Chapter 15. Una mujer loca

112 4 0
                                    

Drett! Drett! Drett!

Suaranya berisik sekali getaran ponsel yang beradu dengan meja kayu di samping ranjang. Suaranya yang bising membuat Amari terbangun dari tidurnya, dengan pandangan yang masih kabur Amari melihat Maggie meneleponnya. Mau apa pagi-pagi mengganggu.

Oh jangan bilang wanita itu ingin kabur ke rumahnya kembali.

"Amari!!!"

Amari berdesis kesal mendengar suara Maggie. "Jalang sialan mau apa kau?"

"Kau masuk TV! Ada berita buruk soalmu!"

Amari yang masih mencerna ucapan Maggie malah dikagetkan dengan suara pintu kamarnya yang ditendang keras oleh Yesen.

"Amari keluar kau!" kakaknya itu bahkan menarik Amari untuk turun dari ranjang lalu menyeretnya menuju ruang keluarga.

Ternyata semua keluarganya sudah duduk tenang di depan televisi bahkan pamanya Fabio terlihat paling depan menatap televisi.

Ada apa?

"Amari itu kau?" tanya Irama menunjuk layar televisi.

Nyawa Amari belum sepenuhnya kembali membuat ia hanya bisa diam menatap televisi yang menampilkan kericuhan club malam.

"Itu kau Amari, yang kau tonjok semalam itu Abraham anak presiden!" sentak Liam.

Regan menghela nafasnya, "Amari."

Sial. Itu dirinya.

"Amari, Amari." Suara Maggie terdengar, Amari mendekatkan ponselnya kembali ke telinga. "Amari lihat beritamu tersebar di mana-mana."

"Aku tahu." Amari memutus panggilan telepon.

"Bagaimana jika kau dilaporkan polisi atas kasus kekerasan." Ujar Irma, raut wajahnya kentara akan rasa khawatir yang menyatu dengan kesal. Putrinya membuat ulah dengan anak presiden.

Abraham tak akan melaporkanku pada polisi. Batin Amari.

Amari melihat puluhan pesan masuk terus menerus di ponselnya, mereka juga menyertakan video yang terjadi di club. Disalah satu video tertulis.

Una mujer extranjera ataca a Abraham, el hijo del presidente de Estados Unidos.

Beberapa komentar juga tertulis seperti.

Esa mujer esta loca.

Jalang gila.

Wanita mabuk.

Wanita itu cantik, mungkin kekasih Abraham.

"Arghhh!" Amari mengusap kesal wajahnya dan tanpa sengaja saat ia membuka mata ia berpapasan pandangan dengan Fabio.

"Kau mengenal, Abraham?" tanya Fabio.

Bajingan.

"Siapa yang tidak mengenalnya?" Balas Amari matanya menatap sengit Fabio.

"Berarti kau mengenalnya, sudah sejauh apa sampai kau berani meninju wajahnya?" Fabio terkekeh pelan.

"Paman benar itu artinya kau sudah mengenal Abraham." Liam ikut menimpal.

"Sudah sejauh apa?" tanya Fabio kembali.

"Sejauh yang bisa kau bayangkan."

"Amari." Irma menyenggol lengan Amari. "Kau sungguh mengenal Abraham?"

Amari mendengus halus, "Aku tidak ada maksud apa-apa meninju wajah Abraham, semalam aku mabuk aku asal saja membuat keributan. Kalian tahu bukan aku selalu membuat keributan saat mabuk."

Perfect DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang