TOLV

41.2K 3.2K 20
                                    

Terima kasih kamu sudah mengikuti re-upload The Danish Boss. Jangan lupa untuk membaca cerita gerombolan si berat yang lain di Geek Play Love(Dinar) dan Sepasang Sepatu Untuk Ava(Manal). Bab ini nggak bisa dipanjangkan ya, karena beda linimasa, jadi aku akan mengupload dalam 2 bab . Tinggalkan komentar untukku ya, nanti aku akan balas. Agak selow karena aku sedang dalam proses mengirim buku PO The Promise Of Forever.

Love, Vihara(IG/Twitter/FB/TikTok ikavihara, Whatsapp 0895603879876)

***

"Aku memang tidak berniat untuk berteman denganmu." Berteman dengan Helene bukan ide yang bagus.

"Kamu ini kenapa sih? Keras kepala sekali." Helene sedikit meninggikan suaranya.

"Menurutku tidak ada alasan untuk tidak menyukaiku." Fritdjof menyahut dengan penuh percaya diri.

"Aku tidak mengenalmu!" sergah Helene.

"Jadi kalau kamu mengenalku, kamu akan menyukaiku?" Fritdjof menatap gadis bibliotek itu dalam-dalam.

Helene merasa laki-laki di depannnya ini sudah gila.

"Aku akan memberimu banyak waktu untuk mengenalku. Aku akan menunggu." Fritdjof memperjelas pernyataannya.

"Kamu gila!" desis Helene sebelum berdiri dan meninggalkan Fritdjof yang menahan tawa di tempatnya.

Mikkel datang dan menepuk pundaknya.

"Nice catch. Seleramu cewek alim." Mikkel mengamati punggung Helene yang menjauh.

"Stop checking out mine!" Fritdjof menyuruh Mikkel berhenti mengamati Helene.

"Aku lega, setidaknya orang-orang tahu kau tidak mengalami disorientasi seksual," kata Mikkel setelah Helene menghilang dari pandangan mereka.

"Maksudmu?" Fritdjof tidak mengerti.

"Orang-orang mengira kamu tidak mau berkencan karena itu. Mereka kira kau menyukaiku." Mikkel setengah geli ketika menjelaskan ini.

"Siapa 'orang-orang' itu?" Harus jelas siapa yang berani menganggap Fritdjof dan Mikkel adalah sepasang kekasih.

"Para gadis yang sering bersamaku."

Fritdjof tertawa. Dibanding Mikkel, memang Fritdjof tidak terlalu bisa mengambil hati wanita. Untuk membuat Helene mau menjadi pacarnya saja Fritdjof tidak tahu akan membutuhkan waktu berapa lama.

***

"Ada apa di depan situ?" Hari Selasa, jadwal kunjungan Helene ke Democratic. Fritdjof sengaja menemui Helene di sini.

"Kamu memperhatikan laki-laki itu?" tanya Fritdjof. Ada laki-laki yang sedang berdiri di seberang Democratic, laki-laki bermantel cokelat tua.

"Kamu lagi. Kenapa kamu ke sini?" Helene melirik ke sisi kanannya, tempat Fritdjof duduk.

"Minum kopi." Fritdjof menunjuk cangkir putih di depannya.

"Kamu tidak harus duduk di sini," kata Helene, sinis.

"Di sini kosong, aku boleh duduk di mana pun asalkan kursi itu kosong." Jawaban Fritdjof membuat Helene tidak mengatakan apa-apa lagi.

"Kamu tahu tidak kalau tingkahmu itu menganggu? Bersikaplah normal sedikit!" Helene menggeser duduknya ke kiri.

"Bisa, asal kamu mau bekerja sama." Fritdjof menghirup kopinya dengan santai.

"Apa?" Helene tidak tahu lagi harus bereaksi seperti apa.

"Biarkan aku mendekatimu dan aku akan melakukannya seperti semua laki-laki pujaan para gadis itu." Fritdjof memberikan penawarannya.

