8. Waktu Kita Bersama

586 47 0
                                    

Hari Minggu mereka kali ini agak sibuk dari biasanya. Karena melihat area samping tangga yang begitu kosong dan tidak dimanfaatkan dengan baik, Irvian tiba-tiba mencetuskan sebuah ide untuk menyulap area itu sebagai tempat penyimpanan sepatu. Anaya tidak keberatan ketika Irvian mengutarakan maksud tersebut karena dia pikir mereka memang butuh mengorganisir sepatu-sepatu mereka dengan lebih baik.

Oleh karena itu, Irvian membongkar gudang untuk mencari meteran di kotak perkakas yang jarang sekali dia sentuh. Dengan begitu teliti dia mulai membayangkan desain dan mengukur dinding. Ketika hal tersebut sudah ditentukan, Irvian dan Anaya bergegas pergi menuju sebuah toko furniture.

Mereka memilih media yang akan digunakan secara bersama-sama. Karena Anaya tidak begitu paham bahan apa yang bagus, Anaya menyerahkan pilihan tersebut sepenuhnya pada Irvian. Namun, ketika hendak menentukan warna, dia jelas menyumbang pendapat. Anaya memang tidak pernah menyampaikannya secara langsung, tetapi berdiskusi tentang keperluan rumah tangga mereka merupakan salah satu hal yang dia suka.

"Kayaknya ini tetap harus dipasang pakai bor, Ann," Irvian berucap setelah membongkar kardus berisi rak pilihan mereka. Bentuknya seperti kabinet sehingga nantinya rak sepatu mereka akan lebih rapi dan aman dari debu.

"Nggak bisa disandarin ke tembok aja ya, Mas?"

"Nggak bisa, bakal kurang kokoh nanti," Irvian menjawab sambil kembali berdiri tegak.

Beruntungnya dia pernah menerima hadiah berupa set alat pertukangan dari sang ayah. Sejak dirinya masih remaja, Fadi memang kerap mengenalkannya dengan berbagai macam alat pertukangan. Mulanya Irvian bingung dengan hal tersebut, tapi seiring usianya yang beranjak dewasa dia jadi paham betapa bergunanya pelajaran yang Fadi berikan.

"Kamu mau bantu rakit?" Irvian bertanya setelah dirinya kembali dari gudang dengan membawa berbagai macam alat yang diperlukan. Ajakan tersebut langsung Anaya tanggapi dengan satu anggukan penuh semangat.

Mereka mulai mengeluarkan satu-persatu bagian rak dari dalam kardus dan mengelompokkan tiap bagian tersebut. Sembari sesekali membaca buku petunjuk, mereka bekerja sama merakit kerangka rak. Anaya tidak pernah membayangkan bahwa kegiatan semacam ini akan begitu menyenangkan.

"Tolong ambilkan obeng, Ann."

"Yang ini?"

"Ambil yang ukurannya lebih besar dari itu."

Setelah menyerahkannya pada Irvian, Anaya kembali duduk dengan tenang. Dia sengaja tidak banyak tanya agar Irvian tetap fokus. Lagipula, sambil menunggu Irvian kembali membutuhkan bantuannya, Anaya bisa memanfaatkannya untuk mencuri pandang pada raut wajah Irvian yang tampak serius ketika bekerja.

"Kamu nggak mau makan siang dulu, Mas?" Anaya bertanya ketika mereka selesai merakit rangka, tapi tidak ada tanda-tanda kalau Irvian akan istirahat barang sejenak. Irvian justru mendirikan rangka tersebut tepat di dinding yang akan mereka pakai. "Ini kita lanjut nanti aja."

"Sebentar lagi," Irvian menjawab tanpa menolehkan kepala. Ia masih terlihat sangat fokus pada pekerjaannya. "Ini udah mau selesai kok. Nanggung kalau istirahat dulu."

Anaya tidak memaksa. Dia kembali diam di samping Irvian, mengamati laki-laki itu yang hendak memasang baut untuk merekatkan rak di dinding menggunakan bor yang ada di tangan kanannya. Namun, belum sampai baut itu terpasang, tiba-tiba Irvian menoleh ke arahnya.

"Ann, tadi kamu beli dada ayam kan?" Irvian teringat bahwa tadi mereka sempat mampir di supermarket untuk membeli beberapa barang belanjaan. Anaya yang sibuk mengambil sayur dan buah-buahan, tetapi Irvian ingat ada beberapa jenis daging yang dimasukkan ke troli mereka.

Next EpisodeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang