10. Membangun Kedekatan

474 30 0
                                    

Selain teman-teman Kama, sebenarnya rumah mereka terhitung jarang dikunjungi orang. Tante Irma selaku keluarga baru dua kali datang. Teman Anaya hanya sesekali singgah sebentar. Namun, sepertinya akan ada rekor terbaru dari Irvian yang tiga bulan terakhir kerap bolak-balik kemari.

Ada saja alasan yang Irvian buat untuk bisa mampir ke rumah. Dimulai dari rasa tanggung jawabnya atas kecelakaan yang menimpa Kama, menyelesaikan status rumahnya dengan Anaya, lalu berbagai alasan lainnya yang terkadang seperti sengaja dibuat.

Kama tahu dia juga punya pengaruh akan hal tersebut. Karena Irvian sering datang untuk sekedar membawakan makanan, Kama memanfaatkan keadaan tersebut untuk meminta saran terkait bisnis yang baru dirintisnya. Irvian sangat membantu dengan penjelasannya mengenai pengelolaan keuangan dan trik marketing. Irvian bahkan mengenalkannya dengan temannya yang tahu seluk beluk dunia konveksi.

Mungkin karena itu juga Irvian merasa sudah mulai dekat dengan Kama. Sikapnya sudah lebih santai daripada sebelumnya. Tidak ada lagi rasa canggung ketika hendak mengutarakan suatu hal, termasuk tentang kedatangannya. Seperti yang terjadi saat ini misalnya. Dalam kurun waktu satu minggu, ini adalah kedatangan Irvian yang kedua kalinya.

"Tadi tiba-tiba ingat kakakmu waktu lewat tokonya," Irvian menyerahkan bungkusan plastik berisi dua kemasan dus persegi panjang yang cukup besar. "Dulu dia suka beli ini."

Kama masih menaruh curiga mengenai kedatangan Irvian, tetapi dia tetap menerima pemberian Irvian dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Bukannya dia memandang pemberian Irvian dengan sebelah mata, tetapi alasan Irvian ketika memberi selalu sama. Irvian juga selalu datang langsung meski sebenarnya dia bisa menggunakan jasa pengantaran makanan. Oleh karena itu, Kama tidak bisa berhenti berpikir kalau Irvian memiliki maksud terselubung dibalik tindakannya ini.

"Kak Nay lagi nggak ada di rumah ya?" terlebih lagi, pertanyaan semacam ini selalu keluar dari mulut Irvian tiap kali ia datang. Mulanya, Kama pikir hal itu hanya basa-basi semata, tapi makin lama dia baru menyadari bahwa tujuan awal Irvian memang hanya Anaya.

"Masih kerja, Mas. Nanti malam baru pulang," jawab Kama.

Kedatangan Irvian memang terbilang cukup sering, tetapi pertemuannya dengan Anaya sungguh berbanding terbalik. Kama rasa intensitas pertemuan Irvian dengan Anaya bisa dihitung dengan jari. Usaha Irvian benar-benar tidak disertai keberuntungan yang berpihak padanya.

"Oh, ya udah," balasan dari Irvian memang terdengar ringan diucapkan. Namun, sebenarnya ada rasa kecewa yang dia sembunyikan. "Kalau gitu titip buat Kak Nay ya, Kam."

"Buru-buru amat, Mas. Ngobrol dulu lah sambil ngopi," ucapan Kama sesungguhnya hanya basa-basi semata. Dia merasa tidak enak hati jika membiarkan Irvian pergi begitu saja, tapi tidak keberatan jika setelah ini Irvian menolak tawarannya. Paling tidak dia sudah berupaya memperlakukan Irvian dengan ramah.

Bahkan untuk memberi kode bahwa tawarannya tidak seserius itu, Kama menyambung kalimatnya. "Tapi sambil nemenin benerin keran ya, Mas," dia menjeda dengan tawa kecil. "Belum beres soalnya."

Kama memperkirakan dua hal. Pertama, Irvian berniat langsung pulang karena Anaya tidak berada di rumah. Kedua, Irvian semakin mantap menolak tawarannya setelah mendengar kalimat terakhirnya. Melalui pengusiran secara halusnya, Kama pikir dia sudah memilih strategi yang tepat, tetapi rupanya ia salah besar.

"Kerannya kenapa? Ada yang rusak?"

"Oh, itu... bocor dari beberapa hari yang lalu," jawab Kama kemudian. "Aku coba benerin sendiri, tapi malah makin bocor."

Lagi-lagi, Kama terjebak dengan ucapannya sendiri. Bukannya pulang sesuai keputusan awalnya, Irvian justru menawarkan bantuan untuk Kama. Ketika suatu hal yang menguntungkan berada tepat di depan matanya, Kama tidak mungkin menolak bukan?

Next EpisodeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang