Ance, Namaku.

7 1 0
                                    

Ance, Namaku.
‘keajaiban berlaku untuk semua orang’

  Jika kita boleh berandai-andai, sekali ini lagi saja. Aku ingin kembali ke masa lalu, jika diberi kesempatan untuk berbalik ke masa lampau, aku akan mendaftarkan diri untuk ikut ke sana, sesegera mungkin.
Jika adalah sesuatu yang selalu menjadi awal dari segala kemungkinan di bumi, jika aku diberi waktu untuk mengulang satidaknya sekali dalam hidup ini, aku berjanji akan menghargai setiap detiknya.
Jika semesta lain benar adanya, aku ingin ia hidup dan ada disetiap semesta dan aku bisa bertemu dengannya. Akan kudatangi semua semesta yang ada untuk mencari sosoknya. Untuk setidaknya mendengar suara yang hampir nggak bisa kuingat lagi itu, untuk memeluk hangat tubuhnya yang sulit kuungkapkan bagaimana aromanya, dan untuk menangkap maksud dari setiap tatapan matanya yang seolah ikut berbicara padaku itu.

Hujan deras terus turun melanda bulan desember, air meluap bendungan nggak kuat menampung banyak rintik itu di bumi. Udara lembam serta mendung menghilangkan sebagian semangat untuk bangkit dari tidur nyenyak pagi ini, aku berusaha bangkit namun selimut menyelamatkan tubuh ini dari dinginnya angin.

“Aku harus ke Perpustakaan” suaraku hampir nggak terdengar karna tebalnya selimut membungkam getarnya.
Mataku mengintip celah gorden yang tersingkap, ada sedikit, amat sedikit cahaya matahari yang bisa kutebak masih bergelut dengan awan mendung diatas sana. Aku menerka-nerka jam berapa saat ini, karna aku masih butuh bus untuk pergi ke perpustakaan, tanpa mereka aku harus mengeluarkan uang sakuku lebih banyak, dan aku nggak mau hal itu terjadi. Membayangkannya saja, selimutku kalah tebal dan aku menendangnya jauh sebelum bangkit dari empuknya kasur berwarna coklat muda itu.

“Ah, sial” itu umpatan untuk hari dingin yang membuatku harus menyemangati diri sendiri dua kali lebih banyak dari biasanya.
Jam tujuh kurang 10 menit, sepertinya aku akan telat sampai ke perpustkaan kota. Aku ada tugas yang mengharuskanku kesana, aku malah teramat malas untuk menyentuh udara dingin diluar sana. Padahal tugasku sudah cukup membuat mataku panas melihatnya.

Aku memasang headset di telinga kanan dan kiri sembari melangkahkan kaki menaiki bus kota, tepat setelah aku sampai halte bus juga datang dihadapanku. Lagu ‘dna-Lany’ berputar di kepalaku dengan irama yang menyenangkan, itu poin yang membuat moodku baik untuk pagi yang buruk.

“aku harus membeli beberapa roti, duh lapar” lirihku pelan dibangku bus samping jendela.

namaku ance, artinya mulia. Aku kini sendirian, maksudnya aku tinggal sendirian tanpa orang tua dan kerabat-ah, harusnya aku punya satu orang adik laki-laki agar hidupku bisa sedikit menyenangkan. Namaku ance, tiga bulan yang lalu, ibuku meninggal dan, yah karna diawal aku sudah mengatakan ayahku entah kemana. Anggap saja aku yatim piatu sekarang. Aku hampir gila kalau nggak  memutuskan untuk kembali berkuliah lagi di semester yang akan datang setelah kehilangan satu-satuya keluargaku, yaitu ibu.’

‘namaku ance, jika kau melihat seorang gadis yang suka duduk disamping jendela entah itu Pustaka atau bus seperti sekarang sambil menggunakan headset dan sebotol air mineral ditangan, maka itu adalah aku, ya aku, ance.'

Aroma roti menyambutku di depan pintu toko, ada beberapa roti yang sudah matang tersaji dietalase, satu dua orang pegawai toko tampak menyusun meja kasir dan mengelap kaca depan toko, yang lainnya mungkin ada didapur untuk menyiapkan roti yang ber-aroma lezat ini.

