7. Tidak Selamanya

484 37 0
                                    

Tidak bohong, kali ini Kama sungguhan merasa kesal. Kegiatan perkuliahannya memang sudah selesai, tapi dia masih sibuk berdiskusi di sekretariat BEM untuk membahas proker lanjutan. Meski kegiatan itu sudah hampir berakhir, sebenarnya Kama ingin mengambil waktu untuk bersantai dulu sebelum pulang ke rumah. Akan tetapi, kenapa tiba-tiba Irvian harus mengabarinya kalau sudah menunggu di rumah hampir satu jam lamanya sih?

Kama bukannya kesal dengan kedatangan Irvian, tapi karena laki-laki itu mau-maunya menunggu tanpa kepastian dalam kurun waktu yang lama. Sudah begitu baru menghubunginya sekarang pula. Kama benar-benar ingin melontarkan sebuah umpatan, tapi sekuat tenaga ia menelan kembali segala kata tak pantas yang nyaris keluar dari mulutnya.

"Memangnya Mas Irvian nggak bilang Kak Nay dulu?" sembari keluar dari ruang sekretariat, Kama masih menyambung teleponnya dengan Irvian. Untung saja dia sudah memindahkan motornya di samping ruang sekretariat, jadi dia tidak perlu berjalan terlalu jauh ke arah parkiran.

"Oh, nggak juga," Irvian menjawab pertanyaan Kama dengan sebuah nada keraguan. Kama sih sudah bisa menebak pasti ada kemungkinan kakaknya mencari-cari alasan agar tidak bertemu, jadi Irvian memilih untuk nekat datang langsung tanpa sepengetahuan mereka.

Namun, tentu saja Irvian memberikan alasan lain. "Tadi awalnya nggak kepikiran mau mampir hari ini."

Karena tidak ada yang melihatnya, Kama berani merotasikan mata. Sampai menunggu hampir satu jam ya jelas niat! Kama saja kalau sudah terlanjur janjian dengan seseorang, tetapi setelah limabelas menit menunggu dan orang itu tidak ada kabar dia jelas memilih untuk pergi.

"Aku baru mau jalan pulang," Kama berucap sambil menaiki motornya. "Sebentar lagi juga sampai. Mas Irvian masih mau nunggu?" begitu terdengar jawaban dari Irvian, Kama segera mengakhiri panggilan tersebut. Ia menyimpan ponselnya ke saku, mengenakan helmnya dengan benar, lalu mulai melajukan motornya untuk meninggalkan area kampus yang sudah sepi.

***

Beruntungnya rumah mereka memang tidak jauh dari kampus, jadi Kama tidak sekedar membual ketika berkata akan sampai sebentar lagi. Dari kejauhan dia sudah melihat mobil Irvian yang terparkir di depan rumah. Lalu, saat dia berhenti di depan pagar, dia melihat Irvian segera keluar dari mobil.

"Langsung masuk aja, Mas," Kama memberi instruksi. Dia lebih dulu membuka gerbang dan membawa motornya ke area carport. Irvian berjalan mengikuti dari arah belakang, kemudian berinisiatif membantu menutup gerbang.

"Mas Irvian beneran udah nunggu dari tadi?" Kama bersuara lagi setelah melepas helmnya. Sejujurnya dia masih setengah percaya dengan pengakuan Irvian. Namun, menilik setelan Irvian yang masih rapi dengan pakaian kerja menguatkan dugaan bahwa lelaki itu memang langsung kemari sepulangnya dari kantor.

"Ya, lumayan," balas Irvian tidak ingin terlalu jujur. Lagipula satu jam baginya bukanlah apa-apa.

Kama menghela napas dengan pelan dan menatap prihatin. Tanpa kata dia berbalik, melangkah menuju pintu depan. Gerakannya tersebut segera diikuti lagi oleh Irvian. Kama baru mengeluarkan kunci rumah ketika Irvian tiba-tiba saja berucap, "Maaf ya, Kam, karena datang mendadak."

Kama kembali menghadap ke arah Irvian. "Aku nggak apa-apa, Mas. Tapi lain kali kalau mau datang tolong kabarin dulu," pintanya dengan sungguh-sungguh. "Bukannya gimana-gimana, tapi rumah tuh sering kosong."

Dari kalimat itu Irvian jadi menyadari kebodohannya. Anaya hanya tinggal berdua saja dengan Kama. Irvian tidak tahu jam kerja Anaya, begitu pula dengan jadwal kuliah Kama. Jika mereka berdua pergi, sudah jelas tidak ada yang menjaga rumah. Irvian tidak berpikir sampai sana dan sembarangan mengambil keputusan. Irvian tidak bisa menyalahkan siapa-siapa ketika ia harus menunggu sang tuan rumah dalam waktu yang lama.

Next EpisodeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang