Di bawah gerimis nggak deras
'menjalani hari yang penuh misteri'
'Manusia mudah digantikan'
Kesimpulan yang bisa diambil dari kisah percintaan kliseku adalah 'manusia mudah digantikan', ryu nggak butuh waktu lama untuk menikmati hidup seolah nggak merasa keberatan atau kehilangan karna hidupnya ramai. Satu manusia yang menghilangkan diri seperti aku nggak berpengaruh baginya. Aku yang selalu kalah dalam permainan yang dia mainkan selama ini.
Ini mungkin mudah bagimu tapi sulit untukku, ryu nggak akan tau itu bahkan saat aku kehilangan ibuku setelah kehilangan dia, aku bersyukur masih ada di bumi hari ini dan masih menatap matahari redup di ujung sana. Aku bahkan nggak merasa sakit berlarut saat membaca sekilas base kampus kali ini, kurasa istirahat enam bulan penuh ini akan usai.
Kukira kejadian pagi tadi bertemu pria berkacamata itu sudah aneh, ternyata ada yang lebih aneh lagi. Entah kenapa ada banyak hal aneh yang terjadi beberapa bulan terakhir ini, sejak ibu pergi. Dari mulai mimpi saja sudah aneh, tapi ini apa? Aku sekarang melihat pintu aneh di ujung perpustakaan yang tampak begitu tua, diapit rak-rak besar nan tingi tapi aku baru menyadari ada pintu itu hari ini, apa mungkin karna nyawaku baru terkumpul? Atau karna aku saja yang nggak memperhatikan detail perpustakaan ini. Aku menoleh kekanan dan kiri melihat sekitar, terlambat sedetik aku pasti kehilangan sosok pria berkacamata dengan umur setengah abad itu masuk ke pintu tua yang aneh diujung ruangan ini.
"mungkin itu ruang pribadinya" aku berkata dalam hati dan kembali melanjutkan kegiatan membacaku, kuliah sudah hampir memulai semester barunya, tugas-tugas akan lebih banyak tapi tak apa, sudah lama aku nggak pusing karna deadline. Biarlah aku nggak ribut dan berhenti bertengkar dengan pikiranku sendiri.
Aku hanya menghabiskan waktu di perpustakaan selama berbulan-bulan ini, setelah muak dengan kamar sunyiku aku pasti memutuskan untuk kesana. Hari ini pun begitu, aku baru pulang setelah senja tampak memenuhi langit kota. Ada cerita bagus yang kubaca hari ini, nggak terasa malam memaksaku pulang dan harus kembali besok. Bus dipenuhi banyak pekerja, aku sepertinya harus menunggu bus sepi lebih dulu karna akan berdesakan jika aku ikut masuk sekarang dan aku nggak mau itu. toko roti dekat halte bus yang sering kudatangi sedang bersih-bersih siap untuk menutup toko, harusnya aku beli satu roti abon sapi untuk makan malam karna aku nggak mau nasi, tapi bagaimana lagi? mungkin aku akan memesan sesuatu untuk nanti malam.
"kau nggak naik bus?" seorang pria seperti nggak jauh beda umurnya dariku bertanya, aku menurunkan headsetku untuk mendengar perkataanya lebih jelas
'maaf?"
"kau nggak naik bus?" ia mengulang pertanyaannya sambil menatapku
"oh, aku naik yang berikutnya saja" jawabku cepat, ia mengangguk mengerti tapi nggak beranjak dari sampingku
Apa ini keanehan yang selanjutnya? Aku nggak kenal siapa pemuda ini tapi ya sudahlah.
"kau lagi dengerin lagu apa? Kalau boleh tau"
"itu enchanted milik taylor swift" aku menoleh sembari menjawab, gerimis menyentuh kota secara tiba-tiba. Bus belum juga datang, pemuda di sampingku ini mengangguk sambil tersenyum simpul, ini senyum yang bagus untuk hari membosankanku, tapi siapa pemuda ini? Aku nggak mengenal ia di jurusanku.
"kapan bus selanjutnya?" ia kembali bertanya
"sebentar lagi, mungkin" dan ya, nggak lama itu bus berhenti tepat di hadapanku, banyak orang turun dari sana yang langsung melebarkan payungnya masing-masing, itu mengingatkan diriku kalau aku nggak punya payung dan nggak berpikir untuk memilikinya.
