Tempat Pulang
‘aku mencoba memahamimu, dan mempelajarimu’Seminggu sudah perjalanan ajaib kami bejalan sebelum pulang ke rumah masing-masing, bumi tetap sama dan selalu begitu tapi aku serasa ada di rumah sekarang. Perpustakaan kota yang nggak kulihat selama seminggu ini masih sama sepinya namun ada rasa rindu tersendiri melihat bangunan tua tempat aku berdiri sekarang. Istirahat dari perjalanan ke belahan semesta lain juga membuatku rindu ibuku, aku memutuskan untuk menjenguknya setelah hari ini. Ziel berpamitan di halte bus tempat biasa kami menunggu bus, ia pasti lelah karna aku juga begitu.
“kau bisa kirim pesan kalau ada apa-apa, ance”
Aku mengangguk dan mendapati punggung ziel yang terus menjauh, selangkah dua langkah dan seterusnya aku ikut pergi dari sana tapi sebuah suara mengintrupsiku untuk berbalik
“kirim pesan saat kau sampai rumah, ance!” ziel dengan suara lantang membuat hampir semua orang di halte melirik padanya dan berganti ke arahku, agak memalukan tapi aku nggak kunjung menjawab, ziel kembali berujar
“oke, ance?” wajahnya terkekeh mendapati aku yang panik
“sudah sana” aku berkata pelan sambil memberi isyarat tangan, dengan kekehan yang tersisa ia berlalu dari halte, ada lambaian tangan sekilas sebelum aku berbalik ikut pergi dari sana.Nggak banyak yang dilakukan di malam setelah kembalinya aku dari semesta-semesta lain itu, tapi aku merasa amat nyaman berada di rumah, aku tidur nyenyak di kasurku sendiri selama ini aku tidur di kasur markas yang lebih lebar dari milikku tapi lebih nyaman ada di rumah sendiri.
Pagi harinya aku mendapat pesan dari ziel yang menuntut kabar sampainya aku dari rumah, aku tertawa membayangkan wajahnya yang kesal dan langsung memalas pesannya yang ternyata di kirim malam setelah aku terlelap. Setelahnya aku siap-siap ke makan ibu untuk berkunjung sejenak. aku ingat master ash menghela nafas lega saat melihat kami keluar dari portal perpustakaan, ia ingin mendengar cerita perjalanan kami jika aku sempat ke sana, mungkin besok karna hari ini aku nggak ingin kemana-mana lagi setelah dari makam.
Aku meletakkan bungan daisy di atas makam setelah berjongkok untuk lebih dekat dengan ibu, mengelus batu nisan sedikit berdebu itu dan mulai berujar“aku datang, bu”
“aku merindukanmu, kau pasti tau itu kan” mataku berair, cuaca di sini nggak mendung tapi aku kedinginan.
“ibu tau, aku berkeliling semesta lain seminggu ini, itu aneh kan? Kau akan mengizinkanku, kan bu? Maaf nggak bilang sebelum pergi, semuanya tiba-tiba dan, agak nggak masuk akal, tapi semua nyata”
“rupanya, aku merindukanmu, bahkan saat berada di semesta lainpun aku hanya mencarimu”
“aku naik balon udara, juga bertemu orang yang juga menjelajah, aku juga pergi bersama seseorang, namanya ziel bu, ia menemaniku untuk mencarimu”
Aku mengelus batu nisan terus-menerus “ibu ada di mana? Kenapa di alam semesta yang kukunjungi ibu nggak ada di sana? Aku ingin menemuimu, aku rindu segala tentangmu”
Air mataku lolos begitu saja
“aku hampir melupakan suaramu, kumohon, ayo bertemu, ya? Aku nggak minta banyak, bu, aku hanya ingin memelukmu, aku ingin mendengar lagi suaramu”
“ayo bertemu lagi, kumohon sekali lagi saja” aku mengusap air mata yang terus mengalir
“kumohon”
“aku merindukanmu”Semuanya menyesakkan padahal sekitarku penuh oksigen, dadaku penuh sampai sakit sebuah luka seolah terbuka lalu berdarah lagi, aku nggak kuat lagi menopang tubuhku dan berakhir menyentuh rerumputan. Sebuah tangan besar mendarat di bahuku membuatku mengadah mendapati ziel yang menatapku penuh hangat, ia mengangkat tangannya dari bahuku berganti ke pipiku, menghapus air mata yang tersisa, aku masih menyisakan isak sampai ziel mensejajarkan tubuh kami.
Tangannya turun untuk mendekapku setelah meletak bunga mawar putih di atas batu nisan sebelah bunga daisyku, ia nggak mengucapkan apapun, hanya memberi elusan lembut di bahu serta punggungku, melegakan serta menghangatkan.
Entah dari mana datangnya ia, tapi ada rasa tenang mendatangiku mengalahkan sesak yang tadi mengusai segala ruang di dekatku. Ziel menunggu sampai aku reda.
‘kenapa pemuda ini selalu saja melihatku menangis? Kenapa ia selalu ada di titik terendah?’
Aku menjauhkan diri lebih dulu, mengusap sisa air mata sebelum mengatakan sesuatu
“lebih baik kau pergi, ziel” suaraku sangau masih menunduk
“kutunggu, kita mampir ke supermarket abis ini” ziel mengusap rambutku sebelum berlalu dari sana, belum benar-benar meninggalkan pemakaman tapi aku nggak menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth: In Every Universe.
Fantasy'sampai pada akhirnya, satu-satunya yang kita miliki hanya sebuah kenangan' Sinopsis. Di semua semesta yang aku datangi pun, aku selalu menyukaimu. Karna itu kau, itu sifatmu, itu kelebihan dan kekurangan mu. Bukan apa-apa, aku juga nggak punya ba...