Pintu Tua Menujumu
'selamat berbahagia, sebentar'Ini sudah tiga hari sejak aku memutuskan perjalanan yang sebenernya nggak begitu masuk akal ini, tapi ziel seperti tour guide yang sabar menjawab setiap pertanyaanku soal alam semesta beserta perjalanannya. Ziel bilang ia sudah mampir ke beberapa semesta selain bumi, tapi melihat wajah tengil dan senyum lucunya, aku berkali-kali memastikan dan ya, saksinya adalah master ash. Semoga mereka nggak sekongkol untuk membohongiku.
Musim dingin datang, jalanan kota penuh dengan orang-orang berpakaian tebal serta syal berwarna-warni yang menghangatkan tak luput aku juga mengenakannya. Aku gugup, tentu saja!. Ini bukan soal aku harus membuat paspor dan menaiki pesawat penerbangan jam 9 pagi lalu sampai jam satu siang, dengan keamanan tingkat tinggi di antara awan dan tanah milik bumi tempatku berpijak ini. Perjalanan ini lebih gila di banding terjun payung dengan ketinggian ribuan kaki di atas laut atau perjalanan menyelam ke dasar samudra atau bahkan pergi ke kutub utara dengan baju tipis,-yang pasti ia berencana mati di sana.
Aku harus pergi ke semesta lain yang aku nggak tau di sana sedang musim apa, atau ada keanehan apa, bentuk tanah dan awan yang bagaimana, ada banyak kemungkinan di dalam kepalaku, dan semuanya nggak ada jawabannya. Ziel bilang nggak ada yang aneh, manusianya juga sama, hanya beberapa bagian yang berbeda tapi bukan masalah selama ada ia di dekatku, oke aku percayakan padanya-sedikit.
'karna wajah ziel nggak mendukung sama sekali, kelihatan sedang menjahiliku!!'
Pagi di perpustakaan musim dingin, bisa dirasakan penghangat bekerja lebih ekstra daripada hari-hari biasanya. Master ash sudah duduk di kursi ruangan pribadinya, pintu tua yang membawaku kemari beberapa hari lalu, ia mengambil buku yang kulihat kemarin, sudah ada di genggamannya sekarang. Ziel sempat mengirimiku pesan tadi, ia agak terlambat datang karna ada suatu hal yang harus disiapkan.
"ziel belum datang, ance?"
Aku menggeleng "belum master, mungkin sebentar lagi"
Tepat setelah kalimatku usai, ziel dengan nafas sedikit terengah menghampiri kami
"maafkan aku, master, ance" ia duduk di sampingku sembari mengatur lagi nafasnya.
"kemana saja kau?" aku mengerutkan kening bertanya
"aku lupa powerbank ku, dan kau mau roti?" ziel menyentuh kening berkerutku sebelum mengulurkan sebuah roti rasa coklat untukku.
"kau pasti nggak sarapan sangking gugupnya, ya kan?" ah, iya aku melewatkan sarapan, padahal aku sudah berencana untuk datang ke toko roti sebelum sampai ke perpustakaan.
"terima kasih" aku meraih roti itu dengan senyum
"hm" ziel memeriksa lagi sling bag miliknya sekali lagi, tampak lebih ribet dari aku yang duduk sambil menyantap rotiku
"kalian bisa pergi setelah menghabiskan sarapan"
"ziel, kau sudah tau harus kemana dulu, kan?" ziel mengangguk tampak focus kali ini
"kemana?" aku menyambar bertanya di sela sesi makanku
"ke rumahmu" aku membulatkan mata terkejut, sedangkan ziel dengan tenang berujar
"kau sudah bisa memilih setelah sampai sana"
"jangan lupa untuk melapor pada yang bersangkutan di sana, kalian akan tiba di ruangan sama seperti ruangan ini, di sana juga ada penjaga portal sepertiku" master ash menambahkan, nggak memberi jeda untukku berpikir lagi, karna setelahnya bunyi seperti decitan pintu dari arah tembok dekat perapian mengalihkan segalanya.Belum selesai dengan suara yang mendadak muncul, sebuah portal terbuka tepat di depan mataku membuatku berdiri tanpa mengalihkan pandangan darinya. Walau otakku sedang berkeliaran ke segala penjuru aku masih bisa menangkap sesuatu di dalam portal itu, sebuah ruangan yang nggak jauh beda dengan ruang tempat aku berdiri sekarang. Ziel menepuk bahuku pelan, amat pelan sampai ia harus melakukannya dua kali agar aku sadar akan semuanya,
"siap ance?" tatapan ziel menghangat, ada perasaan aman yang ia salurkan padaku dan aku sedikit mengangguk untuk membalasnya.
"kau harus kembali, ance! Itu satu-satunya kesempatan untuk memilih semesta mana yang ingin kau tinggali"
"kembali dan putuskan di hadapanku" suara master ash tegas walau tatapannya hangat sama seperti milik ziel, ia menepuk bahuku sekali sembari berujar lagi.
"lalu pergilah" aku mengangguk sepenuhnya lalu menoleh pada ziel yang tenang di sampingku
"ayo berangkat"
"ya"
Beberapa langkah sampai kaki kami tiba di lantai yang berbeda dari ruangan barusan, master ash tampak tersenyum simbul dengan tatapan yang masih sama hangatnya sebelum portal tertutup sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth: In Every Universe.
Fantasy'sampai pada akhirnya, satu-satunya yang kita miliki hanya sebuah kenangan' Sinopsis. Di semua semesta yang aku datangi pun, aku selalu menyukaimu. Karna itu kau, itu sifatmu, itu kelebihan dan kekurangan mu. Bukan apa-apa, aku juga nggak punya ba...