Aku berjalan memasuki bus, nggak ambil pusing karna gerimis kecil itu tapi belum beberapa langkah dari tempatku berdiri, tubuhku nggak terkena sedikitpun gerimis karna sebuah payung bertengger di atas kepalaku, lalu seseorang maju lebih dekat untuk bergabung denganku, orang itu, pemuda dengan senyum bagus tadi. Ia dengan senyumnya lagi menatapku sembari berkata
"aku senang jika kau nggak keberatan dengan ini" aku yang awalnya ingin protes diam sejenak, lalu mengangguk dengan senyum kecil samar.
Itu payung dengan warna transparan, rintik hujan terlihat jatuh perlahan tapi aku di sini baik-baik saja, nggak setetes pun menyentuhku. Itu hanya beberapa menit. Nggak gak lama sampai kami masuk bus dan ia melipat payungnya lagi. Sebenarnya aku nggak sadar ia membawa payung itu sejak kita berbicara tadi.
"kau nggak kena kan?" aku yang nggak begitu mengerti pertanyaan darinya agak mendekat
"maaf?"
"hujannya, kau nggak kena kan?"
"Oh, engga, terima kasih" ia mengangguk lalu berpisah mendapat tempat duduk, aku dan pemuda itu nggak duduk terlalu jauh, kami hanya berseberangan.
Selama di payung tadi, yang nggak seberapa menit itu aku mengingat-ingat kalau sebelum hari ini nggak ada satu pemuda pun yang melakukan hal itu padaku, dan itu orang yang nggak kukenal pula.
'pemuda itu bukan penguntit kan?'
'apa dia pencuri' aku merogoh perlahan sakuku dan masih menemukan semua barangku disana
'dia mengenalku?'
'apa kami satu kampus? Ah mungkin saja'
Kepalaku berisik sekali walau aku menyalakan musik dengan keras, kepalaku harus berhenti berpikir jadi aku mencoba memesan makanan dengan ponselku. saat bus berhenti dan sebelum aku beranjak turun dari sana, pemuda itu, ia terlihat berjalan mendekati kursiku 'apa lagi kali ini' 'payung lagi kah?' tanyaku dalam hati sedangkan ia semakin mendekat kearahku. Dengan tenang aku beranjak sembari merapihkan barangku yang sebenarnya nggak banyak itu.
"kau bisa pakai payungnya " ia menyodorkan payung transparan itu tepat di hadapanku
"aku nggak apa-apa"
"kau bisa mengembalikannya besok, ambillah"
"aku benar-benar nggak papa" ulangku lagi
Ia tersenyum dan menyodorkan lebih dekat padaku, tampak mengurungkan diri untuk menyentuh tanganku.
"kalau begitu akan kukembaliakan lain waktu"
"ya, itu bagus" ia tampak senang aku berlalu dari sana, meninggalkannya di belakangku
Senja sudah menghilang berganti malam pekat di langit kota, orang-orang dengan wajah lelahnya melangkah ke rumah, aku bisa melihat toko-toko yang terang menghidupkan suasana malam agar lebih ramai. Dunia di malam hari lebih menarik walau sulit ditembus mata, segerombolan remaja berjalan dengan semangat menuju sebuah toko, mereka seperti melampiaskan jenuh setelah seharian duduk di bangku sekolah.
Sibuk dengan sekitar, aku baru menyadari sudah berjalan menjauhi bus, saat menoleh ke belakang aku menemukan pemuda tadi masih berdiri di depan halte menatap langit malam yang gerimis lalu seolah mengigat sesuatu, matanya tampak menyusuri kanan dan kiri halte tersebut, menoleh ke segala tempat sampai mata kami bertemu dan ia berhenti mencari, sepertinya aku bisa menyimpulkan kalau aku lah yang ia cari sedari tadi. Ia menatapku lama entah apa maksudnya tapi aku menggerakkan sedikit payung yang kukenakan seolah bertanya 'kau nggak papa nggak pakai ini' begitu dan ia mengangguk dengan senyum, lagi. Sepertinya ia mengerti maksudku.
"Hidup berjalan dengan penuh misteri, kau adalah salah satu misteri-nya.
Nggak banyak yang tau tentangmu, karnanya kau sudah menjadi misteri itu sendiri".
Alancevia, 2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth: In Every Universe.
Fantasy'sampai pada akhirnya, satu-satunya yang kita miliki hanya sebuah kenangan' Sinopsis. Di semua semesta yang aku datangi pun, aku selalu menyukaimu. Karna itu kau, itu sifatmu, itu kelebihan dan kekurangan mu. Bukan apa-apa, aku juga nggak punya ba...