FEMTEN

39.1K 3.5K 58
                                    

Halo, teman. Kalau kamu membaca cerita ini, tinggalkan komentar untukku ya. Terima kasih :-)

***

"Ya cowoknya kali yang nggak doyan sama aku, Kak. Doyannya komputer." Kana belum pernah pacaran dengan laki-­laki yang seprofesi dengannya.

"Asal kakak tahu, ya, sebelum Kakak beneran menikah sama Alen. We are polyglots, we speak many weird languages, bahasa pemrograman tapi, bukan bahasa manusia. Dan Kakak bakal sering dicuekin pula, gara-gara Alen lebih cinta komputer daripada Kakak." Kana menakut-nakuti kakaknya.

Kalau meminjam istilah Dinar, komputer adalah istrinya. Kalau dia sampai bisa menikahi wanita, komputer tetap akan menjadi istri pertamanya.

"Biar saja. Asal Alen gajinya banyak, aku nggak masalah." Kira mengedikkan bahu, menanggapi dengan santai.

"Dasar mata duitan!" Kana memaki sambil tertawa.

Kira tertawa. "Bukankah itu alasan yang bagus untuk menikah? Selain mereka sanggup menjamin kesejahteraan batin?"

"Setuju aja deh." Kana menyerah. Kakaknya sudah sangat cinta dengan calon suaminya, mau bagaimana lagi.

"I wish you marry a programmer so we could share the same crap."

"Kampret." Kana melempar serbet ke wajah Kira yang tertawa terbahak-bahak.

***

Mata Kana melotot ketika tahu siapa orang berdiri di balik pintu dan membunyikan bel beberapa saat yang lalu. Terima kasih kepada pengembang apartemen yang memasang peephole, sehingga Kana bisa memastikan dulu siapa orang yang datang sebelum membuka pintu. Kana berlari ke kamar dan mengambil ponselnya. Dengan panik Kana menelepon Kira. Ini hanya berselang lima menit sejak Kana masuk ke sini, setelah Kana pergi jogging sendirian. Kana tidak merasa sedang dikuntit orang akhir-akhir ini. Hanya deadline yang menghantuinya ke mana pun dia pergi.

Dengan tidak sabar Kana menekan-nekan ponselnya. Tidak ada jawaban dari Kira. Alen. Kana mencari nama Alen di phone book-nya sambil berjalan dan mengecek lagi, apakah tamu tak diundangnya sudah pergi. Alen tidak juga menjawab teleponnya. Bel pintu Kana kembali berbunyi. Berkali-kali.

Jari Kana bergerak cepat mencari nama-nama lain yang bisa dihubunginya.

"Kamu bisa datang ke sini?" Suara Kana bergetar ketika mendengar halo dari seberang sana. "Ada Niel di depan pintuku."

Kana takut Niel akan nekat mencoba kombinasi-kombinasi angka untuk masuk ke sini. Tanggal lahirnya, tanggal lahir Kira, dan informasi-informasi lain diketahui Niel karena dulu Kana pacaran dengannya dan memercayainya. Kana masuk kamar dan mengunci pintunya rapat-rapat lalu memeluk tubuhnya sendiri.

Dulu Niel hampir memerkosanya ketika mereka berada di sebuah apartemen. Di ruang tertutup seperti ini. Kepala Kana membayangkan wajah Niel saat itu, bukan Niel yang lembut dan tenang yang dikenalnya. Tapi Niel yang liar dan buas, seperti bukan manusia.

Kana merasakan ponselnya bergetar. "Ya?"

"Aku di depan. Buka pintunya."

Kana turun dari tempat tidur dan setengah berlari menuju pintu depan. Bergegas membuka pintu ketika tahu Fritdjof yang berdiri di sana. Tanpa mengatakan apa-apa, Fritdjof masuk dan menutup pintu, mengikuti Kana berjalan ke sofa.

"Apa kamu ketemu Niel?" Tanya Kana sambil menyandarkan punggungnya di sofa, lega ada orang lain yang bersamanya.

"Ya. Aku datang bersama security. Kubilang ada orang mencurigakan di depan unitku." Fritdjof menjelaskan.

THE DANISH BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang