Chapter 17. Ventaja en el matrimonio

132 4 0
                                    

Saat Amari tiba di rumah, rumah dalam keadaan kosong, sunyi tak ada kehidupan. Setan-Fabio yang biasanya mengangguk tak ada aroma kehidupannya di rumah ini. Berjalan menuju lemari es terdapat memo bertuliskan.

Mama pergi bersama Jenifer.

Amari mendengus halus, memangnya sekarang jaman purba tidak ada ponsel. Mamanya bisa mengirimnya pesan tidak perlu menulis memo seperti ini. Saat membuka lemari es mengambil sebotol air mineral Amari teringat dengan nama wanita yang digandeng Martin. Martin menyuruhnya mencari di internet.

Langsung saja Amari mengambil posisi duduk meluruskan kaki, bersandar pada lemari es sambil mengetik nama 'Lilla' dalam kolom pencarian. Saat dicari muncul nama Alilla Magnolia Alexsander.

"Alilla?" gumam Amari, dengan ragu Amari membuka nama tersebut yang langsung menampilkan sedikit deskripsi tentang Alilla dan fotonya.

Dari fotonya wanita bernama Alilla ini sungguh Lilla yang Martin maksud. Rambutnya pirang berkilau, cantik, matanya biru.

"Sial kenapa dia lebih cantik dariku." Kesal Amari.

Dalam deskripsi tertuliskan bahwa wanita itu merupakan putri dari gubernur Nevada, Amerika Serikat. Alilla bahkan memiliki yayasan perlindungan untuk wanita, serta sederet pendidikan yang bagusnya bukan main. Tak ada satu pun artikel miring soal kehidupannya berbanding jauh dengan Amari.

Ada sedikit rasa rendah diri jika harus bersaing dengan wanita itu. "Wah sainganku berat sekali, belum bermain aku sudah lebih dulu kalah." Cetus Amari.

"Permain apa yang membuatmu kalah?"

Sial.

Amari berdecap kesal, suara setan mengangguknya.

"Apa yang kau lakukan bersama Abraham? Berkencan."

Amari mendongkak dengan mata menyipit menatap sinis pada setan yang baru datang- pamannya- Fabio. "Apa ada sesuatu yang kau ingin beritahu padaku?" tanya Fabio.

Amari menghela panjang nafasnya sambil bangkit berdiri berhadapan dengan Fabio. "Abraham mencurigaiku."

"Itu tidak bagus."

Bukankah semuanya memang tidak bagus. Kehadiran Fabio, rencana busuk pria itu semua tidak bagus.

"Itu artinya kau harus kerja lebih cepat lagi," ujar Fabio kembali.

Bajingan! Berengsek! Anjing gila! Setan! Kubunuh kau!

Sayangnya Amari hanya bisa meledakkan emosinya di dalam hati, ia tak mau merespons berlebihan ucapan Fabio yang berujung keributan. Pamannya bisa membunuhnya kapan saja dan pamannya bisa menghancurkan hidupnya kapan saja.

"Amari, kau berpihak padaku atau Abraham?"

"Kau sudah tahu jawabnya bukan mengapa bertanya lagi."

Fabio tertawa, "Jika misi kita berhasil kau tidak akan menjadi kurir murahan kembali."

Botol air mineral yang Amari pegang terbuat dari kaca membuat wanita itu dengan berani hendak memukulkannya pada kepala Fabio namun Amari malah menahan botol tersebut tepat di atas kepala pamannya.

Sedetik saja, jika Amari tidak memikirkan konsekuensinya ia sudah memecahkan botol tersebut pada kepala Fabio.

"I hope so. Namun, jika misimu gagal aku akan membunuhmu." Ancam Amari.

...

Martin kembali ke rumahnya setelah menemui Amari. Tidak disangka kehadiran Martin di sambut oleh sang ibu dan Liliana- orang tua Lilla.

"Dari mana saja kau Martin?" tanya Marry.

"Membeli selang tanamanku mati karena tidak disiram." Martin menunjukkan gulungan selang lalu melangkah meninggalkan Marry dan Liliana. Terbebas dari dua wanita itu Martin sekarang malah dicegat oleh Lilla.

"Aku tidak ingin kau salah paham, aku tidak meminta nyonya Marry dan mamaku datang ke sini." Ucap Lilla.

"Aku tahu."

Hanya itu balasan Martin tapi Lilla tidak mundur ia mengikuti Martin di belakang hingga sampai di kebun bunga mawar. Martin menaruh selang di meja lalu menggunakan selang lain yang sudah menyatu dengan kran untung menyirami kuncup bunga mawar, walau belum mekar tapi warna merahnya sudah membuat mata terpesona. Lilla mundur memilih duduk di kursi yang tidak jauh.

"You don't want to marry me?"

"Aku bukan tidak mau menikah denganmu aku hanya tidak ingin terbelenggu dengan pernikahan."

"Martin, marriage is not just about husband and wife loving each other, marriage can also be something more valuable."

Martin membalikkan badanya menatap Lilla tanpa ekspresi karena wanita itu memanggilnya 'Martin' hanya orang-orang terdekatnya yang memanggilnya 'Martin' bahkan Asto sekalipun lebih sering memanggilnya 'Abraham' lalu Lilla berani memanggil namanya 'Martin'.

Sesuatu di dalam dirinya bergejolak tidak suka.

"Kau tahu maksudku bukan? Pernikahan menjangkau sesuatu yang lebih luas. Bisnis, kekuasaan, politik, jika kau membuka matamu lebih lebar lagi kau akan menemukan sesuatu yang lebih besar lagi." Dalam pikiran Lilla jika ia tidak bisa membuat Martin menikahinya karena cinta mungkin Martin bisa menikahinya untuk keuntungan lain. "Pernikahan akan tetap berjalan tanpa adanya cinta."

Martin tahu Lilla memutar jalan, wanita itu menggunakan cara lain untuk membuatnya setuju untuk menikah. Apa Lilla sebegitu cintanya.

"Aku tahu jika aku menikah denganmu, aku, keluargaku, dan keluargamu akan saling menguntungkan tapi, aku bisa melakukan semuanya sendiri Lilla tanpa perlu ada pernikahan."

Untuk ke sekian kalinya kenyataan menampar Lilla.

"Look for another man who can take advantage of the marriage."

---------

To be Continued

Perfect DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang