Hanya bumi yang lain
‘aku akan ada, di sini”Kepalaku penuh dengan banyak hal padahal bus tengah ramai tapi kepalaku lebih ramai, sampai-sampai ziel yang sekarang berdiri di hadapanku nggak kusadari kehadirannya, dan bahkan setelah bus berhenti dan semua penumpang turun, ziel harus menyentuh bahuku pelan, butuh lebih dari sekali untuk menyadarkanku sampai aku menoleh dengan tatapan bertanya
“sudah bisa turun, ance” aku hanya ber-oh sembari beranjak pergi.
Melangkah menuju supermarket terdekat untuk sekedar membeli minum, aku nggak protes melihat ziel yang terus berjalan di belakangku dan kepalaku sudah nggak bisa menampung pertanyaan lagi sangking banyaknya.
Satu air mineral sudah di tangan, aku harus pulang ke rumah dan memikirkan jawaban untuk master ash segera tapi setelah berjalan beberapa Langkah tanganku ditahan oleh seseorang
“ance” aku hanya memberi tatapan bertanya pada pemuda ini, ziel
“aku mau pulang, ziel”
Pemuda itu masih menatapku sampai “ingin jalan sebentar?”
“ayo ke taman kota, sebentar”
Aku yang kehabisan tenaga hanya untuk berpikir dan berdebat itupun mengikuti langkah ziel, pemuda itu terus memegangiku seolah aku anak kecil yang akan tersesat jika ia lepaskan.
Taman kota nggak terlalu ramai karna ini bukan akhir pekan, juga ini sudah cukup gelap untuk jalan-jalan di taman. Aku duduk di salah satu kursi setelah ziel mengibaskan tangannya membersihkan pasir di sana atau mungkin debu aku nggak begitu yakin.
“kau baik-baik saja?”
“ance?”
Aku mengangguk sambil meraih air mineralku tapi ziel merampasnya dan membuka tutupnya sebelum memberikannya padaku.
“katakan semua yang ada di kepalamu, akan kudengarkan”
“ayo ance, aku tau kepalamu berisik sekali sekarang”
Aku menoleh penuh pada ziel, butuh beberapa detik sampai aku mulai bersuara
“aku cuma nggak paham, ini nggak masuk akal, ziel”
Dan percakapan di ruang milik master ash kembali bermunculan di kepalaku
“kalau kau diberi kesempatan untuk pergi ke semesta lain, bagaimana menurutmu? Itu masih nggak masuk akal bagimu?”
“tapi kau sudah berjanji akan percaya padaku, kan. Jadi ance, di halaman yang kau baca itu maksudnya adalah kau punya perjalanan menuju semesta lain, dan kau akan mendapat satu kesempatan untuk memilih hidupmu, kau dibolehkan memilih tinggal di salah satu semesta yang ada”
“artinya, kau diberi satu kesempatan untuk perjalanan ke semesta yang ada, mungkin ini memang nggak masuk akal tapi semesta selain bumi itu benar adanya, apa kau ingin bukti? Buku itu salah satunya, ance yang lain ada di semesta lain dan mungkin saja salah satu dari orangmu yang mengirim ini untukmu”
“aku selalu tertarik akan dirimu, ance dan aku mulai tau kenapa kau menarik, selebihnya kau harus mencari sendiri jawabannya lewat perjalanan ini”
Master ash beralih menatap pada ziel, pemuda itu seperti mengerti dan nggak kebingunan seperti aku
“dan ya, kalau kau ingin satu bukti lagi soal perjalanan ini, lihat saja orang di sampingmu sekarang, ia salah satu yang sama sepertimu”
Aku menatap ziel yang terlihat tenang menungguku di kursi taman ini, ‘ia sala satu orang yang sama sepertiku’
“kau dari mana, ziel” ia menoleh untuk menjawab pertanyaanku
“aku bukan dari bumi, ance”
“master ash nggak bohong”
“lalu kenapa kau ke sini?” ia tersenyum simpul sembari berujar
“aku mencarimu, ance” aku menatapnya kebingungan tapi terus bertanya
“lalu apa nama semestamu?”
“itu bernama ‘hyma’ kalau kau ingin mengunjunginya suatu hari nanti, beritahu aku”
“bagaimana kau bisa sampai sini, ziel?”
“itu lewat portal, master punya aksesnya”
“bagaimana bisa?” ini sulit dipercaya
“ya ance, master ash yang memegang kunci antar semesta”
“dan ia mendapati kau sebagai anggota baru, bersamaku, aku benar-benar senang bisa menemukanmu di sini, ance” ziel terdengar senang, nggak berbohong dengan semua kalimatnya tapi aku nggak ambil pusing dan seharusnya aku nggak begitu karna aku telah melewatkan sesuatu sejak awal.
ziel menatapku lama dan kembali berujar di tengah taman itu.
“jadi, ziel aku harus pergi atau engga?” kali ini ziel tampak berpikir, raut wajahnya serius mencoba memberi jawaban
“kau ingin, ance?”
“aku nggak yakin”
“kalau begitu, coba kau pikirkan lagi, apa kau ingin melihat semesta lain, atau tidak”
“akan kupikirkan”
Ziel tersenyum meninggalkan raut seriusnya barusan
“apapun keinginanmu, aku akan ada di sini, ance. Bersamamu”
“kenapa?” aku mengerutkan kening sambil bertanya
“karna aku mau” aku tertawa sarkas pelan tapi ia masih mendengarnya.
“kau nggak perlu melakukannya, ziel”
“kenapa, ance?”
“karna aku mau” kami tertawa bersama, itu bukan lagi tawa sarkas, hanya tawa.
“bagaimana semesta lainnya, ziel?”
“hmm, banyak yang berbeda tentunya, seperti kau bisa melihat kota yang lebih maju dari tempat ini” aku ber-oh sambil mengangguk
“aku hampir lupa, ance. Kalau kita pergi ke semesta lain kau dan aku mungkin bukan jadi kita yang seperti di sini, kita akan berganti wajah itu seperti menjaga identitas dan keseimbangan antar semesta, jadi bisa saja besok kau berwajah lebih tua atau lebih muda”
“seperti penyamaran?”
“ah ya bisa disebut begitu, pintar seperti biasanya, ance” ziel tersenyum sambil mengelus lembut kepalaku, seolah bangga akan jawabanku.
“aku bukan anakmu, ziel. Berhenti mengelus rambutku” pemuda itu tertawa saja namun nggak berhenti melakukan apa yang kukatakan
‘seperti biasanya?’
“kau sudah merasa baik sekarang? Atau masih ada yang ingin kau tanyakan padaku?”
Aku menangkap mata hitamnya yang tampak hangat, dan “aku baik, sepertinya cukup untuk hari ini”
“ya itu bagus, mari pulang”
Taman sebelumnya amat buruk di pandanganku, di ingatanku, dan di kehidupanku sebelum ziel mengajakku ke sini lagi malam ini, aku punya kenangan buruk soal malam di taman dan aku nggak menyukainya, tapi siapa sangka aku masih bisa tertawa di tempat yang sama saat aku menangis, dan duduk di kursi yang dulu terasa hampa karna kepergian seseorang. Aku nggak nyangka bisa menempati kursi itu lagi, walau hatiku masih hampa, aku tetap nggak percaya bukan sakit atau luka yang kurasakan saat kembali ke sini. Dan itu cukup mengesankan.
Sebelum malam semakin tenang,
sebelum orang-orang membungkus tubuh mereka dengan selimut tebal.
Aku menulis ini, sejenak tak beraturan dan terkesan sembarangan.
Hanya menuang sedikit dari banyaknya pikiran di kepalaku.
Aku bersyukur masih bertahan walau beralasan sebuah lagu,
atau series yang tayang seminggu sekali, serta sebuah hal kecil seperti minuman kesukaan dan makanan yang kuidamkan.
Aku selamat bisa melalui semua yang begitu kejam sampai membuat rambutku tak lagi panjang. Sampai aku berpikir bagaimana jika aku ingin memotongnya lagi tapi mereka belum tumbuh panjang.Alancevia, 2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth: In Every Universe.
Fantasy'sampai pada akhirnya, satu-satunya yang kita miliki hanya sebuah kenangan' Sinopsis. Di semua semesta yang aku datangi pun, aku selalu menyukaimu. Karna itu kau, itu sifatmu, itu kelebihan dan kekurangan mu. Bukan apa-apa, aku juga nggak punya ba...