Mencari Ragamu
'bersamamu juga nggak buruk'Ini seperti gedung kosong yang tampak lusuh dari depan, nggak terawat serta ditumbuhi rumput liar di dekat dinding luarnya, agak ragu untuk masuk jika saja ziel nggak terlihat terburu-buru. Kami berhenti di depan lukisan jam besar yang elegan dan mewah, ziel menekan sisi bingkai lukisan itu dan bunyi 'krek' datang setelahnya, lukisan tadi bergeser memunculkan jalan terbuka untuk masuk ke dalam. Ziel memberi isyarat untuk melangkah lebih dulu sebelum ia mengikuti di belakangku. Lukisan tadi bergeser lagi dan menutup akses keluar-masuk.
'semua yang kualami selalu mengagumkan'
Ruangan yang jauh berbeda dengan di luar tadi, ini lebih seperti apartemen luas dan mewah di banding penampakan dinding berumput yang kulihat sebelum masuk tadi."bukannya rumput di depan sedikit mengganggu?" ziel mendudukkan dirinya di salah satu sofa, seperti di rumah sendiri.
Seseorng menyahut "kau kah itu, ziel?"
"hm"
"kapan kau sampai?" seorang laki-laki membawa secangkir coklat panas berjalan menghampiri ziel.
"tiga hari lalu, kalau nggak salah"
"bukan begitu, ance?" aku mengangguk cepat dan ikut duduk di samping ziel sedang laki-laki dengan coklat panasnya tampak terkejut, entah karna apa tapi ia terus saja melihat ke arahku dan itu nggak terlalu baik untuk beberapa lama.
"ance? Kau ance?" pertanyaan setelah beberapa detik tertegun
"iya, jangan mengatakan yang aneh-aneh padanya!" laki-laki itu mengangkat kedua bahunya acuh
"kalau kukatakan?"
"ah terserah, aku mau mandi" ziel bangkit dan melanjutkan
"ayo ance, jangan bicara padanya" aku ikut menyusul ziel
"setidaknya perkenalkan aku padanya, ziel, hey ziel!"
Ziel yang dipanggil dengan keras itu menyahut sembari menoleh ke arahku "namanya kale", lalu menatap laki-laki yang di sebut kale dengan geram "kau puas sekarang?!"
"senang bertemu kau, ance" kale sedikit berteriak dan aku menggeleng melihat drama pertengkaran dua pemuda ini.Setelah selesai di kamar mandi, kami menyantap makan malam bersama bertambah satu personil yang asik berceloteh panjang tentang alam semesta yang ia temui pada kami walau ziel tampak lebih tertarik dengan makan malamnya dibanding cerita kale padahal itu cerita yang seru.
"hei ziel, aku nggak tau kau jadi gini setelah bertemu ance, dasar kau!" kale menyendok makanannya keras karna kesal
"aku kenapa?" tanyaku yang menciptakan wajah terkejut dari ziel, pemuda bernama kale tadi kegirangan dan mulai mengeluarkan suara lagi sebelum ziel menjawab
"bukan, ance, ngak usah dipikirin"
"tapi aku mau tau, emang kenapa?"Ziel langsung memberi tatapan garang pada kale
"aku nggak perlu nanya kenapa kau tau ini karna mungkin saja kau sudah baca kertas petunjukmu, tapi ziel? Emang ziel kenapa?"
Kale tersenyum seolah mendapat kesimpulan "ziel lebih hidup, mungkin begitu. Tapi ance, aku senang bertemu denganmu secara langsung begini"
Aku mengerutkan kening bingung tapi masih menjawab dengan nada kebingungan "terima kasih"
"kau sudah selesai, kale?" ziel berkata setelah meneguk minumnya
"oh, tentu belum"
Lalu kami terkekeh mendapati ziel yang berwajah garang lagi.Bersama mereka juga nggak buruk, apalagi melihat ziel yang berubah jadi super judes saat berhadapan dengan kale padahal ziel juga perhatian diam-diam pada pemuda itu bak adiknya sendiri, karna kudapati ziel mengambil selimut untuk kale yang akan tidur di sofa lain dekat sofa tempat ziel berbaring sekarang, sedangkan aku akan menguasai satu-satunya kasur besar di sini. Sebenarnya banyak kasur lain dekat kasurku, ada juga kantung tidur yang lebih nyaman tapi kata kale dia harus berjaga dan kalau di kasur dia nggak bisa bangun kalau ada apa-apa nantinya, ziel juga mengatakan hal yang sama. Tapi kale sudah terlelap tak lama setelah diberi selimut oleh ziel.
"ance, sudah tidur?"
"belum"
"butuh sesuatu?"
"engga, kau sendiri?"
"engga"
"kaosnya pas nggak, ance?"
"kebesaran tapi nggak papa, kau menyimpan bajumu di sini ya, ziel?"
Pemuda itu menoleh ke arah tempat tidur lalu menjawab "ketinggalan aja di sini"
Aku mengangguk walau ziel nggak melhat itu.
"tidurlah, ance"
"kau juga"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth: In Every Universe.
Fantasy'sampai pada akhirnya, satu-satunya yang kita miliki hanya sebuah kenangan' Sinopsis. Di semua semesta yang aku datangi pun, aku selalu menyukaimu. Karna itu kau, itu sifatmu, itu kelebihan dan kekurangan mu. Bukan apa-apa, aku juga nggak punya ba...