“aku ingin ini satu, dan ini, tolong” kuserahkan beberapa lembar uang dan segera mendapatkan dua roti yang kuinginkan lalu berlalu keluar, tugas sudah menungguku dengan tak sabar jadi aku mempercepat langkah.

‘namaku ance, seleraku nggak jauh beda dari kebanyakan orang, coklat panas dan roti coklat itu dua hal yang amat manis untuk dimakan jadi, aku tadi hanya memilih roti saja tanpa coklat panas. Itu cukup’
Udara dingin menyelimuti kota, aku memakai syal creamku kali ini, orang-orang juga terlihat nggak jauh berbeda dariku. Ada sebagian yang membawa payung karna takut hujan kembali mengguyur kota, dan tanpa sadar beberapa langkah lagi aku sampai dipintu besar Perpustkaan'

‘namaku ance, gadis yang menyukai perpustakaan melebihi apapun di dunia ini, tempat paling kusukai setelah kamarku, perpustakaan adalah zona nyamanku, disini aku merasa tenang dan aman. Aku juga jarang bertemu orang-orang yang kukenal ataupun yang mengenaliku saat berada disini. Basa-basi bukanlah keahlianku’

Aku membuka pintu tua itu dan langsung disuguhkan wangi kertas serta ruang hangat yang luar biasa nyaman. Aku sampai bertanya-tanya kenapa nggak banyak orang yang suka tinggal lebih lama di Pustaka sedengkan ini sungguh nyaman. Gambaran Pustaka ini seperti halnya bangunan lama yang tampak membosankan diluar, kuno tapi megah didalam, hening namun kokoh. Saat masuk ke dalam, pemikiran soal reyot dan lapuk itu sirna dalam sekejap karna Pustaka ini nggak kalah terawatnya dengan bangunan megah yang berdiri disepanjang jalan kota.

‘Namaku ance, bagiku Perpustkaan ini adalah keajaiban yang muncul di tengah berantakan-nya hidupku.’
Seseorang pegawai tersenyum kearahku dan mempersilahkan aku masuk lebih dalam lagi, meneliti setiap rak disana. Ada banyak sekali jenis buku dan amat tinggi rak yang berjajar disana. Aku berjalan menuju salah satu rak dan mengambil satu buku, seseorang tampak melewatiku dan aku nggak salah menangkap sesuatu setelah ia berhenti beberapa langkah di sampingku.

“ance, senang bertemu denganmu” begitu katanya, beliau si kacamata bulat itu. menatapku dengan senyum kecil seolah mendapat pertunjukan hebat dan berhasil membuat penontonya kegirangan. Aku nggak menjawab, ada banyak pertanyaan di benakku kali ini salah satunya

‘bagaimana ia tau namaku?’ ini sedikit menyeramkan, tapi aku memutuskan untuk tetap tenang. Sepertinya aku juga nggak punya tetangga seperti beliau ini, dan dosenku juga nggak ada yang seperti ini. ‘atau mungkin ini pacar ibuku?’ aku mengumpati diriku sendiri untuk pertanyaan yang terakhir barusan.

“kau itukah ance? Sepertinya memang kau”
Aku berakhir mengangguk ragu.
“aku sudah menunggumu sedari tadi”
Aku mengerutkan kening semakin bingung
“maaf?’ kataku pelan, ia tersenyum simpul dan kembali berkata
“senang bertemu dengamu, ance” ia berlalu pergi membawa sebuah buku ditangannya.
‘apa itu tadi?’ nggak ambil pusing aku membawa buku yang kutemukan dan duduk dikursi samping jendela yang berhadapan dengan taman kota, ini pemandangan bagus

‘namaku ance, kau nggak pernah tau, semakin dalam mengikuti rak-rak besar nan tinggi itu, ada keajaiban yang menunggumu disana, aku menceritakan ini untukmu.’

Hiraeth,-in every universe.
Alancevia, 2024.

Terima kasih udah mampir, semoga suka yaa.^^🫶🏻

Hiraeth: In Every Universe.
 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang