pikir aku masih sama Deril, kak." jelasnya tidak yakin, dia hanya menduga.
Darka meraih boxer yang berada di bawah kakinya, dia pakai dan membiarkan Delin sibuk dengan urusannya.
"Ella di sini?" Darka baru sadar melihat sofanya yang disatukan sampai membentuk kasur. "Iya, pelayan siapin sofa, bunda ga bisa jaga karena harus bawa ayah ke dokter untuk periksa," jelasnya.
Darka turun dari kasur menghampiri bayi yang masih lelap.
"ASInya habis," ucap Delin pelan yang terdengar Darka.
Darka melihat alat manual yang di pegang Delin. Wanita itu tengah bersiap mempersiapkan ASI dengan alat seadanya.
Darka mendekat, mengecup pipi lalu kening Delin. Dia pun sibuk sendiri dengan ponsel lalu mandi.
Darka akan membeli Keperluan Ella.
***
Delin hanya duduk saja sambil melihat Darka yang membantunya mempompa ASI dengan alat yang lebih canggih. Pasti mahal, pikir Delin.
Delin terlihat senang melihat banyaknya ASI hari ini yang keluar.
Delin meraih cemilan sehat yang disiapkan Darka. Dia mengemilnya sambil melihat alat itu bekerja.
"Enak?"
Delin menatap cemilannya lalu mengangguk. "Enak, kak." jawabnya.
"Itu katanya bisa makin menderaskan ASI, kualitas ASInya juga jadi bagus," Darka menyimpan satu bungkus ASI yang sudah penuh di wadah itu ke dalam box khusus ASI.
Semua Darka belikan yang terbaik.
"Ella sama bunda, kak?" tanya Delin setelah menelan kunyahannya.
"Bunda masih urus, ayah. Ella lagi di mandiin suster," jelas Darka yang terus menatap ASI yang keluar.
Semalam dia begitu banyak meminumnya dan hebatnya itu tidak habis.
"Mereka beneran ga ada yang cari kamu," Darka berujar tanpa menatap Delin, dia masih fokus pada pemandangan Kesukaannya.
"Hm, mungkin Deril yang urus.." balas Delin santai.
"Jadi, aku harus berterima kasih sama dia?" tanyanya berat hati dan terlihat agak cemburu.
Delin hanya tersenyum, dia kembali makan agar ASInya semakin banyak dan berkualitas. Anaknya harus tumbuh dengan baik.
"Jadi, kak Darka kapan mau ke desa?" Delin bertanya ragu setelah semuanya selesai. Hari ini Ella tidak akan kekurangan ASI.
"Secepatnya." Darka menjilati bekas ASI, membuat Delin menggigit bibir.
"Kak.."
Darka mengemutnya sampai Delin menggigit bibir menahan desahan.
Darka pun berhenti, melapnya dengan tissue agar bersih lalu membiarkan Delin memperbaiki pakaiannya.
"Kita lihat Ella, kak" ajak Delin. Dia ingin memastikan anaknya baik-baik saja di tangan suster.
"Hm."
***
Dengan kaku Darka menggendong Ella, membantunya menyusu di dot yang sudah diisi ASI.
"Jadi, kak Darka beneran sibuk kerja, aku pikir udah ga butuh dan lupa sama aku," Delin menatap Ella yang asyik menyusu dengan menatap Darka.
"Hm, kalau pun ada libur, aku isi cuma tidur," Darka tidak bohong. Dia sungguh sibuk, dia juga ragu menghubungi Delin karena takut merindukannya.
Tidak ada waktu untuk menyusul dan menemui Delin, hanya akan memperumitnya jika sudah tidak tahan ingin bertemu. Pikirnya saat itu.
"Kalau kamu kasih tahu, mungkin aku akan nekad,"
Delin tersenyum. "Justru itu, aku rela berbohong karena itu. Kakak harus bantu dulu keluarga, apalagi bunda dan ayah baik, aku ga mau ganggu sampai keadaan membaik," jelasnya.
"Aku maafin soal yang lalu, ke depannya ga boleh ada yang ditutup-tutupi!" tegas Darka serius.
Delin mengangguk dengan mengulum senyum.
"Kak, apa kak Selena masih-"
"Ga! Dia begitu cuma mau perusahaan pacarnya sukses," potong Darka cepat, nadanya pun terdengar seolah tidak ingin membahasnya.
Delin pun memilih diam. Dia dan Darka asyik melihat Ella yang sayup mulai mengantuk seperti akan tidur.
"Apa mengurus Ella sulit?" Darka menatap Delin.
"Engga, Ella baik."
"Apa di desa menerima dia?"
"Sangat, kak. Mereka baik pada Ella, saat berbohong waktu itu, semua menguatkan aku, tidak merendahkanku, mereka iba, mereka mau membantuku, setiap hari para petani membawakanku sayuran, buah-buahan segar.."
"Dan aku di sini menjadi orang jahat!" Darka jadi kesal membayangkan mereka semua mengutuknya atas tuduhan Delin.
Delin terkekeh pelan lalu mengusap jemari Darka tanpa ragu. Darka sontak melihat itu, memandang Delin lagi.
"Kak, apa bisa jangan tinggalin aku sama Ella lagi?"
Darka membalas genggaman tangan Delin. "Rumah kamu di sini, rumah Ella juga. Setelah meluruskan semuanya, kita langsungkan pernikahan.." putusnya yakin.
"Pekerjaan kak Darka?"
"Aku diskusi dengan ayah, kita cari solusinya nanti."
Darka menatap bayi yang terlelap lalu kembali menatap Delin. Darka tarik tengkuknya agar bisa meraih bibir Delin.
Delin terpejam menerima. Delin juga sudah sangat yakin. Bukan Deril atau siapapun yang dia butuhkan. Dia hanya ingin ayah dari bayinya saja.
Darka memagutnya mesra, penuh kasih dan ketulusan. Tidak ada nafsu dalam ciumannya. Darka rasanya sudah tidak bisa seperti dulu.
Meninggalkan Delin dengan mudahnya.
Part Khusus 29. Hukuman Rindu hanya akan ada dikaryakarsa bagi yang mau, engga pun tetap bisa lanjut. Makasih:)