Agenda hari ini adalah berburu, sebenarnya Martin malas begitu pun dengan Asto namun Gilberto memaksa semua orang untuk berburu katanya untuk melatih fokus. Berengsek Martin tahu Gilberto hanya ingin menjajal senapan barunya. Dalam perjalanan di dalam mobil Gilberto dan Amari tampak cocok, mereka memiliki kesamaan menyukai olahraga Ski, menjadi manusia yang sama-sama cerewet membuat kondisi mobil menjadi ramai.
Ah tahu jika begitu Martin tinggalkan saja Amari tapi, meninggalkan wanita itu sendirian di rumah yang dipenuhi para pria perasaan Martin tidak tenang.
Tidak lama mobil berhenti di jalan pinggir hutan disusul dengan mobil lainnya. Sisanya mereka harus berjalan kaki mencari mangsa.
Amari lahir dan besar di Barcelona namun baru kali ini ia memasuki hutan apalagi untuk berburu. Matanya lantas melirik Martin yang menjajal senapan angin berwarna coklat.
"Bagaimana jika kita diterkam Singa?" bisik Amari.
Diterkam Singa? Sial apa yang wanita ini pikirkan.
Amari mengerucutkan bibirnya karena Martin tidak membalas ucapannya.
Martin jalan lebih dulu membuat Amari mengejarnya agar mereka jalan beriringan di depan, Asto dan Gilberto di belakang, lalu di belakangnya lagi terdapat tiga pria yang Amari tidak kenal.
"Kau mau berburu apa?" tanya Amari, walau terkadang pertanyaannya tidak dibalas oleh Martin tapi mulut Amari tidak bisa diam.
"Kau." Balas Martin sambil melirik tajam Amari membuat wanita itu bergidik ngeri.
Ada apa dengan Martin?
"Maksudku kau mau berburu Rusa, Babi, Macan, Serigala, atau... Burung?"
"Kita lihat keberuntungan kita hari ini, Amari." Bukan Martin yang menjawab melainkan Gilberto.
Amari mengangguk-angguk kecil. Mereka mulai memasuki hutan semakin dalam, suara kicauan burung terdengar menemani langkah mereka.
Martin teringat sesuatu ia melirik Amari sekilas. "Kau bilang kau tahu semua jenis ikan di akuariumku."
Amari langsung mengangguk semangat, wanita itu bahkan mulai berjalan mundur guna bisa menatap wajah Martin. "Semuanya, aku tahu jenis ikanmu. Akuariummu sangat besar, aku juga memilikinya di kamarku tapi kecil hanya ada dua jenis ikan." Setelah membalas pertanyaan Martin kaki Amari tergelincir karena ia menginjak bantu, dengan refleks yang baik Martin menahan tangan Amari agar ia tidak terjatuh.
"Perhatikan langkahmu, kau bisa jatuh."
Entahlah apa telinga Amari yang salah atau apa... suara Martin saat mengatakan kalimat itu terdengar begitu geram seolah pria itu tak suka jika sampai Amari terjatuh. Katakan Amari bodoh karena ia salah tingkah dengan jantung berdebar-debar atas ucapan Martin.
"Ah aku ingat saat di Afghanistan saat kau membantuku dari pria-pria berengsek, kau bilang ikan-ikanmu belum makan selama seminggu dan akan berpesta... ikan apa yang kau pelihara?"
"Piranha, kau bisa dicabik-cabik oleh ikan itu jika mereka kelaparan." Lagi, bukan Martin yang menjawab melainkan Gilberto.
"Boleh aku lihat ikan-ikanmu?" tanya Amari senyumnya menggembang sempurna.
"Amari dengan bayaran di setiap pekerjaanmu seharusnya kau bisa membeli banyak ikan, bahkan kau bisa membeli semua ikan di dalam lautan." Ujar Martin yang mengabaikan pertanyaan Amari untuk ke sekian kalinya.
Amari menggeleng, "Semua uang hasil kerjaku aku kumpulkan, uang itu akan menjadi tabungan untuk hari tuaku karena suatu hari nanti aku akan pensiun."
Seketika Gilberto, Asto, dan tiga orang pria di belakang menahan tawa mendengar penuturan Amari. Martin juga sama ia nyaris tertawa mendengar kata 'Pensiun'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Desire
RomansaSemua berawal sejak Amari bertemu si bandar narkoba beraroma coklat yang bagaikan heroin, Abraham Martin Pablo Dakken. Pengikutnya mengenalnya sebagai Abraham sosok pemilik kartel narkoba sedangkan Amari mengenalnya sebagai Martin teman tidurnya sat...