Pintu tua di ujung ruangan
'aku senang bisa menemukanmu, ance'Semoga sibukmu selalu bisa mengalahkan segala penat di dunia, dan mengurung jauh ingatan tentang perih dan terluka itu sekalipun. Di tempat tanpa kau, faktanya nggak semudah yang bisa kubayangkan sebelumnya. Aku ingin membiarkan diriku jatuh bersama rintik hujan itu, sesekali hanyut tanpa arah dan berhenti melakukan apapun.
Entah kenapa, benar katanya jangan pernah simpan seseorang saat hujan, kau akan hilang arah, kau akan mudah kesepian. Karna setiap hujan, tentangmu datang, bayangmu, kenanganmu, dan aku kesulitan untuk menghilangkanmu
Aku suka hujan, karna jalan terlihat jarang sesepi itu, karna walau nggak mudah tapi hampir semua lagu berubah sedih. Walau sendu, tapi perasaan menyedihkan seperti itu melegakan, perasaan buruk yang murung amat cocok di bawah hujan kapanpun itu. Dan dengan sedikit ragu air mata lebih mudah lengser dari singgahsana nya
'Kau sudah baik, hari ini.' Menguatkan diri sendiri terasa mudah dari waktu ke waktu, ketika terbiasa semua nggak sesulit itu.
Hari ini aku dapat diskon di toko roti dekat halte bus, perpustakaan lebih sepi dari biasanya mungkin karna ini hari yang dingin, atau mungkin karna orang-orang memilih berlibur ke tempat lain.
'mungkin aku yang aneh karna ada di sini sekarang'
aku kembali sibuk menyusuri rak-rak di ruangan tempat biasa aku duduk.
Ziel belum datang, pemuda yang kemarin katanya 'sampai jumpa di perpustakaan' itu entah kemana sekarang mungkin masih tertidur atau punya sibuknya yang bukan di sini. Saat berjalan melewati pintu tua yang sejak kemarin membuatku penasaran, tiba-tiba pikiran lain mengangguku, dan aku berhenti tepat di depan pintu kayu itu.
'tak apa mengintip sedikit, kan?' aku menurunkan engsel pintu itu perlahan, berusaha mengurangi suara yang keluar dan menutup mulutku kaget karna pintu itu nggak dikunci dan langsung memberi akses masuk untukku. Menoleh ke segala penjuru perpustakaan yang masih sepi, aku memandangi pintu itu sebelum melangkah masuk.
Ada rak buku dan banyak barang di balik pintu tua ini, aku mengintip sejenak smpai benar-benar masuk ke dalam. Pemandangan pertama yang biasa sama seperti ruang perpustakaan lainnya, di sini lebih hangat karna ternyata ada perapian di salah satu sisinya, itu masih menyala menandakan ada orang yang ada di sini sebelum aku datang 'mengintip'.
Aku juga menemukan buku-buku bersampul kuno dengan bahasa yang nggak kumengerti, mungkin itu bahasa rusia atau prancis tebakku asal, lalu melangkah lebih jauh melihat satu-persatu dengan teliti seolah ingin mendapatkan hal baru lagi. Ada banyak miniatur serta ada meja dan kursi, bisa kutebak ini tempat duduk milik pria tua berkacamata yang kutemui hampir setiap hari di perpustakaan ini. juga ada globe besar yang amat detail, satu jendela mengarah ke luar perpustakaan, serta ada telepon kabel di dekat meja kerja tadi.
'apa orang ini suka barang antik?'
Ada beberapa lukisan juga di dalam sini, aku seperti berada di museum bernuansa abad ke-20, dan ini nyaman aku suka suasana ini. Dari sekian banyak benda di ini aku cukup penasaran dengan sebuah buku yang tergeletak di atas meja kerja itu, seperti baru saja di baca dan nggak dikembalikan ke tempat semula, tapi bentuk bukunya mengalihkan perhatianku pada segala yang ada di ruangan ini. Aku butuh waktu untuk menemukan judul bukunya karna ini tulisan nggak biasa, font-nya jarang digunakan untuk buku-buku yang sering kubaca, tapi buku di hadapanku ini tampak kuno, walau nggak berdebu dan masih rapi, nggak mengurangi perjalanan panjang buku ini sampai di tanganku, seolah umurnya sudah tua sama seperti ruangan tempat ia di simpan.
'apa ini buku fantasi?'
'atau buku Sejarah?'
Aku menemukan judulnya, di sana tertulis 'The Savior' dengan font yang nggak mudah dibaca. Aku membuka perlahan halaman demi halaman yang nggak terlalu aku mengerti tapi aku penasaran buku tentang apa ini dan ingin membacanya lebih banyak. Tapi mungkin aku ngggak beruntung, saat membuka halaman selanjutnya yang membuatku terperangah, amat kaget sampai buku di genggamanku ini nggak kuat untuk kupegang lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth: In Every Universe.
Fantasy'sampai pada akhirnya, satu-satunya yang kita miliki hanya sebuah kenangan' Sinopsis. Di semua semesta yang aku datangi pun, aku selalu menyukaimu. Karna itu kau, itu sifatmu, itu kelebihan dan kekurangan mu. Bukan apa-apa, aku juga nggak punya ba...