Helene diam.

"Kalau pada akhirnya kamu tidak menyukaiku, aku akan membiarkanmu menjalani hidupmu dengan tenang." Fritdjof melanjutkan tawarannya.

Helene tampak diam dan menimbang-nimbang apa yang a­kan dilakukannya.

"Aku tidak tertarik dengan laki-laki seperti Mikkel." Helene akhirnya kembali membuka mulutnya.

"Maksudmu aku player juga?" Ini salah satu kesialan yang harus ditanggungnya karena berteman dengan bajingan pemangsa wanita bernama Mikkel.

"Kukira kamu akrab dengannya." Helene kembali menanggapi dengan sinis.

"Kamu mencari tahu tentang aku?" Fritdjof tertarik.

"Tidak. Aku sering melihat kalian bersama," jawab Helene.

"Ha! Kamu memperhatikanku." Fritdjof tersenyum penuh kemenangan.

"Sudah kubilang aku tidak tertarik...."

"Aku tidak seperti Mikkel, kamu boleh mencari tahu, tanya semua gadis di kota ini kalau perlu." Fritdjof meyakinkan Helene.

"Aku tidak mau menyusahkan diriku sendiri."

"Dengar, Helene. Aku...."

"Sudah kubilang jangan sembarangan memanggil namaku!"

"Astaga! Baiklah. Dengar, kamu bisa mencoba untuk bersamaku selama beberapa waktu, lalu putuskan kamu akan menyukaiku atau tidak, aku akan menerimanya. Setidaknya kamu memberiku waktu untuk mendekatimu." Fritdjof putus asa karena Helene membuat semuanya semakin sulit.

"Satu bulan." Helene memberi keputusan. "Kamu meminta waktu dan aku akan memberikannya. Aku memberimu waktu satu bulan."

"Kamu akan bekerja sama dengan baik, kan? Tidak akan dengan sengaja mempersulit semua ini?" Fritdjof memastikan bahwa Helene tidak sedang ingin bermain-main dengannya.

"Iya. Kamu ini benar-benar tidak masuk akal." Helene pusing dan frustrasi dengan semua tingkah Fritdjof.

"Baiklah, karena kamu sudah setuju, bagaimana kalau kita mulai hari ini? Tentu saja kencan pertama kita." Fritdjof menggandeng tangan Helene dan mengajaknya meninggalkan Democratic.

***

It was not just the goodbye that hurts. Yang paling berat adalah menjalani hari-hari tanpa Helene. Ini tentang semua foto dan video yang harus dihapus dari semua ponsel dan laptopnya. Tentang semua lagu-lagu kesukaan Helene yang tersimpan di iPod-nya, yang kadang-kadang tidak sengaja secara acak terputar saat Fritdjof menyumpal telinga dengan earphone. Ini tentang semua barang-barang kecil—DVD, kaus, topi, buku—milik Fritdjof yang tertinggal di flat Helene di Nørrebro. Semua tempat di Copenhagen—Torvehallerne, bibliotek, Hipsterbroen, tempat-tempat lain di sekitar Nørrebro dan Københavns Universitet—tak akan lagi dia datangi, karena di sana mungkin dia bertemu dengan Helene.

Ini tentang semua candaan dan obrolan dengan Helene yang hanya dimengerti oleh mereka berdua. Juga tentang semua tanggal-tanggal penting yang lekat dalam ingatannya. Hari ulang tahun Helene, hari jadian, hari di mana Fritdjof akan melamarnya. Melupakan itu semua lebih berat daripada sekadar mengucapkan 'putus'.

Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat untuk dihabiskan dengan membuat banyak kenangan bersama Helene. Dan Fritdjof ingin melanjutkan. Tapi kenyataan berkata lain. Yang tersisa adalah Fritdjof yang harus berjuang sendiri memperbaiki hatinya, hingga siap untuk ditempati wanita lagi.

***

THE DANISH BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang