15. Belum Usai

121 23 2
                                    

"Ada penutupan jalan. Lalu lintasnya dialihkan, jadi mereka harus muter agak jauh," Anaya membacakan balasan Kama atas pesan yang tadi dia kirimkan. "Kama juga aneh sih, udah tahu Tante mau ke sini, tapi malah pergi."

"Nggak apa-apa, Nay. Kama juga udah bilang kok agak susah nyari jadwal yang cocok sama fotografernya," Irma memberi tatapan maklum. "Lagipula Tante juga nginep, bukan yang sehari dateng langsung pulang. Jadi, Tante masih punya waktu buat ketemu sama Kama."

Sebenarnya, Anaya juga tahu hal itu. Dari sekian waktu yang ditawarkan, hasil diskusi antara Kama dan yang lainnya menyimpulkan bahwa hari ini merupakan hari yang paling tepat untuk melakukan pemotretan. Hanya Kama yang berhalangan, tetapi karena tidak ingin menyusahkan yang lain, apalagi dia memegang peranan penting dalam agenda hari ini, dia pun memutuskan untuk mengalah.

"Sekarang Mama percaya kan apa yang aku bilang. Sehari setelah kecelakaan aja dia udah keluyuran kemana-mana, apalagi sekarang," Ricky, anak tertua dari Irma, menimpali dari arah dapur sembari menyeduh kopi. "Padahal waktu itu mumpung aku lagi ada urusan di Jawa, makanya ku samperin sekalian. Nggak tahunya pas udah sampai dia malah pergi entah kemana."

"Ya, kamu tahu lah, Ky. Mama belum tenang kalau belum lihat keadaan Kama secara langsung," Irma menyatakan dalihnya. Dia betulan panik waktu itu dan ingin segera memastikan keadaan Kama secara langsung. Akan tetapi, mengingat sang suami yang baru pemulihan pasca operasi, dia tidak bisa meninggalkannya untuk sementara waktu.

"Mama kayak nggak tahu aja. Cowok itu ya... jangankan cuma memar, kecelakaan patah tulang pun masih bisa salto. Kalau demam baru tuh merasa kayak mau dicabut nyawanya," Ricky menimpali lagi. Ucapannya seolah dia bukanlah orang yang buru-buru terbang dari Semarang begitu urusannya di sana selesai meski Anaya sudah mengabari kalau keadaan Kama tidak seburuk yang dibayangkan.

Sementara itu, Anaya menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Irvian memang tidak pernah patah tulang. Dia juga tipe orang yang jarang sakit. Namun, pernah suatu ketika dia terserang demam tinggi dan flu berat. Irvian menjadi orang yang sangat bergantung padanya kala itu. Tidak mau ditinggal, tangannya erat menggenggam ketika tidur.

Menghadapi Irvian yang sedang sakit rasanya seperti menghadapi anak kecil yang rewel hingga membuat Anaya... bertanya-tanya mengapa dia harus teringat hal itu. Senyumnya langsung memudar begitu tersadar bahwa pikirannya kembali dipenuhi dengan kenangan mereka di masa lalu.

"Nay, rumah kalian dulu... jadi dijual?" Irma bertanya dengan nada hati-hati.

Saat itu, hanya tinggal mereka berdua yang duduk di meja makan. Ricky tidak ikut bergabung. Mengingat bahwa Irma dan Anaya tidak terbiasa terpapar asap rokok, bisa jadi lelaki itu pergi ke teras depan untuk merokok sembari menikmati kopinya.

Sebelum menjawab pertanyaan Irma, Anaya sempat menghela napas. Setelah itu, barulah dia memberi anggukan kepala. "Aku sama Mas Irvian udah sepakat."

"Udah ada yang minat?"

"Banyak yang menghubungi Mas Irvian terkait rumah itu. Ada juga kenalanku yang sempat tanya-tanya, tapi sampai sekarang memang belum ada yang deal."

Irma mengerutkan dahinya. "Kalian ngurus sendiri? Nggak lewat agen?"

Kali ini, Anaya menggelengkan kepala sebagai awal dari jawabannya. "Mas Irvian maunya begitu. Aku cuma ngikut keputusan dia."

"Repot dong, Nay. Kalian sama-sama sibuk kerja. Memangnya masih sempat buat mengurusi penjualan rumah?"

"Itu dia, Tan, tapi Mas Irvian ngotot kalau harus kami berdua yang ngurusin penjualan rumah itu," Anaya menghela napas lelah. "Apalagi kalau ada yang mau lihat-lihat rumah, Mas Irvian maunya juga berdua, nggak bisa kalau cuma dia atau aku aja. Makanya sempat ada yang berminat, tapi akhirnya nggak jadi karena antara mereka, aku, dan Mas Irvian nggak nemu waktu yang pas buat lihat rumah."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Next EpisodeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang